"Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak" (Ar-Rahman: 37)





















Tawassul

Yaa sayyid as-Saadaat wa Nuur al-Mawjuudaat, yaa man huwaal-malja’u liman massahu dhaymun wa ghammun wa alam.Yaa Aqrab al-wasaa’ili ila-Allahi ta’aalaa wa yaa Aqwal mustanad, attawasalu ilaa janaabika-l-a‘zham bi-hadzihi-s-saadaati, wa ahlillaah, wa Ahli Baytika-l-Kiraam, li daf’i dhurrin laa yudfa’u illaa bi wasithatik, wa raf’i dhaymin laa yurfa’u illaa bi-dalaalatik, bi Sayyidii wa Mawlay, yaa Sayyidi, yaa Rasuulallaah:

(1) Nabi Muhammad ibn Abd Allah Salla Allahu ’alayhi wa alihi wa sallam
(2) Abu Bakr as-Siddiq radiya-l-Lahu ’anh
(3) Salman al-Farsi radiya-l-Lahu ’anh
(4) Qassim ibn Muhammad ibn Abu Bakr qaddasa-l-Lahu sirrah
(5) Ja’far as-Sadiq alayhi-s-salam
(6) Tayfur Abu Yazid al-Bistami radiya-l-Lahu ’anh
(7) Abul Hassan ’Ali al-Kharqani qaddasa-l-Lahu sirrah
(8) Abu ’Ali al-Farmadi qaddasa-l-Lahu sirrah
(9) Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani qaddasa-l-Lahu sirrah
(10) Abul Abbas al-Khidr alayhi-s-salam
(11) Abdul Khaliq al-Ghujdawani qaddasa-l-Lahu sirrah
(12) ’Arif ar-Riwakri qaddasa-l-Lahu sirrah
(13) Khwaja Mahmoud al-Anjir al-Faghnawi qaddasa-l-Lahu sirrah
(14) ’Ali ar-Ramitani qaddasa-l-Lahu sirrah
(15) Muhammad Baba as-Samasi qaddasa-l-Lahu sirrah
(16) as-Sayyid Amir Kulal qaddasa-l-Lahu sirrah
(17) Muhammad Bahaa’uddin Shah Naqshband qaddasa-l-Lahu sirrah
(18) ‘Ala’uddin al-Bukhari al-Attar qaddasa-l-Lahu sirrah
(19) Ya’quub al-Charkhi qaddasa-l-Lahu sirrah
(20) Ubaydullah al-Ahrar qaddasa-l-Lahu sirrah
(21) Muhammad az-Zahid qaddasa-l-Lahu sirrah
(22) Darwish Muhammad qaddasa-l-Lahu sirrah
(23) Muhammad Khwaja al-Amkanaki qaddasa-l-Lahu sirrah
(24) Muhammad al-Baqi bi-l-Lah qaddasa-l-Lahu sirrah
(25) Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi qaddasa-l-Lahu sirrah
(26) Muhammad al-Ma’sum qaddasa-l-Lahu sirrah
(27) Muhammad Sayfuddin al-Faruqi al-Mujaddidi qaddasa-l-Lahu sirrah
(28) as-Sayyid Nur Muhammad al-Badawani qaddasa-l-Lahu sirrah
(29) Shamsuddin Habib Allah qaddasa-l-Lahu sirrah
(30) ‘Abdullah ad-Dahlawi qaddasa-l-Lahu sirrah
(31) Syekh Khalid al-Baghdadi qaddasa-l-Lahu sirrah
(32) Syekh Ismaa’il Muhammad ash-Shirwani qaddasa-l-Lahu sirrah
(33) Khas Muhammad Shirwani qaddasa-l-Lahu sirrah
(34) Syekh Muhammad Effendi al-Yaraghi qaddasa-l-Lahu sirrah
(35) Sayyid Jamaaluddiin al-Ghumuuqi al-Husayni qaddasa-l-Lahu sirrah
(36) Abuu Ahmad as-Sughuuri qaddasa-l-Lahu sirrah
(37) Abuu Muhammad al-Madanii qaddasa-l-Lahu sirrah
(38) Sayyidina Syekh Syarafuddin ad-Daghestani qaddasa-l-Lahu sirrah
(39) Sayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh ‘Abd Allaah al-Fa’iz ad-Daghestani qaddasa-l-Lahu sirrah
(40) Sayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh Muhammad Nazhim al-Haqqaani qaddasa-l-Lahu sirrah

Syahaamatu Fardaani
Yuusuf ash-Shiddiiq
‘Abdur Ra’uuf al-Yamaani
Imaamul ‘Arifin Amaanul Haqq
Lisaanul Mutakallimiin ‘Aunullaah as-Sakhaawii
Aarif at-Tayyaar al-Ma’ruuf bi-Mulhaan
Burhaanul Kuramaa’ Ghawtsul Anaam
Yaa Shaahibaz Zaman Sayyidanaa Mahdi Alaihis Salaam 
wa yaa Shahibal `Unshur Sayyidanaa Khidr Alaihis Salaam

Yaa Budalla
Yaa Nujaba
Yaa Nuqaba
Yaa Awtad
Yaa Akhyar
Yaa A’Immatal Arba’a
Yaa Malaaikatu fi samaawaati wal ardh
Yaa Awliya Allaah
Yaa Saadaat an-Naqsybandi

Rijaalallaah a’inunna bi’aunillaah waquunuu ‘awnallana bi-Llah, ahsa nahdha bi-fadhlillah .
Al-Faatihah













































Mawlana Shaykh Qabbani

www.nurmuhammad.com |

 As-Sayed Nurjan MirAhmadi

 

 

 
NEW info Kunjungan Syekh Hisyam Kabbani ke Indonesia

More Mawlana's Visitting











Durood / Salawat Shareef Collection

More...
Attach...
Audio...
Info...
Academy...
أفضل الصلوات على سيد السادات للنبهاني.doc.rar (Download Afdhal Al Shalawat ala Sayyid Al Saadah)
كنوز الاسرار فى الصلاة على النبي المختار وعلى آله الأبرار.rar (Download Kunuz Al Asror)
كيفية الوصول لرؤية سيدنا الرسول محمد صلى الله عليه وسلم (Download Kaifiyyah Al Wushul li ru'yah Al Rasul)
Download Dalail Khayrat in pdf





















C E R M I N * R A H S A * E L I N G * W A S P A D A

Rabu, 30 Januari 2008

HUWA (DIA)

Bismillah

Alhamdulillah ... Astaghfirullah ... Shollallah Ala Muhammad
Huwa : Dia adalah merupaka Salah satu nama Allah yang merupakan nama yang disenangi para ahli mistikus. Bahkan penerapannya dapet kita jumpai dalam ritus - ritus tarekat di jawa dan olah kebatinan islam kejawen yang menggunakan Huu (Dari Huwa, yang dalam membacany wawunya di waqofkan) sebagai meditasi tarik keluar nafas yang biasa disebut pengamalan sholat daim. (Tarik nafas Huu , Buang Nafas Allah; ada juga Tarik Nafas Yaa, Simpan Nafas Allah , Buang Nafas Huu; dan berbagai kombinasi ayang menyertakan Huu ). Huwa adalah Dia. Nama yang bisa dikatakan universal. Sedangkan Allah adalah nama yang dikenalkan Allah SWT di Alqur'an. Nama yang mencakup nama pengesaan/peneguhan. Dimana 99 asma Allah yang lain terangkum dalam nama Allah. Huwa adalah nama Allah dalam entitas Dia dalam Alam Ahadiyat. Yaitu Alam yang piningit. Alam Suwung . Alam dimana Hanya Allah yang ada. Sehingga dikatakan 'Dia'. Yaitu dia yang belom bernama apapun. Masih belum tersentuh keberadaan-nya/ Dzatnya. Dia adalah nama dimana Nama itu merupakan realitas yang dituju oleh para pecinta sejati. Nama itu adalah nama yang berada di alam sangkan paraning dumadi. alam dimana yang tiada meminta kepada Dia untuk diadakan. Yang pada akhirnya segala sesuatu yang dikatakan ada akan meminta untuk ditiadakan kembali. Kembali dalam realitas yang hampa dan sunyi dimana Hanya Dia yang ada. Dikisahkan dari kitab asmaul husna karya alqusyairi bahwa ada seorang sufi menjumpai seorang sufi yang lain yang nampaknya sedang majdzub (mengalami kegilaaan ilahiah/ ekstase spiritual sehingga 'lupa ingatan' karena mabuk cinta pada Allah). Dari bibir sang sufi yang sedang majdzub hanya terkatakan Huwa ... Huwa... Huwa.. Maka sang sufi yang sedang lewat itu menjumpai sang sufi yang sedang majdzub tadi. Namamu siapa? Di jawab Huwa.
Siapa Nama Ayahmu. Punya keluarga ? Di jawab Huwa. Tempat tinggalmu? di jawab Huwa. Apa maksudmu Huwa? Di jawab Huwa.Pokoknya setiap pertanyaan selalu di jawab Huwa.
Akhirnya ditanyakan apa yang kamu maksud Huwa tadi itu Allah? Mendengar ini sang sufi yang selalu menjawab Huwa tadi menjerit dalam kerinduan yang dalam dan makin keras Huwa nya lalu rubuh tak bernyawa. Ternyata mendengar nama Allah kerinduannya makin memuncak. Sehingga di dorong kerinduan yang dalam ruhnya bersuka ria menuju Alam Huwa.
Tujuan para pencari sejati
Alhamdulillah ... Astaghfirullah ... Shollallah Ala Muhammad

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

'Islamnya ' Orang Jawa

Bismillah...
Alhamdulillah ... Astaghfirullah .... Shollallah ala Muhammad
Secara pakem dalam tasawuf sunni (tasawuf yang merujuk pada AlGhozali dan Imam Junayd)
tangga dalam islam dikenal ada 4 : yaitu syari'at , tarekat, hakikat dan makrifat.
Dilakukan secara berurut dan merupakan satu kesatuan yang utuh.
atu bundle tak terpisah. batal satu batal semuanya.
Dalam tasawuf islami/ tasawuf falsafi (merujuk pada Ibnu Arobi dan AlHallaj )sebenarnya juga 4 itu menjadi hal yang satu. urutannya juga sama. hanya saja di tasawuf falsafi
penekanan terhadap pemahaman nur muhammad menjadi sentral. Sebenarnya tarekat - tarekat
yang ada bisa disebut kombinasi dari kedua tasawuf ini. Disebutkan bahwasnya tarekat
menurunkan ilmu tarekatnya berupa dzikir/dzikir atau latihan- latihan yang harus di jalani murid dan menurunkan kunci tarekatnya berupa pengertian hakekat yang dalam dan
pengetahuan makrifat yang lebih spesifik yang biasanya terkait dengan pengamalan nur muhammad. Biasanya secara awal latihan/latihan meditasi yang di pusatkan di lathifah-lathifah. (titik - titik tubuh gerbang ke rasa/dalaman/ batin diri, beda dengan cakra yang merupakan gerbang ke energi alam semesta; kalo cakra semakin jauh posisi di atas cakra mahkota semakin ilahi) . Yang merupakan cloning murni dari tasawuf sunni adalah tarekat alawiyah yang merupakan tarekatnya para sadah alawiyyin (keturunan dari keturunan nabi saw dari jalur sayyid alwi bin ubaidillah bin ahmad almuhajir bin isa hadromi , yaman).
Yang merupakan paduan tarekat alghozali dan tarekat syadzili. Di indonesia tarekat ini menyebar melalui wali songo. Sedangkan konon secara jelas tasawuf falsafi di bawa
syekh siti jenar ke jawa menjadi ajaran islam kejawen yaitu manunggaling kawulo gusti. Sedangkan dilihat dari tata cara meditasi di islam kejawen mirip sekali dengan
tarekat naqsbandi dan tarekat syatariah. Besar kemungkinan juga ajaran islam kejawen
di pengaruhi dua tarekat ini. Penyebarannya bisa melalui syeh siti jenar. Atau barang kali ada beberapa dari 'kelompok' wali songo yang mengajarkan. Tapi yang jelas di jawa wali songo mengajarkan tarekat alawiyah yang di padu dengan 'kebudayaan manusia jawa' setempat. Besar kemungkinan dua hal itu malah salaing lengkap melengkapi.
Jika kita lihat lebih ke dalam pada islam kejawen , sebenarnya mengakui 4 tangga secara jelas yaitu syariat , tarekat , hakekat dan makrifat. Ini terungkap dari suluk sukma lelana dari pujangga besar Ronggo Warsito. Tapi ternyata ada hal yang membedakan dari pakem yang sebenarnya. Yaitu urutannya terbalik. Bukan dari syariat dulu kemudian menaik. Tapi bisa dari makrifat (sebagian) - hakekat - syariat - makrifat (full). Karena banyak dikisahkan banyak orang jawa yang rajin solat justru dari urutan yang terbalik tadi. Setelah tau makrifat yang sebagian Dikatakan sebagian karena orang jawa dengan kebudayaan batin yang tinggi malah mengalami mukasyafah sebagian yaitu bisa melihat alam bawah sadar , melihat aura, membaca hati dan pikiran orang dengan laku 'mulia' yang di lakoninya berdasar falsafah / kebudayaan batin asli jawa yang adi luhung. Ini terwujud ketika orang jawa tulen solat betul - betul tumbuh dari makrifat apa yang ia syahadatkan, ia weruh / makrifat terhadap sholat syariat yaitu peningkatan dari eling (sholat daim). Tau urgensitasnya/hakekatnya kenapa harus solat dan memahami betul cara untuk sholat yang baik kemudian ketika menjalani sholat secara syariat betul - betul tumbuh dati kebeningan rasa dan pikir. Lahir batin. Ketika itulah ia bermakrifat terhadap Allah dengan sebenar-benarnya. Tau yang dilakukan lahirnya karena kehendak batinnya. Dalam suluk2 terlihat syekh siti jenar, ki ageng pengging dan sunan panggung dan murid2nya yang kemudian di pengaruhi juga menjadi murid sunan kalijaga pad akhirnya , mengkritik ahli syareat yang hanya tau kulit tanpa tau isinya. Karena konon pewaris2 dari murid2 mereka juga menjalani disiplin syariat yang ketat. Hanya saja urutannya terbalik. Mereka benar- benar baru bisa menjalankan syariat jika lahir dari kehendak yang palin dalam. Sehingga banyak cerita , banyak orang jawa tulen jika sudah menjalani syariat malah betul - betul bisa total. Dan banyak juga murid tarekat yang berasal dari jawa tulen setelah masuk ke tarekat malah lebih cepat 'lulus'. karena sudah terbantu dengan latihan jiwa menurut falsafah jawa. Malah banyak juga bahkan banyak sekali yang sedari kecil sudah kenyang melihat tulisan-tulisan arab tidak paham-paham juga, Sehingga sulit melewati kelulusan tarekat. Mereka tidak paham tarekat adalah sekolah untuk mencuci jiwa. banyak malah dari mereka yang belajar untuk agar sakti untuk mendapat karomah atau untuk menjadi wali, Padahal bukan itu tujuannya. Bahkan Habib Luthfi ketua JATMAN (organisasi tarekat nu'tabarah di bawah nu) berulang kali menjelaskan bahwa tarekat adalah sekolahan untuk membersihkan jiwa. Sehingga disiplin2 dzikir bertujuan mencuci jiwa dan menggantikannya dengan kalimat tauhid dan ismu dzat. Penisbatan dan Penafi'an yaitu pengukuhan dan peniadaan. Bukan untuk tujuan yang lain sebagai tangga untuk menapak tahap selanjutnya. MSH, Khalifah haqqani, juga menjelaskan bahwa tarekat merupakan disiplin jiwa untuk tahap ihsan. Jadi jawa yang tulen dalam kepemahaman islam kejawen adalah mengerti terhadap apa yang diperbuatnya. Tau lahir batin terhadap apa yang telah di syahadatkan. Ada kisah pada waktu dulu seorang kejawen datang ke seorang mursyid kamil mukammil tarekat naqsbandi kholidiyah di suatu daerah kajen, pati untuk menguji kedalaman ilmu sang mursyid. Maka sang mursyid berkata pada tamunya kalo sampeyan memang benar makrifat coba ceritakan pada saya proses biji tumbuhan sampai berbuah secara komplit meliputi apa kebutuhan bagaimana proses tumbuhnya. Dijawab sang penguji lah saya kan gak belajar ilmu tumbuh2an. kalo anak saya yang di sd yah belajar. namanya ipa atau apa saya juga gak dong. saya kan orang kuno. gak tau gituan. wong gak sekolah kok. Sang mursyid menjawab yah sama, saya juga gak sekolah. dari kecil mesantren. belajar kitab kuning dan menghafal qur'an. gak belajar ilmu gituan. lah sampeyan kan ngaku makrifat tentunya tau dong. makrifat kan tau tanpa belajar. tau tanpa ada yang memberitahu. taunya tanpa sarana atau ilmu. Balik sang penguji tanya. kalo menurut sampeyan gmn jawaban yang sampeyan tanyakan. Akhirnya sang mursyid menjawab ..bla..bla...bla..jawabannya komplit banget. hehehe...samapi kholofil dan khloroplas tau..melebihi taunya ahli botani. Akhirnya sang penguji mengakui kedalaman sang mursyid ini malah minta dibai'at. Hebatnya sang penguji yang kemudian menjadi murid ini datangnya cuman sekali dua kali tapi oleh sang mursyid dinyatakan lulus. Artinya apa? jika orang sudah bagus lakunya dan sempurna tekadnya untuk mencari kebenaran maka mudah untuk dibentuk dan belajarnya juga cepat. Alhasil maksud uraian ini adalah marilah beragama lebih baik lagi, berspiritual lebih baik lagi. Lahir batin sama. Lahir tumsusing batin. Mari...
Alhamdulillah ... Astaghfirullah .... Shollallah ala Muhammad

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

SEMAR DALAM KALIGRAFI

Bismillah
Alhamdulillah... Astaghfirullah ... Shollallah ala muhammad
Kaligrafi itu tergantung di rumah kost teman .
Kaligrafi ayat kursi berbentuk semar yang di lukiskan di atas media kulit dengan lingkaran hitam yang melingkupi ayat kursi berbentuk semar dengan posisi jari telunjuk bersyahadah 'mengganggu' sekali di pikirku maka tergerak untuk memberi nadzornya.
* Pertama mengenai lingkaran berwarna hitam yang akan di nadzor.
Warna hitam disini simbol dari akhfa / the most hidden . Sesuai dengan arti lakon
wayangnya : semar : Semar diambil dari kata samar (tidak terang / gelap). Dalam
terminologi sufistik akhfa ini adalah realitas yang paling hakiki dimana sudah
tidak dikenal lagi ruang dan waktu. Disinilah segala rahasia berada. Disinilah hal
- hal yang 'ginaib' berada. Empat pepesten (takdir) yaitu mati hidup jodoh dan
rezeki berada disini . Sehingga disebut juga baitul muharrom ('rumah larangan').
Dalam bahasa jawa disebut 'rasa sejati'. Sehingga ditempat inilah rahasia diri kita
yang sejati.Dikatakan segala bentuk niat kita hanya kita dan Allah yang tau maka
maknanya merujuk pada tempat ini. Juga di katakan bahwa 'Berdo'alah kepadaku ,
Niscaya Aku kabulkan' juga merujuk pada baitul Muharrom ini. Di rumah ini terjaga
panah - panah api yang akan menghanguskan segala lelembut/jin yang berusaha
mengintip. Jadi tempat2 ini betul2 'privat'. Tempat ini / rasa sejati ini memiliki
sifat 'kayu'/ hidup dan qodim /kekal. Hidup karena ketitipan Hidupnya Gusti Allah
SWT dan qodim karena di qodimkan oleh Allah. Sifat hidup mutlak dan qodim mutlak
hanya milik Gusti Allah SWT.
* Kedua mengenai lukisan ayat kursi yang membentuk lukisan semar. Semar di lukiskan
berperawakan tambun dengan jari telunjuk bersyahadah. Ayat kursi sendiri bermakna
'kekuasaan' atau 'tempat kedudukan'. Ayat kursi dalam dunia hikmah dapat digunakan
untuk membakar 'syetan'. Jadi semar / samar dan ayat kursi menguatkan sifat
lingkaran hitam yang 'ginaib' dan 'kekuasaan Allah ' yang abadi. Dalam dunia wayang
dikenal kredo 'Semar ngejo wantah' artinya semar mengeja wantah atau menjelma.
Senada dengan kredo ini adalah tik kullah (titik/titis Allah), Kun kunung - kunung
kumasalah (pancaran cahaya yang amat terang di alam ketuhanan), nur sari marang
(inti cahaya yang menjelma ke bumi).
Bukan berarti ada wujud dalam bentuk semar dari langit lalu turun ke bumi . bukan
itu maksudnya. Maksudnya bahwa manusia ketitipan
rasa sejati yang senantiasa berada dalam 'Kekuasaan Allah' secara mutlak. Dengan
hal ini pulalah manusia di jadikan khalifah di muka bumi. Dan jika mulut manusia
menjadi 'mulut Allah' , mendengar dengan 'pendengaran Allah' , melihat dengan
'penglihatan Allah' , kedua tangannya 'Tangan Allah' maka di rasa sejati yang
samar inilah tajalli-Nya/manifestasi-Nya. Semar dilukiskan tambun. Ini melambang
kan bahwa rasa sejati bersifat 'sentosa', 'kenyang' tak butuh makan. terjaga tidak
tidur. Telunjuk bermusyahadah adalah bahwa rasa sejati ini hendaknya dilahirkan/
dimusyahadahkan. Sehingga dikatakan yang batin telah disyahadahkan/di tampakkan.
Lahir batin hendaknya sama. Manusia harus jujur lahir batin untuk meraih keutamaan.
Apa yang tersirat sama dengan apa yang tersurat.
* ketiga. lukisan itu dilukis di media kulit bulu. Tidak di media yang lain
seperti kain atau yang lain. Ini mengandung maksud pada kulit dan bulu manusia.
Maksudnya pada jasad manusia inilah ketitipan oleh Allah rahasia yang agung /
rasa sejati ini. Dengan jasad berwujud manusia inilah manusia menjadi khalifah
di muka bumi. Jadi lahir batin manusia adalah sempurna. Inilah yang disebut
manusia diciptakan dengan bentuk yang paling sempurna. Dikatakan manusia
yang melalaikan titipan Allah nanti tidak akan disiksa dalam wujud 'manusia'.
Manusia yang lebih rendah dari binatang akan disiksa dalam wujud 'kebinatangannya'.
Yang rakus seperi babi akan disiksa seperti babi. uang seperti anjing suka
menggonggong dan menggigit akan disiksa dalam wujud anjing. yang hidupnya hanya
menuruti syahwat seperti binatang ternak juga akan disiksa dalam wujud binatang
ternak. sebabnya karena manusia melalaikan titipan yang agung berupa rasa sejati
dan jasad yang begitu dimuliakan oleh Allah. Untuk mengoperasikan secara benar
titipan jasad ini manusia dikaruniai akal. Sedangkan diberi nafsu sebagai cobaan
'hidup' untuk dikendalikan kea arah jalan utama agar manusia tampak elok dan
sempurna. selesai nadzornya.
Alhamdulillah... Astaghfirullah ... Shollallah ala muhammad

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Kamis, 24 Januari 2008

Mas Parman Mencari Tuhan

Mas Parman Mencari Tuhan
* M Dawam Rahardjo *

"Ada yang aku lupa laporkan padamu, Yon," kata Mas Ihsan padaku, "ketika aku bertemu dengan Mas Parman."

"Wah, apa yang lupa, Mas?" tukasku menanyakan soal yang kelihatannya sangat penting. "Aku sempat bertanya begini," jelas Mas Ihsan padaku. "Apakah Mas sekarang sudah percaya dengan adanya Tuhan?"

Lalu, Mas Parman menjawab, "Loh, aku selama ini, sejak tidak percaya kepada Tuhan, tidak mencari-cari lagi. Sebab, apa saja yang telah aku temukan sebelumnya, pasti bukan Tuhan. Kalaupun ada, itu pun Tuhan ciptaan manusia. Tapi, mengapa tiba-tiba saja, kau menanyakan hal itu, San?" Mas Parman balik bertanya kepadaku.

"Kita kan sama-sama tahu, jika seseorang ingin bertemu dengan Tuhan, lakukanlah dengan amal saleh. Menurut hematku, sekalipun orang itu sudah atheis sejak awalnya, jika perbuatannya itu baik, ia akan menemukan Tuhan melalui pintu hidayah."

"Oh, begitu."

"Saya punya permintaan kepada Mas Parman, sebagai saudara tua yang paling kami cintai dan sayangi."

"Apa permintaanmu itu?"

"Begini Mas, tetapi jangan tersinggung kalau memang selama ini Mas Parman tidak lagi bermaksud mencari Tuhan, bagaimana jika waktu masuk masa pensiun, Sampeyan sekarang ini terus mempertahankan budi pekerti luhur sebagai jembatan untuk memperoleh penjelasan mengenai Tuhan. Jadi, Mas Parman mencari Tuhan atas permintaan saya dan demi seluruh saudara-saudara kita."

"Lalu, bagaimana hasilnya?" tanyaku tak sabar ingin mengetahui reaksi yang ditunjukkan Mas Parman.

"Alhamdulillah, Yon, Mas Parman mau. Tetapi, dia memerlukan bantuanku. Dia ingin mencari dan menemukan Tuhan melalui proses dialog denganku."

"Memang Sampeyan berdua itu paling akur, akrab, dan cocok pula. Kalau aku tidak sanggup, sebagaimana Sampeyan juga tahu, aku orangnya tidak sabar. Sebaliknya, Sampeyan, Mas Ihsan, memang telaten. Kemudian, apa saja yang sudah Sampeyan berdua lakukan dan bisa diceritakan padaku, Mas?" aku terus mengejar lantaran makin penasaran.

"Ya, pertama-tama aku mengajaknya sowan ke Gus Dur. Sebelum sowan, aku pertemukan Mas Parman dengan KH Agus Miftah, seorang kiai pengembara yang belajar di pelbagai pesantren, persis seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim."

"Apa yang Sampeyan dan Mas Parman dapatkan dari kiai itu?"

Ia bilang seperti ini:

"Wah, kalau sampeyan-sampeyan tanya tentang eksistensi Tuhan padaku, aku belum tahu jawabannya. Mari kita sowan ke Gus Dur dulu dan menanyakan pertanyaan ini kepadanya."

Ketika kami bertemu dengan Gus Dur, Kiai Agus bertanya kepada sang kiai yang sering dijuluki sebagai wali itu, "Kami ingin tanya, Gus..."

"Apa pertanyaanmu itu? Pasti aku kesulitan menjawabnya, sebab kamu ini kiai NU yang mbeling."

"Gus, sebetulnya Tuhan itu ada atau tidak ada, sih?"

"Oh, kalau pertanyaan itu, gampang saja menjawabnya."

"Apa jawabannya, Gus?"

"Ya, kalau orang percaya pada Tuhan, Tuhan ada. Tetapi kalau orang itu tidak percaya Tuhan, ya Tuhan tidak ada," jawab Gus Dur tidak mau repot.

Namun, seusai sowan dengan Gus Dur dan berpisah dengan Kiai Agus, Mas Parman berujar, "Saya kira, saya setuju dengan pendapat Gus Dur, kendati pendapat saya tetap berbeda dengan pandangan Gus Dur itu. Menurut saya, Tuhan itu tidak ada, karena itu tidak usah dicari-cari."

Setelah itulah aku menegaskan kembali maksud utamaku kepada Mas Parman sambil mengungkapkan pikiranku, "Kalau aku sendiri," demikian aku berkata pada Mas Parman, "sejalan dengan kedua pandangan Kiai Agus Miftah dan Gus Dur, karena itulah, lagi-lagi, kami saudara-saudara Sampeyan, memohon agar Mas Parman memenuhi permintaan kami."

Selang beberapa hari kemudian, kami menerima undangan untuk menghadiri Majelis Pengajian Tauhid Wahdatul Ummah. Pengajian itu dilaksanakan di Simprug, rumah Kiai Agus Miftah. Di rumah itu, pengajian dilaksanakan di tepi kolam renang dengan udara terbuka. Kebetulan, waktu itu muncul bulan sabit di sela-sela pohon kelapa. Suasananya memang indah, hanya saja dingin. Yang cukup menarik lagi, ternyata pengajian tersebut dihadiri orang-orang dan tokoh-tokoh lintas agama. Tentu saja, pembicaranya tidak hanya ulama-ulama, tetapi juga pendeta dan romo-romo. Pesertanya bisa beragam dan hampir dari semua kalangan. Karena itu, pengajiannya lebih berbentuk diskusi yang bersifat dialog kritis. Acara presentasi yang biasanya dilakukan paling sedikit oleh dua orang dan didahului dengan uraian dari Kiai Agus Miftah. Tak dapat disangkal, kiai itu luas sekali pengetahuannya, tidak saja mengenai Islam tetapi agama-agama lain juga. Dalam ceramah yang kami hadiri itu, Kiai Agus mencoba menjawab pertanyaan kami, yaitu apakah Tuhan itu ada? Sesuai dengan jawaban Gus Dur, Kiai Agus Miftah juga berpendapat bahwa hal itu sesuai dengan orang yang bertanya. Apabila orang itu percaya, ya Tuhan ada, jika tidak, ya Tuhan tidak ada. Kemudian Kiai Agus menguraikan selintas sejarah Tuhan, seperti halnya dilakukan oleh Karen Amstrong.

Ia mengawali keterangannya seperti ini: "Sebagian manusia memang percaya dengan adanya Tuhan. Masalahnya, mereka tidak mampu memberikan argumen yang memadai tentang adanya Tuhan. Ilmu pengetahuan yang ilmiah telah gagal. Dengan kata lain, Tuhan memang tidak dapat dicari dengan ilmu pengetahuan, tetapi dengan pengalaman kebatinan. Menyelami pengalaman mencari Tuhan merupakan laku seorang sufi. Sebagian dari mereka merasa telah menemukan Tuhan. Misalnya, Al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, Ibn 'Arabi, dan sebagainya. Namun, permasalahan asal dari semua itu akan selalu berbenturan dengan adagium dasar. Yakni, Tuhan yang ditemukan oleh siapa pun adalah bukan Tuhan. Tuhan hanya bisa ditemukan di akhirat kelak. Itu pun kita tidak bisa tahu dan memastikannya. Dari pengalaman mencari Tuhan itu, kita dapat menyimpulkan bahwa Tuhan yang kita percaya selama ini adalah Tuhan buatan manusia."

Di tengah-tengah paparan Kiai Agus, Mas Parman berbisik kepadaku, "Makanya aku tidak memercayai Tuhan yang digambarkan oleh manusia, kalaupun harus percaya, aku hanya percaya kepada Tuhan yang diinformasikan oleh Tuhan sendiri. Tetapi, kalau boleh tanya, dari mana informasi ihwal Tuhan dapat diperoleh, apakah dari Alquran?"

"Ya memang tidak," jawabku. Aku pun lantas menambahkan, "Kita bisa mendapatkan informasi tentang Tuhan dari semua Kitab Suci, bahkan juga penjelasan dari para filsuf dan sufi. Akan tetapi, informasi yang tetap autentik pasti dari Kitab Suci, bukan filsafat. Karena, lagi-lagi semua yang dideskripsikan oleh filsuf atau seorang sufi sekalipun, itu adalah Tuhan ciptaan manusia atau yang dipersepsikan oleh manusia. Akibatnya, deskripsi tentang Tuhan berbeda-beda. Antara lain, Tuhan menurut orang Islam: Allah, orang Kristen: Tri-Tunggal, Sang Bapak, Sang Anak, dan Roh Kudus, yang merupakan three in one. Di sisi lain, Tuhan menurut orang Yahudi sering disebut Yahweh. Jadi, Mas Parman, masalahnya tetap soal kepercayaan."

"Demikianlah diskusi antara aku dan Mas Parman di sela-sela pengajian Kiai Agus Miftah. Kemudian kami terus mendengarkan dengan khidmat ceramahnya," ungkap Mas Ihsan.

"Yon," Mas Ihsan mencoba memberikan pengertian padaku, "Itulah sebabnya kita mesti dapat memahami sikap Mas Parman yang selama ini menyimpulkan bahwa Tuhan tidak ada, namun akhir-akhir ini dia mulai berusaha mencari-Nya. Tak pelak, yang dilakukan Mas Parman itu tidak berbeda sama sekali dengan laku para sufi, yaitu mencari Tuhan dengan pengalaman batin. Pada prinsipnya, Tuhan memang bisa dicari dengan pelbagai cara. Kita sendiri meyakini seseorang yang mampu menemukan Tuhan, semata-mata berkat hidayah-Nya. Untuk bisa memperoleh hidayah, kita harus beribadah. Menurut Kiai Agus konsep ketuhanan Islam itu berasal dari konsep Yahweh. Keduanya, Islam dan Yahudi, menyebut Tuhan itu sebagai Baal. Sedangkan simbol ketuhanan dalam Islam sendiri adalah Kakbah, yang di dalamnya terdapat Hajar Aswad. Konsep itu sejatinya mengikuti simbol ketuhanan Yahudi, yang disebut rock of the doom. Bagi kami, orang Islam, Tuhan Yahudi, dan Tuhan orang Islam pada hakikatnya sama. Tetapi, sebagian ulama memberikan tafsiran bahwa Tuhan Yahudi itu merupakan Tuhan yang keras, sedangkan Tuhan orang Kristen adalah Tuhan yang Pengasih, dan Islam sendiri menyebut Tuhan sebagai Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Karena itu, Tuhan dalam Islam menyempurnakan konsep-konsep Tuhan sebelumnya, terutama Tuhan orang Kristen dan Yahudi."

Kemudian, aku mengajukan pertanyaan lebih lanjut pada Mas Ihsan, yang setelah lulus dari Pabelan memang berhasil menjadi seorang teolog Muslim. Aku sendiri malah menjadi seorang petani-pengusaha, karena aku memasuki Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta, setelah lulus dari Pesantren Al-Islam, "Bagaimana hasil yang dicapai para sufi itu?" Mas Ihsan menjawab, "Beberapa orang sufi merasa telah menemukan Tuhan. Al-Hallaj merasa menemukan Tuhan setelah mengalami hulul, atau persatuan dengan Tuhan, sehingga dia mengeluarkan pernyataan ana al-haq (aku adalah Tuhan). Banyak kesalahpahaman terhadap perkataan Al-Hallaj itu, yang menyebabkan Al-Hallaj akhirnya dihukum mati. Padahal, yang dimaksud oleh Al-Hallaj sebenarnya menurut pendapatku, ia telah menemukan Tuhan dalam dirinya sendiri, yang selama ini memang sangat dekat, karena teramat rajin dan khusyuknya Al-Hallaj dalam beribadah. Tuhan sedekat urat lehernya. Hemat saya, pada waktu itu Al-Hallaj memperoleh hidayah dan diberikan pengertian yang terang tentang Tuhan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Jalaluddin Rumi. Ia akhirnya mampu bercerita bahwa selama ini ia merasa berada di kamar gelap. Lalu ia dengan sekuat tenaga mencari tahu. Namun, ternyata hampa dan tidak menemukan apa-apa dalam kamar gelap itu. Artinya, usaha mencari Tuhan itu tidak perlu. Karena Ia sudah ada dalam diri seseorang yang dapat dirasakan lewat pengalaman batin, melalui kesadaran rohani."(...pengalaman sufistik Ibn Arabi mencari Tuhan...)

"Oh, begitu," gumamku.

"Pengalaman rohani yang dilalui Mas Parman," begitulah Mas Ihsan mencoba mengaitkan pencarian Tuhan Mas Parman dengan laku para sufi, mulai tumbuh persis seusai mengikuti ceramah dan diskusi bersama majelis pengajian Kiai Agus Miftah. Mas Parman langsung berkomentar di dalam mobil:

"Wah, ini memang pengajian yang hebat. Selama ini saya tidak pernah mengalami pengajian yang menarik seperti ini. Saya kagum dengan Kiai Agus Miftah yang menyampaikan pandangannya melalui proses diskusi dengan pendengar yang kritis dan beranekaragam pendapatnya. Dengan begitu, respons dari para peserta pengajian sangat penting artinya. Maka itu, kalau saya, lain kali diundang lagi, saya mau menghadirinya."

Alhamdulillah dengan respons Mas Parman itu, aku pun jadi turut belajar banyak.

"Dik," sahut Mas Parman lagi, "terus terang saya bangga karena memiliki adik seperti kamu. Tanpa kamu saya tidak akan pernah bisa belajar seperti ini."

"Kalau begitu, berilah aku kesempatan untuk terus mendampingi Sampeyan, Mas. Aku juga masih perlu banyak belajar dari Mas Parman yang bijaksana ini."

sumber : http://jhonskb.multiply.com/reviews

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Kepala Ikan untuk Sang Nelayan

Seorang nelayan salih di Tunisia tinggal di sebuah gubuk yang sederhana dari tanah liat. Setiap hari ia melayarkan perahunya untuk menangkap ikan. Setiap hari, ia terbiasa menyerahkan seluruh hasil tangkapannya pada orang-orang miskin dan hanya menyisakan sepotong kepala ikan untuk ia rebus sebagai makan malamnya.

Nelayan itu lalu berguru kepada syaikh besar sufi, Ibn Arabi. Seiring dengan berlalunya waktu, ia pun menjadi seorang syaikh seperti gurunya.

Suatu saat, salah seorang murid sang nelayan akan mengadakan perjalanan ke Spanyol. Nelayan itu memintanya untuk mengunjungi Syaikhul Akbar, Ibn Arabi. Nelayan itu berpesan agar dimintakan nasihat bagi dirinya. Ia merasakan kebuntuan dalam jiwanya.

Pergilah murid itu ke kota kediaman Ibn Arabi. Kepada penduduk setempat, ia menanyakan tempat tinggal sang syaikh. Orang-orang menunjukkan kepadanya sebuah puri indah bagai istana yang berdiri di puncak suatu bukit. “Itulah rumah Syaikh,” ujar mereka.

Murid itu amat terkejut. Ia berfikir betapa amat duniawinya Ibn Arabi dibandingkan dengan gurunya sendiri, yang tak lebih dari seorang nelayan sederhana.

Dengan penuh keraguan, ia pun pergi mengunjungi rumah mewah yang ditunjukkan. Sepanjang perjalanan ia melewati ladang-ladang yang subur, jalanan yang bersih, dan kumpulan sapi, domba, dan kambing. Setiap kali ia bertanya kepada orang yang dijumpainya, selalu ia memperoleh jawaban bahwa pemilik dari semua ladang, lahan, dan ternak itu tak lain ialah Ibn Arabi. Tak henti-hentinya ia bertanya kepada diri sendiri, bagaimana mungkin seorang materialistik seperti itu boleh menjadi seorang guru sufi.

Ketika tiba ia di puri tersebut, apa yang paling ditakutinya terbukti. Kekayaan dan kemewahan yang disaksikannya di rumah sang syaikh tak pernah ia bayangkan, bahkan dalam mimpinya. Dinding rumah itu terbuat dari marmer, seluruh permukaan lantainya ditutupi oleh karpet-karpet mahal. Para pelayannya mengenakan pakaian dari sutra. Baju mereka lebih indah dari apa yang dipakai oleh orang terkaya di kampung halamannya.

Murid itu meminta untuk bertemu dengan sang syaikh. Pelayan menjawab bahwa Syaikh Ibn Arabi sedang mengunjungi khalifah dan akan segera kembali. Tak lama kemudian, ia menyaksikan sebuah arak-arakan mendekati puri tersebut. Pertama muncul pasukan pengawal kehormatan yang terdiri dari tentara khalifah, lengkap dengan perisai dan senjata yang berkilauan, mengendarai kuda-kuda arabia yang gagah. Lalu muncullah Ibn Arabi dengan pakaian sutra yang teramat indah, lengkap dengan surban yang lazim dipakai para sultan.

Si murid lalu dibawa menghadap Ibn Arabi. Para pelayan yang terdiri dari para pemuda tampan dan gadis cantik membawakan kue-kue dan minuman. Murid itu pun menyampaikan pesan dari gurunya. Ia menjadi tambah terkejut dan geram ketika Ibn Arabi mengatakan kepadanya, “Katakanlah pada gurumu, masalahnya adalah ia masih terlalu terikat kepada dunia.”

Tatkala murid itu kembali ke kampungnya, guru nelayan itu dengan antusias menanyakan apakah ia sempat bertemu dengan syaikh besar itu. Dipenuhi keraguan, murid itu mengaku bahwa ia memang telah menemuinya. “Lalu,” tanya nelayan itu, “apakah ia menitipkan kepadamu suatu nasihat bagiku?”

Pada awalnya, si murid enggan mengulangi nasihat dari Ibn Arabi. Ia merasa amat tak pantas mengingat betapa berkecukupannya ia lihat kehidupan Ibn Arabi dan betapa berkekurangannya kehidupan gurunya sendiri.

Namun karena guru itu terus memaksanya, akhirnya murid itu pun bercerita tentang apa yang dikatakan oleh Ibn Arabi. Mendengar itu semua, nelayan itu berurai air mata. Muridnya tambah kehairanan, bagaimana mungkin Ibn Arabi yang hidup sedemikian mewah, berani menasihati gurunya bahwa ia terlalu terikat kepada dunia.

“Dia benar,” jawab sang nelayan, “ia benar-benar tak peduli dengan semua yang ada padanya. Sedangkan aku, setiap malam ketika aku menyantap kepala ikan, selalu aku berharap seandainya saja itu seekor ikan yang utuh.


sumber : http://syafii.wordpress.com/2007/04/02/kepala-ikan-untuk-sang-nelayan/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

TELAGA HIKMAH (1)

Bismillah
Alhamdulillah Astaghfirullah Shollallah Ala Muhammad
* Kisah di nkil dari sebuah buku *** dengan redaksi secukupnya :D :D :D
Pernah terjadi dialog seorang bijaksana dengan salah seorang cantriknya
di pelataran padepokan :
Murid :
Wahai yang tercerahkan, kenapa do'a ulun gak pernah kabul?
Kalo malam menggelayut, ketika orang sudah terpulas tidurnya
Hamba bersimpuh di hadapan-Nya
Minta dengan sangat kabulnya do'a ulun
Kalo siang kuayunkan kaki
Menggapai harapan
Sampai keringat ini mengkristal
Menunggu datangnya kabulnya do'a
Tapi tak pernah datang
Dimana keadilan itu Guru?

Guru :
Wahai Muridku
Jika kujawab mengapa do'amu gak terkabul
Engkau akan menganggap menipumu
Jangan menuntut padaku
Aku adalah Guru
Tak berharap imbalan apapun
Dari yang kuajarkan
Imbalan darimu bagiku
Kau Pahami dan kau amalkan yang kuajarkan padamu
Aku hanya akan berkisah
Dengarkanlah dan resapi
Begini Kisahnya :


************
Ada kisah tentang Nabi Isa Alaihis Salam dengan seorang muridnya
Telah diketahui bahwa N. Isa AS ini berjuluk 'Ruhullah'
Penguasa Maqom 'Ruh'
Penguasa Warna Merah (Dalam terminologi tarekat)
Mempunyai Mu'jizat dapat menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati
Beliau mempunyai 'kalimat yang agung'
Ismu Al A'dhom
yang jika di panjatkan pada Tuhan pemguasa Alam Semesta
Maka akan hiduplah yang mati
Maka ada murid yang penasaran dengan kalimat ini
Meminta untuk diajarkan kalimat ini
Tiada hari tanpa dia minta dijarkan kalimat itu
Mengiba
Bersimpuh
Tiada ingin makan dan minum
Yang dia tau dia harus dapat pengajaran kalimat itu
Maka Nabi Isa AS mengajarkan dengan syarat pergunakanlah secara bijaksana
Jika tidak kau akan menyesal selamanya
ibarat gelas retak kau isi air panas
Maka mendapat pengajaran murid itu
tentang 'kalimat yang agung'
yang mampu menghidupkan yang mati
dengan bersuka ria sang murid menerima pengajaran itu
Bagai tumbuh sayap di kedua bahunya
Tak lama setelah itu dia ada keperluan
Maka pergilah sang murid itu
Kebetulan ia lewat sebuah 'gurun'
Maka mendapatilah ia seonggok tulang belulang
Ingatlah ia akan pengajaran kalimat yang baru saja ia terima
Inginlah dia mencobanya
Maka 'bersabdalah' ia dengan kalimat itu
Sekejab dari tulang belulang itu
bentuk membentuk
menjadi seekor singa
Singa yang 'tidur' itu serasa bangun dari mimpinya
Dalam keadaan lapar yang sangat karena mungkin tidur panjangnya
Maka membau dia akan 'darah segar'
sekejab diliatnya sang murid itu di depannya
yang masih bengong akan ketakjuban yang baru dilihatnya
Secepat berganti kengerian secepat itu pula singa melompat
menerkam
habislah sang murid itu
menjadi makanan singa yang baru bangun itu

**********

Guru :
Resapilah kisah ini
Jangan terburu - buru berprasangka yang tidak - tidak
Pada Tuhan Yang Maha Adil
Hakmu untuk berdoa
Lebih dahulu dari pada Hakmu untuk mendapatkan
Bahkan sebelum berdoa
Dia sudah tahu kebutuhanmu
Karena Dia Maha Tahu
Maha Mencukupi
Doamu yang panjang
Rintihanmu setiap malam
adalah kebanggaan-Nya
yang di tunjukan pada para Malaikatnya
Ini Hambaku
Hambaku ini bertamu kepadaKu
Maka Aku akan melayani hambaku sebaik-baiknya
Maka kesabaranmu dalam rintihan panjangmu
Yang diirikan para Malaikat
Membakar syetan - syetan di dirimu
Membuat Azazil lari terbirit - birit
Wahai Muridku, Camkanlah ini

Murid :
Wahai Guru , Terimakasih
Atas pengajaran ini
Akan kujadikan jimat
yang kukalungkan didada
Biarlah aku merintih
Sepanjang yang Dia Mau
Bahkan baru kuketahui sekarang
Rintihanku adalah Anugerah-Nya
Aku berasyik masyuk dengan Rajaku
Maka Wahai Guru
Tak ingin yang lain lagi
Maka do'aku sekarang
Ya Allah Penguasa Alam Semesta
Yang Tunggal
Biarkanlah hambamu ini merintih sepanjang malam
Dan jadikanlah aku Tamu-Mu

Guru :
Kau telah tercerahkan Muridku
Bersyukurlah engkau pada Anugerah yang agung ini
Anakku Perjalananmu masih panjang
Tugasku mengantarkanmu pada Guru Sejatimu sendiri
Guru Sejatimulah yang akan mengantarmu ke tujuan
Tujuan yang di damba setiap pencari

Maka berurai air mata sang murid. Begitu juga Gurunya sangat haru biru terhadap kemajuan spiritual yang diraih muridnya

Alhamdulillah Astaghfirullah Shollallah Ala Muhammad

Wassalam

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Senin, 21 Januari 2008

Do’a Agar Cepat Mendapatkan Jodoh

Yaa Allah, semoga Engkau cepat mengirimkan jodoh yang sholihah ( jodoh yang sholih) pada kami. Dan semoga Engkau jadikan jodoh yang hatinya penuh kasih sayang kepada kami. Dengan haq sabda-Mu “ Yaa Tuhan kami, berikanlah pada kami dari istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk pandangan kami, dan jadikanlah pada kami sebagai pemimpin pada orang-orang yang bertaqwa” Dan dengan haq Utusan-Mu. Dan dengan haq beribu-ribu kalimat “Laa Haula Walaa Quwwata Illaa Billaahil ‘Aliyyil ‘Adhiim” Dan semoga sholawat salam senantiasa tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, dan sahabatnya. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

sumber : http://almihrab.com/berita.php?
opo=detail&kd_berita=115&head=Doa-doa&menux=20

“Ya Allah, sungguh aku ingin menikah, maka tentukanlah bagiku dari kalangan perempuan yang paling menjaga kesuciannya, yang paling menjaga dirinya bagiku dan harta bendaku, yang paling luas rezekinya, yang paling besar berkahnya, takdirkan anak yang baik darinya bagiku dan jadikan dia keturunan yang saleh pada masa hidupku dan setelah matiku”

sumber : http://parsimurgh.wordpress.com/

:D :D :D

Ya Tuhan, kalau dia memang
jodohku,
dekatkanlah…
Tapi kalau bukan jodohku, Jodohkanlah….

Jika dia tidak berjodoh denganku, maka
jadikanlah kami jodoh…

Kalau dia bukan jodohku, jangan sampai dia
dapet jodoh yang lain, selain aku…

” Ya Tuhan, kalau dia tidak bisa di jodohkan
denganku, jangan sampai
dia dapet jodoh yang lain, biarkan dia tidak
berjodoh sama seperti diriku…
Dan saat dia telah tidak memiliki jodoh,
jodohkanlah kami kembali…

” Ya Tuhan, kalau dia jodoh orang lain,
putuskanlah! Jodohkanlah denganku….

Jika dia tetap menjadi jodoh orang lain, biar
orang lain itu ketemu jodoh dengan yang lain
dan
kemudian Jodohkan kembali dia dengan ku …

Aamin….

sumber : http://tausyiah275.blogsome.com/2006/08/10/
doa-minta-jodoh-tapi-ngawur/



Seandainya telah engkau catatkan
Dia milikku tercipta buatku
Satukanlah hatinya dengan hatiku
Titipkanlah kebahagian antara kami
Agar kemesraan itu abadi

Dan Ya Allah Ya Tuhanku yang Maha Mengasihi
Seiringkanlah kami melayari hidup ini
Ketepian yang sejahtera dan abadi

Tetapi Ya Allah
Seandainya telah engkau takdirkan
Dia bukan milikku
Bawalah ia jauh dari pandanganku
Luputkanlah ia dari ingatanku
Dan peliharalah aku dari kekecewaan

Serta Ya Allah Ya Tuhanku yang Maha Mengerti
Berikanlah aku kekuatan
Melontar bayangannya jauh ke dada langit
Hilang bersama senja nan merah
Agarku bisa bahagia
Walaupun tanpa bersama dengannya

Dan Ya Allah Yang Tercinta
Gantikanlah yang telah hilang
Tumbuhkanlah kembali yang telah patah
Walaupun tidak sama dengan dirinya

Ya Allah Ya Tuhanku
Pasrahkanlah aku dengan takdirmu
Sesungguhnya apa yang telah Engkau takdirkan
Adalah yang terbaik buatku
Kerana Engkau Maha Mengetahui
Segala yang terbaik buat hambaMu ini

Ya Allah
Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemeliharaku
Di dunia dan di akhirat
Dengarlah rintihan dari hambaMu yang daif ini

Jangan Engkau biarkan aku sendirian
Di dunia ini mahupun di akhirat
Menjuruskan aku kearah kemaksiatan dan kemungkaran

Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yg beriman
Supaya aku dan dia sama-sama dapat membina
kesejahteraan hidup
Ke jalan yang Engkau redhai
Dan kurniakanlah padaku keturunan yang soleh

Amien

Sumber : www.duniasastra.com
http://dhyadiana.wordpress.com/2007/02/28/doa-jodoh/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

BEDA TASAWUF DAN ILMU HIKMAH

1 PENGERTIAN ILMU HIKMAH

Ilmu hikmah adalah sebuah ilmu kebatinan dengan metode zikir dan doa, adakalanya juga dengan mantra berbahasa Arab atau campuran tetapi tidak bertentangan dengan akidah dan syari'at Islam, ditujukan untuk urusan duniawi seperti kekebalan, pangkat, karir, perjodohan, pengasihan dan lain-lain
2 PENGERTIAN TASAWUF


Yaitu bersungguh-sungguh (dalam berbuat baik) dan meninggalkan sifat-sifat tercela (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 7).

Aslinya Tasawuf (yiatu jalan tasawuf) adalah tekun beribadah, berhubungan langsung kepada ALLAH, menjauhi diri dari kemewahan dan hiasan duniawi, Zuhud (tidak suka) pada kelezatan, harta dan pangkat yang diburu banyak orang, dan menyendiri dari makhluk di dalam kholwat untuk beribadah (Lihat kitab Zhuhrul Islam IV-Halaman 151)

Adapun batasan tasawuf adalah : Maka berkata Junaed : yaitu bahwa kebenaran mematikanu dari dirimu dan kebenaran tersebut menghidupkanmu dengan kebenaran tersebut. Dan ia berkata juga : Adalah kamu bersama ALLAH tanpa ketergantungan. Dan dikatakan : Masuk pada segala ciptaan yang mulya dan keluar dari segala ciptaan yang hina. Dan dikatakan : Yaitu akhlak mulia yang tampak pada zaman yang mulia beserta kaum yang mulia. Dan dikatakan : Bahwa kamu tidak memiliki sesuatu dan sesuatu itu tidak memiliki kamu. Dan dikatakan : Tasawuf itu dibangun atas 3 macam : (1) Berpegang dengan kefakiran dan menjadi fakir (2) kenyataan berkorban dan mementingkan orang lain (3) Meninggalkan mengatur dan memilih (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 4).
3 TATA CARA MENGUASAI ILMU HIKMAH
Dengan puasa, zikir/wirid, amalan, doa, membaca ayat-ayat Qur'an, dengan mantra, sya'ir-syair yang dibuat para Ulama Hikmah atau yang didapat dari ilham para Ulama Hikmah atau dari ilham Ahli Tasawuf dan lain-lain
4 TATA CARA MENGUASAI TASAWUF


Maka wajiblah beramal dengan Islam, Maka tidak ada tasawuf kecuali dengan fiqih, karena kau tidak mengetahui hukum-hukum ALLAH Ta'ala yang lahir kecuali dengan fiqih. Dan tidak ada fiqih kecuali dengan tasawuf, karena tidak ada amal dengan kebenaran pengarahan (kecuali dengan tasawuf). Dan juga tidak ada tasawuf dan fiqih kecuali dengan Iman, karena tidaklah sah salah satu dari keduanya (fiqih dan tasawuf) tanpa iman. Maka wajiblah mengumpulkan ketiganya (iman, fiqih, tasawuf) . (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 5).

Imam Malik berkata : Barangsiapa bertasawwuf tapi tidak berfiqih maka dia telah kafir zindiq (pura-pura beriman), dan barangsiapa yang berfiqih tapi tidak bertasawuf maka dia telah fasik (berdosa) dan barangsiapa yang mengumpulkan keduanya (fiqh dan tasawwuf) maka dia telah benar. (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 6).

Jadi Tasawwuf itu harus melalui Iman (akidah), Islam (syari'ah) dan Ihsan (Hakikat). Atau amal Syari'ah, Thoriqoh dan Hakikah. Maka Syari'ah adalah menyembah ALLAH, Thoriqoh adalah menuju ALLAH, dan Hakikah adalah menyaksikan ALLAH. Atau Syari'ah itu untuk memperbaiki lahiriah, Thoriqoh untuk memperbaiki bathiniah (hati), dan Hakikah untuk memperbaiki Sir (Rahasia diri). Memperbaki anggota tubuh dengan 3 perkata : Taubat, Taqwa dan Istiqomah. Dan memperbaiki hati dengan 3 perkara : Ikhlas, jujur dan tenang. Dan memperbaiki Sir (Rahasia Diri) dengan 3 perkara : Muroqobah (saling mengawasi antara diri dan ALLAH), Musyahadah (saling menyaksikan antara diri dan ALLAH), dan Ma'rifah (Mengenal ALLAH secara mutlak dan jelas).(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 11).

Harus melalui Ikhlas tingkat tertinggi (Khowwasul Khowwash). Dan ikhlas itu ada 3 derajat : (1) Derajat Awam (umumnya manusia) (2) Khowwash (3) Khowwasul Khowwash. Maka (1) ikhlasnya orang awam yaitu mengeluarkan makhluk dari beribadah kepada ALLAH beserta mencari bagian-bagian dunia dan akhirat. seperti menjaga badan, harta, keluasan rizki, perdagangan dan yang indah dipandang (2) Ikhlasnya Khowwash adalah mencari bagian akhirat tanpa mencari bagian dunia. (3) Dan ikhlasnya Khowwashul Khowwash adalah mengeluarkan bagian-bagian semuanya (dunia dan akhirat). Maka ibadah mereka adalah sebenar-benar penyembahan, dan melaksanakan tugas-tugas dari ALLAH, atau cinta dan rindu melihat-Nya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Faridh: "Bukanlah permintaanku berupa surga jannatun na'im, hanya saja aku mencintai surga untuk melihat-Mu" (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 31-32).
5 TUJUAN HIKMAH
Tujuannya masalah duniawi seperti kekebalan, kesaktian, pengasihan, jodoh, ramalan, pengobatan, kerejekian dan lain-lain
6 TUJUAN TASAWWUF
Tujuannya adalah Ma'rifatullah (mengenal ALLAH secara mutlak dan lebih jelas)
7 KEKUATAN LUAR BIASA


Kekuatan luar biasa ilmu hikmah termasuk kekuatan luar biasa Hissiah (panca idnera/lahiriah) seperti berjalan di atas air, terbang di udara, melipat bumi, menimbulkan air, menarik makanan, tampaknya kegaiban dan lain-lain. Dan kekuatan luar biasa ahli tasawwuf adalah Hakikah / Ma'nawiyyah (sebenar-benarnya karomah) yaitu istiqomahnya (kontinyu) seorang hamba kepada Tuhannya dalam lahir dan bathin. Terbukanya hijab dari hatinya sehingga mengenal jelas Tuhannya. menguasai dirinya dan berbeda dengan hawa nafsunya, kuat yakinnya dan diamnya, tenang dengan ALLAH. (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 317).

Imam Ibnu 'A-tho-illah berkata : Seringkali ALLAH memberi rizki karomah (kekeramatan) pada orang yang tidak sempurna isqomahnya. (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 317).

Yang diambil pelajaran oleh Ahli Tahqiq (Ahli Tasawwuf sejati) adalah jangan mencari karomah Hissiah ini dan jangan berpaling kepadanya. Karena kadang tampak karomah Hissiah ini pada tangan orang yang tidak sempurna istiqomahnya. Bahkan kadang tampak pada tangan orang yang tidak ada istiqomah sama sekali, seperti para tukang sihir dan dukun. Dan kadang tampak pada tangan-tangan Rahib (pendeta).Dan ini bukanlah karomah tapi Istidroj. (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 317).

Imam Abu Yazid Al Bustomi berkata : "Jika kamu melihat seseorang yang diberikan karomah (kekeramatan) sehingga dia dapat terbang di udara maka janganlah kamu tertipu dengannya sehingga kamu melihat bagaimana kamu mendapatkan dia melaksanakan perintah dan menjuahi larangan, menjaga batasan-batasan, dan melaksanakan syari'at" (Lihat kitab Risalah Qusyayriyyah halaman 14 atau buku 40 Masalah Agama III halaman 38)

Sumber :

Kitab Iyqo-zhul Himam fii Syarhil Hikam cetakan dan terbitan Al Haromain, Jeddah karangan Al 'Arif Billah Ahmad bin Muhammad bin 'Ajibah Al Husni.

http://sholih.multiply.com/journal/item/2/beda_ilmu_hikmah_dengan_tasawwuf

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini



KEPANTASAN YANG HAKIKI ADALAH ENGKAU LIPATKAN JARAK DUNIA DARI KAMU SEHINGGA ENGKAU MELIHAT AKHIRAT LEBIH DEKAT KEPADA KAMU DARI DIRI KAMU SENDIRI.

Kepantasan perjalanan yang dimaksudkan oleh Hikmat 97 ini bukanlah kepantasan perjalanan tubuh badan. Memang ada orang yang boleh bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain di atas muka bumi ini dalam sekelip mata sahaja. Perjalanan yang demikian dipanggil ‘terlipatnya bumi.’ Kebanyakan orang cenderung untuk memiliki ilmu melipat bumi ini kerana menyangka kebolehan yang demikian menjadi tanda kewalian seseorang. Perlu diingatkan bahawa kebolehan yang demikian dimiliki juga oleh iblis sedangkan iblis adalah musuh Tuhan, bukan wali-Nya. Jika berpegang kepada Sunah Rasulullah s.a.w keramat zahir tidak dipentingkan. Rasulullah s.a.w sendiri sewaktu berhijrah dari Makkah ke Madinah menggunakan kelajuan manusia biasa, tidak kepantasan lipat bumi, padahal Rasulullah s.a.w adalah manusia yang paling keramat, ketua sekalian wali. Rasulullah s.a.w menggunakan jalan cermat, perlahan dan sukar, sesuai dengan sifat semula jadi manusia. Perbuatan Rasulullah s.a.w menunjukkan bahawa kesabaran menghadapi perjalanan yang sukar itulah yang sebenarnya kekeramatan, bukan perjalanan sepantas kilat.

Kepantasan hakiki yang mampu melipat jarak dunia bukanlah kepantasan tubuh badan bergerak dalam dunia. Ia adalah perjalanan kerohanian ketika bertemu sesuatu dan menghadapi sebarang kejadian. Ke manakah kerohaniannya pergi ketika itu? Orang yang memperturutkan pandangan nafsunya, tempat jatuhnya adalah zahirnya alam dan sebab musabab. Tetapi, orang yang melihat dengan pandangan hatinya akan melihat kepada batinnya alam. Dia melihat ketuhanan dalam segala sesuatu. Sebaik sahaja dia berhadapan dengan sesuatu perkara serta-merta pandangan hatinya tertuju kepada Allah s.w.t yang menerbitkan segala perkara, hinggakan tidak sempat memerhatikan benda-benda alam dan hukum sebab musabab.

Pandangan hati yang segera memerhatikan Allah s.w.t dalam segala perkara itu dinamakan kepantasan hakiki. Tipu daya dunia tidak sempat menyambar perhatian hatinya. Ego dirinya juga tidak sempat bertunas. Perhatiannya tertuju kepada keabadian, tidak kepada dunia dan dirinya yang bersifat sementara. Kurniaan Allah s.w.t yang menyelamatkan hamba-Nya dari tarikan dunia dan ego dirinya adalah kekeramatan yang sebenar. Rohaninya mempunyai kepantasan hakiki untuk melepasi ruang dunia dalam sekelip mata lalu menyaksikan keabadian, hingga terasalah olehnya akhirat yang kekal abadi itu lebih hampir dengan dirinya sendiri. Beginilah keadaan orang arifbillah.

sumber : http://alhikam0.tripod.com/hikam097.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Ngelmu Hakekatul Makripat (NgHM)

ada dongeng
lisan tentang SSJ ini dan murid-muridnya tentang
Ngelmu Hakekatul Makripat (NgHM), sebagai berikut:

Murid-murid (MM): "Kanjeng Syech, apa bisa kami-kami
yang murid Kanjeng Syech ini
menyamai Panjenengan?"
SJ: "Jangankan menyamai, para Sedulur, bahkan
bisa melebihi...."
MM: "Lho, apa iya, masak murid bisa melebihi
gurunya?"
SJ: "Iya, apa yag tidak mungkin di dunia ini?
Tetapi kan ada syaratnya. Dan syarat itu
belum juga berhasil saya peroleh sendiri,
saya masih juga mengupayakannya"
MM: "Apa itu Kanjeng Syech?"
SJ: "Itu adalah yang disebut Ngelmu Hakekatul
Makripat"
MM: "Lha artinya dalam bahasa kami apa, Kanjeng
Syech?"
SJ: "Artinya yang sama persis dengan maksud aslinya
memang tidak ada. Tetapi dapat diterangkan.
NgHM itu artinya bila seseorang mampu
mencapainya maka akan mampu melihat segala
sesuatu apa adanya. Tidak ada yang mampu
menutup-nutupi" (betapa repotnya Kanjeng
Syech menerangkan istilah itu kepada murid-
muridnya yang tidak faham bahasa Arab)
MM: "Contohnya?"
SJ: "Contohnya, kan sudah didhawuhkan oleh Gusti
Allah, kalau manusia itu sebenernya sama,
tetapi akibat perbuatannya bisa buruk lebih
buruk dari hewan. Jadi bagi seseorang yang
telah mencapai NgHM, dapat melihat, seandainya
manusia itu hakekatnya berwatak Wedhus, maka
akan terlihat berwajah wedhus..."

Murid-murid saling pandang dan mlengos sendiri-
sendiri sambil tersenyum... malu.
SJ bertanya: "Kenapa saling pandang? Apa sedulur
semua sudah mampu melihat wajah asli
masing-2?
MM: "Beluum Kanjeng... masih berwujud manusia
semuaaa!"
SJ: "Nah, berarti masih seperti saya, kita belum
mencapai ngelmu itu. Maka mari belajar bareng-
bareng lagi....."


=====
mBah SoeL

sumber : http://forums.apakabar.ws/viewtopic.php?p=34705&sid=6a276b7cceb1850c37f7b4c05acfbd50

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

serat centini dan ajaran islam!!

Dikisahkan negeri Blambangan (sejaman dengan Majapahit) ketika itu diserang wabah besar. Banyak orang yang sakit, pagi sakit sore meninggal, dan sore sakit pagi meninggal. Wabah penyakit tersebut juga menyerbu masuk kedalam istana. Putri raja Blambangan (Dewi Kayiyan) juga terserang wabah dan sakitnya sangat parah. Sang Raja telah mendatangkan sejumlah dukun dan tabib, serta berbagai obat dan jamu telah diberikan, namun sang putrid bemu juga sembuh.

Sang Raja kemudian memerintahkan patih Bajulsengara untuk mencari obat kemanapun, keseluruh negeri bahkan ke luar negeri. Setelah sang patih mencari obat dari desa kedesa, naik turun gunung, keluar masuk hutan, akhirnya sampai di sebuah pertapaan yang dihuni oleh seprang petapa yang bernama Kyai Kandabaya.

Sang Patih lalu menghadap sang Petapa dan menyampaikan maksudnya mencari obat bagi kesembuhan putrid Raja Blambangan yang sampai saat ini belum ada yang mampu untuk menyembuhkannya. Rupanya sang Petapa sudah mengerti maksud kedatangan patih Bajulsengara tersebut, dan mengatakan sebaiknya sang patih segera pulang saja, karena sesungguhnya yang dapat menyembuhkan ada dilingkungan keraton Belambangan, yaitu Seh Maulana Iskak (Seh Wali Lanang) yang sedang bertapa didalam gua dibawah gapura keraton.

Setelah mendengar laporan sang Patih, maka Raja langsung memerintahkan membongkar dan menggali gapura keraton, dan ternyata di dalamnya ada seorang petapa Arab yang masih muda.

Patih lalu menceritakan kepada petapa muda tersebut mengenai sakitnya putri Blambangan dan permintaan raja agar dapat menyembuhkannya. Ternyata Seh Maulana Iskak dapat menyembuhkan sang putrid, dan kemudian ia dikawinkan dengan sang putrid oleh raja Blambangan. Setelah mendapat anak Seh Maulana Iskak minta ijin isterinya untuk menggenbara menuntut ilmu. Tidak lama kemudian isterinya meninggal, namun anaknya tidak dirawat oleh kakeknya, raja Blambangan, bahkan dibuangnya kelaut karena dipandang "berhawa panas". Anak yang malang itu ditemukan oleh seorang saudagar yang sedang berlayar ke Gresik.
Di Gresik anak tersebut dirawat oleh Nyai Tandes dan kemudian di sekolahkan ke pesantren Ampel. Setelah besar anak tersebut bernama Raden Paku yang kemudian bergelar Sunan Giri yang terkenal itu. Sunan Giri ini membangun padepokan atau kerajaan Sunan Giri yang meliputi hampir seluruh wilayah Kabupaten Gresik.
Majapahit yang mendengar adanya padepokan Sunan Giri di wilayah kekuasaannya merasa terancam, dan kemudian mempersiapkan penumpasan. Untuk itu Majapahit mengirim penyelidik ("telik sandi") Ki Lembusura dan Ke Keboarya, namun usahanya gagal karena kedua "telik sandi" tersebut tertangkap, dan oleh Sunan Giri di kirim kembali ke Majapahit. Kejadian ini menyebabkan penumpasan terhadap padepokan Sunan Giri tertunda. Pada waktu Sunan Giri (yang juga disebut Sunan Giri Sepuh) wafat, beliau digantikan oleh Sunan Giri Dalem, setelah memerintah beberapa lama Sunan Giri Dalem meninggal karena sakit, dan digantikan oleh Sunan Giri Perapen.
Setelah tertunda puluhan tahun, pada masa Sunan Giri Perapen yang lemah itulah Majapahit kembali meneyerang. Sunan Giri Perapen kalah, dan dengan segenap pengikutnya mundur bergabung dengan Kerajaan Demak (R.Patah).

Pasukan Majapahit yang merajalela di Giri telah memerintahkan membongkar makam Sunan Girigajah, Pada waktu makam dibongkar dan peti jenasah dibuka, maka keluarlah ribuan lebah menyerang pasukan Majapahit sehingga terpaksa mengundurkan diri. Setelah daerah Giri aman kembali, maka Sunan Giri Perapen kembali ke padepokannya.
Menurut serat Centini, serbuan lebah yang memporak porandakan pasukan Majapahit tersebut adalah karena kutukan dari dua orang lumpuh yang menjaga makam Sunan Girisepuh.

Dalam serat Centini dijelaskan pula bahwa sebagai reaksi atas serangan Majapahit tersebut, maka para Wali (9 wali) berkumpul di Demak dan memutuskan untuk menyerang Majapahit yang memeluk agama Hindu-Jawa. Setelah Majapahit runtuh Sunan Prapen menobatkan Raden Patah sebagai raja di Demak
Setelah beberapa waktu kerajaan Demak surut dan pengaruhnya digantikan oleh kerajaan Pajang, dan kemudian oleh kerajaan Mataram. Dalam suatu peperangan pasukan Mataram telah mengalahkan pasukan Sunan Giri Perapen.

Dalam peperangan tersebut tiga anak Sunan Giri hilang yaitu: Jayengresmi, Jayengrasa dan Rancangkapti. Larinya tiga anak Sunan Giri inilah yang menjadi pokok cerita Serat Centini. Dari sinilah timbul ajaran-ajaran Kebatinan Jawa yang bernafaskan Islam.
Jayengresmi lari ke barat, sedangkan Jayengrasa dan Rangcangkapti ke timur. Pada cerita itu Jayengresmi berguru pada Kiyai Ageng Karang dan berganti nama menjadi Seh Amongraga i tokoh utama dalam Serat Centini. Seh Amongraga ini mengembara mencari adik-adiknya. Dalam perjalanan mengembara dia berguru pada pada Kyai Bayi Panurta di Wanamarta dekat Majaagung yang kemudian menjadi mertuanya.
Ilmu kebatinan yang terkandung dalam serat Centini terpusat pada pembicaraan antara seh Amongraga dengan mentuanya, isterinya, dan para iparnya di Wanamarta. Inti dari ajaran kebatinan dalam serat Centini adalah:

Ajaran eksoteris (ajaran untuk orang diluar dirinya), dan
Ajaran esoteris (ajaran untuk orang dalam dirinya). Jika diperhatikan tertlihat bahwa ajaran tersebut bernafaskan Kebatinan Islam atau bernafaskan Islam Sufi.

Ajaran Seh Amongraga dalam serat Centini tersebut pada garis besarnya dapat diutarakan sbb:
1. Tentang awal terjadinya dunia, menurut ajarannya adalah Datulah, berada dikepala Adam, dan disebut Baitulmukadah, ditelinga kanan disebut hayat, ditelinga kiri disebut wilayat nur sejati, Dimata kanan disebut rasa sejati, ditelinga kiri disebut sari rasa, dileher bagian kiri disebut wahid, dan dihati disebut sirullah, dipusat disebut jamilah, dilautan disebut abah, ditengah kalam disebut nukhat dan diujung kalam disebut naptu ghoib, lalu jatuh kedalam wadah. Ketika ditanya dimana kedudukan Allah , dimasa sepi awing uwung (suwung), yang ada bumi dan langit, jawabannya hanya KUN yang ada. Kedudukannya disebut "nukat" wilayah ghoib, tiga Ghoibul Ghuyub, yaitu ghoib ULUWIYAH, BUDI dan AKAL manusia ada pada ALLAH ada namun tak terlihat ("Tan Kena Kinaya Ngapa").
2. Manunggaling kawulo lan gusti, dikatakan seperti "Kodok kinemulan ing leng?" (Katak terkurung dalam liangnya). Allah sebagai pencipta lam semesta dan segala isinya, zat rohnya memasuki manusia, dimana manusia diciptakan Allah melalui perhubungan antara Adam dan Hawa beserta keturunannya, merupakan perpaduan iradatnya antara umat dan Khaliknya. Manusia menjadi telinga, mata, rasa, cipta dan kalbunya zat Illahi. Dalam bahasa Centini disebut "Curiga Manjing Warangka, Warangka Manjing Curiga" yaitu sukma masuk kedalam jasad, jasad masuk kedalam sukma, serta cahaya Nabi, malaikat dan semua Wali. Menurut Seh Amongraga banyak sekali penghalangnya untuk menyatukan diri dengan Allah. Itulah sebabnya kita ini bertekat sepenuh hati untuk tidak melihat ujud Allah, tauhid saja, dan percaya adanya Allah karena melihat ciptaannya - Jagad Raya dengan segala isinya - . Lambang sukma masuk jasad, jasad masuk sukma sebagai pintu gerbang hati-sanubari, dan dibuka melalui IRHAM. Sedangkan tumpang tindih antara ilmu dan roh Illahi dibuka dengan jalan sholat terus-menerus sehingga terwujud JASAD SUKMA. Seh Amongraga sholat kemudian tafakur mengheningkan cipta. Mata hati tertuju kepada ghoibnya Allah, meningkat ketingkat tarekat dengan pandangan lepas ketingkat Mikrat , seketika terasa hampa, menarik tujuh jaman atau alam, yakni ALAM KAMIL, ALAM MISAL, ALAM AJSAM, ALAM ARWAH, dan ke ketiga alam ghoib, yaitu; WAKIDIYAT, WAHDAT, DAN AKADIYAT.

3. Manusia yang hidup di dunia selalu dimasuki nafsu-nafsu, yaitu nafsu jahat (negatip) dan nafsu baik atau luhur (positip). Nafsu positip yaitu nafsu " mutmainah ", dan nafsu negatip yaitu; nafsu "aluamah", "hamarah" dan "sufiah" Seh Amongraga mengajarkan agar kita selalu mempergunakan nafsu positip dengan selalu menuntut ilmu, rajin bekerja, sholat, puasa dan lain-lain seperti apa yang diperintahkan Allah dalam Al'Quran. Buanglah jauh-jauh nafsu negatip dengan menghindari larangan Allah. Menurut Seh Amongraga kesabaran adalah senjata yang paling ampuh untuk menghalau nafsu-nafsu jahat tersebut. Dengan menjalankan syariat Islam yang benar kita dapat menjadi manusia yang sempurna, yaitu secara bertahap mulai dari taraf tarekat, terus meningkat ke taraf hakikat dan makripat. Tingkat makripat adalah yang tertinggi untuk bersatu dengan kehendak Allah.

Inilah secara singkat ajaran Seh Amongraga dalam serat Centini. Disitu terlihat dengan jelas bahwa ajaran dalam serat Centini adalah kebatinan Jawa yang bernafaskan Islam.

sumber : http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?printertopic=1&t=848&start=0&postdays=0&postorder=asc&vote=viewresult

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Sabtu, 19 Januari 2008

Suluk Suksma Lelana

Suluk Suksma Lelana oleh R. Ng. Ranggawarsita

Punapa yen wus kakekat
estu lajeng sarengatnya kawuri
yen saking pamanggih ulun
tan wonten kang tinilar
jer muktamat ing hadis ugi kasebut
kak tanpa sarengat batal
sarak tanpa kak tan dadi

Paran Gusti yen kapisah
temah mangke kakalihira sisip
kang lempeng taksih ing kawruh
sakawanira tunggal
ngelmuning Hyang sarengat myang tarekatu
kakekat miwah makripat
punika kamil apdoli (Simuh, 1985:22).

Terjemahan: Suluk Suksma Lelana
Apakah jika seseorang sudah sampai ke tingkatan hakikat, dia boleh meninggalkan syariat? Menurut pendapatku dan pendapat Hadis tak boleh ada ajaran syariat yang diabaikan, karena kebenaran atau haq tanpa syariat tak jadi dan syariat tanpa haq batal juga.
Perjalalanan menuju Tuhan tak boleh hanya dengan pendekatan secara partial, mereka harus melakukan empat hal itu sebagai satu kesatuan, yaitu : syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat, inilah suatu hal yang sempurna.

Serat Wulang Reh oleh Sri Paku Buana IV
Ginulang sadina-dina,
wiwekane mindeng basa basuki,
ujubriya, kibiripun, sumungah tan kanggonan,
mung sumendhe ing karsanira Hyang Agung,
ujar sirik kang rineksa,
kautaman ulah wadi (Darusuprapta,,1982 : 70).

Terjemahan: Serat Wulang Reh
Dididik berhari-hari, dengan harapan agar mereka menjadi sejahtera, mereka harus berupaya menghidarkan diri dari ujub (kagum pada diri sendiri), riya dan sumungah (pamer kebaikan), ujar sirik (menjaga ucapan dan menjaga keyakinan agar tidak syirik), pandai menjaga rahasia, dan berserah diri kepada Allah.

Wedhatama oleh Mangkunegara IV
Samengko ingsun tutur,
gantiya sembah ingkang kaping catur,
sembah rasa karasa rosing dumadi,
dadine wus tanpa tuduh,
mung kalawan khasing batos.

Kalamun durung lugu,
aja pisan wani ngaku-aku,
antuk siku kang mangkono iku kaki,
kena uga wenang muluk,
kalamun wus padha melok. (R. Tanojo : 10).

Terjemahan: Wedhatama
Aku nanti akan memberi nasihat, tentang jenis pengabdian yang nomor 4, yaitu menyembah Tuhan dari sisi perasaan yang paling dalam, ketika itu dia bisa mengetahui sesuatu ilmu tanpa belajar, karena telah memiliki pengetahuan khusus di dalam batinnya.
Jika belum waktunya seseorang berhak memperoleh ilmu batin, janganlah kamu sekali-kali mengaku telah tahu, wahai cucuku engkau akan kena marah dari Tuhan, ibaratnya kamu boleh menyuap makanan jika telah jelas makanan itu tampak di depan matamu.

Istilah yang terdapat dalam Suluk Suksma Lelana menunjukkan adanya beberapa istilah tasawuf, yaitu kakekat (hakikat), kak (kebenaran), tarekatu (tarekat), dan makripat (makrifat). Dalam Serat Wulang Reh pada tembang Pangkur terdapat kata ujubriya, kibiripun, dan sumungah yang kesemuanya bera­sal dari kata-kata Arab. Ujubriya berasal dari kata ‘ujub dan riya’, ‘ujub’ berarti ‘mengagumi diri sendiri’ dan riya’ berarti ‘memamer­kan kebaikan’; kibir berarti ‘sombong’; dan sumungah (sum’ah) berarti ‘mem­ceritakan kebaikan diri kepada orang lain’. Pada kitab Wedhatama terdapat tembang Gambuh yang memuat kata sembah rasa yang sama artinya dengan makrifat (dibahas pada halaman sebelumnya).

“Antara Mata dan Alis” oleh Sumnun

Telah kuenyahkan hatiku dari dunia ini
Namun dengan-Mu hatiku tak pernah tercerai
Hingga bila untuk sejenak mengatup mataku
Kusua Kau antara alis dan kelopak mata
(Abdul Hadi, 1985 : 74).


“Mencari” oleh Sanusi Pane dalam Madah Kelana

Aku mencari
Di kebun India,
Aku pesiar
Di kebun Yunani,
Aku berjalan
di tanah Roma,
Aku mengembara
Di benua Barat

Segala buku
Perpustakaan dunia
sudah kubaca,
segala filsafat
sudah kuperiksa,

Akhirnya ‘ku sampai
ke dalam taman
Hati sendiri.

Di sana bahagia
sudah lama menanti daku (Hooykaas, 1951:228).

Serat Wulang Reh oleh Sri Paku Buwana IV

“Megatruh”
Wong ngawula ing ratu luwih pakewuh, nora kena miug­grang-minggring, kudu mantep sartanipun, setya tuhu marang gusti, dipun miturut sapakon.

Ing wurine yen ati durung tuwajuh, angur ta aja angab­di,
becik ngindhunga karuhun, aja age-age ngabdi, yen durung eklas ing batos.

Ingkang lumrah yen kerep seba wong iku, nuli ganjaran denincih,
yen tan oleh nuli mutung, iku sewu-sewu si­sip, yen wus mangarti ingkang wong.

Tan mangkono etunge kang sampun weruh, mapan ta dha­tan denpikir,
ganjaran pan wis karuhun, amung naur ­sihing gusti, winales ing lair batos. (Darusuprapta, 1982 : 74 - 75).

Terjemahan: Megatruh
Orang mengabdi kepada raja harus waspada, tak boleh ragu-ragu, harus memiliki kesetiaan yang total kepada raja (gusti), harus mematuhi semua perintahnya.Pada akhirnya jika hati belum tuwajuh (mantap untuk mengabdi), maka janganlah buru-buru mengabdi, lebih baik sekedar membantu-bantu saja dahulu jika kamu belum ikhlas menjadi hamba di kerajaan.
Pada umumnya, orang menjadi abdi kerajaan itu dengan tujuan mencari upah atau pahala, maka jika dia bekerja tanpa diberi upah maka mereka akan berputus asa. Jika kamu mau memahaminya maka prinsipmu ini tak benar.
Orang yang memahami persoalan itu, akan sadar bahwa upah atau pahala itu pasti diberikan, namun yang lebih penting adalah membalas kebaikan raja (gusti) secara lahir dan batin.

Pada bait pertama kata ratu yang berarti ‘raja’ belum jelas menunjukkan makna ganda antara raja dengan Tuhan, demiki­an pula kata gusti, kata ini masih menunjukkan padan­an arti kata ‘raja’, meskipun dalam hal-hal tertentu kata Gusti biasa dipakai untuk sebutan Tuhan seperti Gusti Allah. Tetapi jika diperhatikan. bait selanjutnya, di situ terdapat kata tuwajuh (Arab) yang berarti ‘menghadap Allah’, kata ini dapat dihubungkan dengan kata aslinya yaitu tawajjuh yang di dalam perguruan tarekat aliran ter­tentu diartikan sebagai ‘menghadap Kepada Allah dengan melakukan zikir’. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penulis tembang ini memasukkan makna ganda pada ratu dan gusti se­hingga berarti ‘raja’ dan Tuhan.
Tembang yang tertulis pada halaman 13 nomor 5.3.1 tersebut berasal dari ba­it ke-1, 4, 12, dan 13. Berikut ini ditambahkan contoh da­ri bait ke-10 yang menunjukkan bahwa kata ratu dan gusti dikembalikan kepada makna denotatif dengan me­nyebutkan jabatan-jabatan orang yang mengabdi raja itu terdiri dari bupati, mantri, prajurit, dan sebagainya.

Kang nyantana bupati mantri panewu, kaliwon paneket miji,
panalawe lan panajung, tanapip ara prajurit,
lan kang nambut karyeng katong. (id. 74).

Yang mengabdi di kerajaan itu di anrtaranya terdiri dari bupati, mantri, panewu, paneket miji, panalawe, panajung, tanapi, para prajurit, dan semua pegawai kerajaan.
sumber :www.lpp.uns.ac.id/web/moodle/moodledata/72/SASTRA_SUFI_JAWA_DALAM_BINGKAI_SASTRA_SUFI_NUSANTARA.doc

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

NAWALA KENCANA GURU DIPO

Rikalane lagi buneg dina iki, aku bukak-bukak skrip tinggalan jaman semana dhek aku isih padha ngudi ngelmu marang Guru Dipo. Aku nemu seratane Guru Dipokanggo para muride. Isine isih katon ngemu nas lan rasa tumanja kanggo wektu iki. Dak waca wola-wali.Kepenak dilebokaki ati. Eman yen ta ora cinaritakna.
"Tulisan apa Kakang?" pitakone bojoku.
"Iki lho, seratane Guru Dipo biyen. Coba rungokna
dakwacane ya." Kandha mangkono aku banjur miwiti maca
nawala kencana kang sinerat dening Guru Dipo mangkene:

Kanggo para muridku kang kinasih,
Wus sawetara aku nandhang lara lan wus nyedhaki
purnaning darma. Kaya kang wus tau dak udharake kanggo
kowe kabeh, darmaning wong urip bebrayan kuwi maneka
warna. Piliha siji kang rinasa manteb ing ati. Ya jer
dumelinge cahya gung kang ngebeki darmanira iku mung
tinemu ing senthonging atimu. Rasa manteb ora nganggo
mangu-mangu iku dadi tandhaning sih kang ngampingi
lakumu.

Pra muridku kinasih, ana sa prakara kang bakal dak
warisake ana ing layangku iki. Biyen antaraning pra
murid tau kawetu pitakonan bab nas-nasing jiwa bekti
dadi pemimpin. Pitakonmu yen ora kleru mangkene:
?Guru, punapa ta jatosipun darmaning pemimpin punika??

Kuwi pitakon kang ora gampang diudhari. Akeh wingiting
jiwa kang perlu dijereng kanggo ngrogoh jatining
darmaning pemimpin. Ana laku papat kang baku kanggo
nggladhi lan nggulang dhiri ing darmaning pemimpin.

Laku kang kapisan iku laku sadhar dhiri.
Ing kene, sapa wae kang bakal ngugemi darmaning dadi
pemimpin iku kudu nduweni kesadharan dhiri kang amba.
Ora cukup mung ngerti kabisane apa. Nanging, sadhar
dhiri iku perlu diasah kanthi mawas dhiri, ngiloni
kasekengan kang isih digendhong ndhamplong ana ing
jagading sarira. Iki lakuning wong kang wani ngrucat
dhiri. Ya pancen angel lan lara wong kang ndeleng
kasekengane dhewe. Kala-kala malah wong wegah merga
kuwi ateges ndeleng eleke rupane. Kang umum, wong
luwih seneng ndeleng apike wae, nglumpukake aleme
kang metu saka lambening kanca-kanca. Nanging, ngenani
kasekenganing dhiri, aja meneh wani ngilo,
ngeling-eling wae ora sudi. Banjur wong mulung
ngendhani lan nglali-nglali marang kasunyatane.

Lah yen wis bisa ngilo githoke dhewe, wong luwih
lembah manah nampa aleme, ndeleng kekuwatane. Wong
kang wani ngilo lan mawas dhiri sacara diwasa iku wong
kang bisa nenimbang kasekengane lan kaluwihane kanthi
ati amba. Banjur ati amba kuwi nuntun wong marang
wahyuning drajating manungsa. Wong banjur bisa
mangerteni ajining sabarang para. Mangerteni ajining
barang lan manungsa, wong uga banjur bisa nemu
wahyuning donya, yaiku nasing jagat gumelar iki.

Dadi laku kang kapisan iki, sajatine iya laku ngrogoh
jatining titah. Kang winahyakake iku sapa ta jatining
manungsa, kasekengan lan kaluhurane, ajining urip,
lan wawasaning jagat. Laku kang kaya mangkene iki
dadi dhasaring darma dadi pemimpin. Ya pemimpin sing
ngerti awake dhewe lan jagade pantes ngugemi darmaning
pemimpin.

Laku kang kapindho iku laku ngambah bawana obah.
Ana ing laku iki kowe kabeh wis tau padha dak latih,
kepiye anggonku ngadhepi ombyaking donya kang tansah
gumanti lan ora tetep. Ana sawatara wong kang padha
wedi ngadhepi ombyaking donya kang tansah gumanti.
Banjur padha milih dalan cepak cepet aman, mlebu ana
ing guwan kang peteng, ngedohi soroting surya. Wedi
olah pikir lan budi, merga rumangsa aman ana ing
tradisi kang tuwa. Ndhelik aling-aling buku-buku
wejangane para nabi. Tundhone, ati ora dadi amba,
nanging malah cupet. Pikir ora seger nglilir nanging
malah mung mandheg kaya banyun ing jembangan buthek.

Laku ngambah bawana iku lakuning ngaurip kang tansah
tinarbuka marang ombyaking donya. Ora mlayu ngadhepi
diala-ala, nanging malah wani nggolek teranging tamba.
Wong kang ora wani tinarbuka gampang keseret ana ing
laku candhik ala yaiku lakuning kekerasan marang
sapadha-padha. Lah, cetha wae, iki dudu darmaning dadi
pemimpin. Darmaning pemimpin iku wani tinarbuka lan
ngasah rasa marang sapadha-padha. Lah, yen wis wani
nggecak laku candhala, senajan ta nganggo antek-anteke
kang ora kasat mata, mesthi wae kuwi ora cocok karo
darmaning pemimpin.

Laku kang kaping telune iku laku urmat tresna ngadhepi
sapadha-padha.
Laku iki ora perlu banget kanggo jaman saiki. Mergane
akeh wong kang ngaku-aku duwe tresna marang
sapadha-padha nanging mung mligi marang kang nunggal
suku, partai lan agama. Iki adoh sungsate karo laku
urmat tresna. Laku urmat tresna kuwi lelandhesan
keyakinan yen ta kabeh manungsa iku sumbere padha,
yaiku Gusti Allah Siji, sumbering katresnan. Yen Sing
Gawe Urip wae nresnani wong-wong kang tumindak ala
marang awake dhewe, ya gene kowe wani mbales mungsuhi?


Laku kang pungkasan yaiku laku ngoyak galihing kuwasa.
Laku iki dilandhesi kanthi ati adreng ngorong marang
gegayuhan luhur, yen ta ing madyaning urip bebrayan
iku pangurbanan diajeni luhur yen ta suwung ing melik.
Laku ngoyak galihing kuwasa kuwi dudu ambisi golek
kuwasa kanggo nglumpukake bandha donya. Dudu babar
blas. Galihing kuwasa ing kene ora liya ya kuwasaning
katresnan ngugemi darmaning pemimpin. Kautaman kang
paling gedhe dhewe ing kene ora liya ya wani ngrucat
melik pribadi, lan mung nggayuh kamulyaning urip
bebrayan agung.

Pra muridku kinasih, semono kang bisa dak udharake,
nanggapi pitakonmu biyen kang durung bisa winedhar.
Muga-muga, apa kang wus tinulis ing kene bisa mbuka
korining budimu, nyumet greged ing atimu, lan asung
terang ing dalanmu.

Wis cukup semen nawala iki. Dipadha rukun lan
ngati-ati. Ombyaking nagara saya mbilaeni, mung
jiwane wong-wong mursid utama bisa ngadhepi sakabehing
bebaya.

Saka Gurumu ing Kelanggengan,
Gurumu Dipo

Aku meneng. Bojoku uga meneng. Kaya-kaya unjal ambegan
sing jero kanggo ngresepake maneh sakabeh pangandikane
Guru Dipo.

Layang dak lempit maneh. Banjur dak selipake ing skrip
biru kang wus kluwuk. Kothak saisine kalebu skrip biru
mau dak lebokake lemari.

"Semono ya Kang pangadikane Guru biyen. Lah kok lagi
saiki aku mudheng."

"Pancen, ora saben wejangan Guru iku bisa winedhar
sawanci-wanci. Mung yen senthonging atine awake dhewe
wis siap nampa sakabeh tembunge winasis kuwi banjur
ngemu rasa." Kandhaku marang bojoku. Aku banjur njawil
dheweke, saperlu gage mangkat turu.


sumber : www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

AJA DUMEH

Aja dumeh mujudake pitutur luhur warisane para leluhur lan pinisepuh kang ngemu teges supaya jalma manungsa utawa titah sewantah anggone nglakoni penguripane ana ing alam donya ora ngendelake aji mumpung. Dumeh, mujudake kahanan kajiwan kang njalari sawijining pawongan nggunakake kesempatan(aji mumpung) kanggo kepentingane dhewe tanpa ngelingi sak padhane urip. Kesempatan kasebut ing ndhuwur bisa maujud drajat, pangkat, bandha donya, panguwasa, ilmu linuwih, kebagusane rupa lan liyane.

Ing donya Eropa utawa dunia barat uga nduweni sanepa “power tends to corrupt” kang nduweni teges yen kuwasa bisa njalari wong kang nyekel kuwasa kuwi nylewengake kekuwasaane kanggo kepentingane pribadhi lan ngianati marang wong kang ngamanati .

Wong urip mono kudu tansah eling marang kang nitahake urip ing alam donya, kudu tansah mawas marang sangkan paraning dumadi. Seko ngendi bibit kawite urip, ana ngendi saiki dumunung lan papan ngendi kang tembene bakal dituju. Kahanan kang bisa direngkuh ora kena njalari lali marang kodrate minangka kawulane Gusti. Kanthi mengkono sifat aja dumeh bisa njalari wong tansah eling marang asal-usule, sahengga ora nglali yen apa kang diduweni mung minangka titipan utawa amanate kang gawe urip. Sikep ini bisa nyurung supaya manungsa tansah nyukuri peparingane Gusti, kanthi nggunakake peparingane mau kanggo nyengkuyung kewajibane minangka khalifahe Gusti ing alam donya, kang nduweni kewajiban memayu hayuning bawana.

Kahanan urip kang dilakoni manungsa kena digambarake kaya dene cakramanggilingan utawa rodha kreta, kang ana sakperangane rodha sakwijining wektu mapan ing dhuwur nanging ing kala wektu liyane ganti mapan ing ngisor. Urip mujudake ganti gumiliring nasib. Mula saka kuwi nalikane wong lagi nduweni nasib kang apik ora kena gumedhe lan umuk marang sak padha-padha lan nalikane ngalami nasib kang ala uga aja nglokro utawa mutung.

Kadangkala wong urip diparingi kanikmatan kang tanpa kinira. Ana ing kahanan iki pitutur aja dumeh trep banget kanggo diamalake. Wong kudu tansah syukur lan uga kudu loma marang sak padhaning urip, ora kena umuk lan gumedhe nanging kudu tansah bisa sakmadya lan andhap asor.

Ana uga kahanane urip kang lagi diparingi pacoban nganti kadangkala wong sing rumangsa ora kuwat nglakoni kahanan mau nduweni panganggep yen donyane wis kiamat. Ngadepi kahanan mengkene, manungsa kudu tansah pasrah sumarah marang kang gawe urip lan sabar anarima ing pandum. Manungsa kudu nduweni keyakinan yen pacoban mau uga mujudake wujud katresnane Gusti kanggo nggembleng manungsa supaya tatag lan tanggon anggone nglakoni uripe.

Aja dumeh ngajarake manungsa tansah mawas diri lan nduweni keyakinan kang kuat menawa urip ing alam donya iki mung sakwetara mampir ngombe. Kabeh lelakone urip mujudake proses kang ora langgeng lan kabeh bakale dijaluk pertanggungjawabane mbesuk ing alam akherat.

Sifat utawa watak aja dumeh bisa diwedhar kanthi pitutur kayadene:

1.Aja dumeh kuwasa, tumindake daksura lan daksiya marang sakpadha-padha.

2. Aja dumeh pinter, banjur tumindak keblinger.

3. Aja dumeh sugih, banjur tumindak lali marang wong ringkih.

4. Aja dumeh menang, tumindake sak wenang-wenang.

5. Aja dumeh bagus, banjur gumagus.

6. Aja dumeh ayu, banjur kemayu, lan sakpiturute.

“Nyawa mung gaduhan, bandha donya mung sampiran”, mengkono pituture para winasis. Kanthi mengkono sejatine manungsa urip ing alam donya ora duwe apa-apa. Kayadene nalika dilahirake manungsa ora nggawa apa-apa, smono uga mengko yen wis tumeka titi wancine sowan ing ngarsa Gustine uga ora sangu apa-apa. Dadi apa kang bisa diumukake manungsa?

sumber : http://annasagung.blog.com/828105/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

MENUNGGANG HARIMAU LAPAR SEMBARI MENYILANGKAN DUA BILAH PEDANG TERHUNUS DI DADA

Bismillah ....
Alhamdulillah .... Astaghfirullah .... Shollallah 'Ala Muhammad
Harimau melambangkan unsur nafsu. Sifat lapar melambangkan sifat nafsu yang selalu 'rakus' dan 'tak puas'. Selalu ingin di penuhi. Jika kita tidak bisa mengendalikan nafsu serta tunduk pada keinginan nafsu yang selalu ingin di penuhi maka siaplah di cabik - cabik oleh harimau itu. Maka selama hidup kita di perintahkan untuk berusaha 'menunggang harimau lapar' dalam arti semaksimal mungkin mengendalikan nafsu. Jadi nafsu harus di kendalikan. Tidak di bunuh. Karena jika kita membunuhnya maka ibarat manusia yang kehilangan 'natural powernya'. Ibarat hutan yang kosong dari harimau. Maka jadilah hutan itu tempat yang tidak siningit. Di acak - acak serta diperlakukan semena - mena. Lalu dengan capa apa mengendalaikan atau menunggang harimau lapar itu? Yaitu dengan menyilangkan dua bilah pedang terhunus di depan dada . Simbol dua pedang terhunus adalah 'pikian' dan 'rasa' yang harus selalu dihunus atau di asah untuk mengendalikan harimau lapar. Dan janagn pernah lalai. Ingat, Harimau di tubuhmu akan selalu lapar dan tak akan pernah terpuaskan walau kau beri seluruh 'daging' yang kau miliki.
Pikiaran dan rasa inilah pengendalinya. Sehingga engkau akan menjadi pengendali harimau dan harimau itu akan tunduk serta menjadi 'kendaraan' selama engkau 'berjalan'.
Alhamdulillah .... Astaghfirullah .... Shollallah 'Ala Muhammad

wassalam

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

PUJIAN

ALLAHUMMA SHALLI’ALA
MUHAMMAD SAFI’IL ANAM
WA’ALIHI WASAHBIHI
WASALLIM ’ALADDAWAM

Eling-eling sira manungsa
Temenana lehmu ngaji
Mumpung durung katekanan
Malaikat juru pati

Luwih susah luwih lara
Rasane wong nang naraka
Klabang kures kalajengking
Klabang geni ula geni

Rante geni gada geni
Cawisane wong kang dosa
Angas mring kang Maha Kwasa
Goroh nyolong main zina

Luwih beja luwih mulya
Rasane manggon suwarga
Mangan turu diladeni
Kasur babut edi peni

Cawisane wong kang bekti
Mring Allah kang Maha Suci
Sadat salat pasa ngaji
Kumpul-kumpul ra ngrasani

Omong jujur blaka suta
Niliki tangga kang lara
Nulungi kanca sangsara
Pada-pada tepa slira

Yen janji mesthi netepi
Yen utang kudu nyahuri
Layat mring kang kasripahan
Nglipur mring kang kasisahan

Awak-awak wangsulana
Pitakonku marang sira
Saka ngendi sira iku
Menyang endi tujuanmu

Mula coba wangsulana
Jawaben kalawan cetha
Aneng endi urip ira
Saiki sadina-dina
Kula gesang tanpa nyana
Kula mboten gadhah seja
Mung karsane kang Kuwasa
Gesang kula mung sa’derma

Gesang kula sapunika
Inggih wonten ngalam donya
Donya ngalam karameyan
Isine apus-apusan

Yen sampun dumugi mangsa
Nuli sowan kang Kuwasa
Siyang dalu sinten nyana
Jer manungsa mung sa’derma

Sowanmu mring Pangeranmu
Sapa kang dadi kancamu
Sarta apa gegawanmu
Kang nylametke mring awakmu

Kula sowan mring Pangeran
Kula ijen tanpa rewang
Tanpa sanak tanpa kadang
Banda kula katilaran

Yen manungsa sampun pejah
Uwal saking griya sawah
Najan nangis anak semah
Nanging kempal mboten wetah

Sanajan babanda-banda
Morine mung telung amba
Anak bojo mara tuwa
Yen wis ngurug banjur lunga

Yen urip tan kabeneran
Banda kang sapirang-pirang
Ditinggal dinggo rebutan
Anake padha kleleran

Yen sowan kang Maha Agung
Aja susah aja bingung
Janjine ridhone Allah
Udinen nganggo amalan

Ngamal soleh ra mung siji
Dasare waton ngabekti
Ndherek marang kanjeng nabi
Muhammad Rasul Illahi
Mbangun turut mring wong tuwa
Sarta becik karo tangga
Welasa sapadha-padha
Nulunga marang sing papa

Yen ngandika ngati-ati
Aja waton angger muni
Rakib ngatit sing nulisi
Gusti Allah sing ngadili

Karo putra sing permati
Kuwi gadhuhan sing edi
Aja wegah nggula wentah
Suk dadi ngamal jariyah

Banda donya golekana
Metu dalan sing prayoga
Yen antuk enggal tanjakna
Mring kang bener aja lena

Aja medhit aja blaba
Tengah-tengah kang mejana
Kanggo urip cukupana
Sing akherat ya perlokna

Aja dumeh sugih banda
Yen Pangeran paring lara
Banda akeh tanpa guna
Doktere mung ngreka daya

Mula mumpung sira sugih
Tanjakna ja wigah wigih
Darma ja ndadak ditagih
Tetulung ja pilah-pilih

Mumpung sira isih waras
Ngibadaha kanthi ikhlas
Yen lerara lagi teka
Sanakmu mung bisa ndonga

Mumpung sira isih gagah
Mempeng sengkut aja wegah
Muga sira yen wus pikun
Ora nlangsa ora getun

Mula kanca da elinga
Mung sapisan aneng donya
Uripmu sing ngati-ati
Yen wis mati ora bali
Gusti Allah wus nyawisi
Islam agama sejati
Tatanen kang anyukupi
Lahir batin amumpuni

Kitab Qur’an kang sampurna
Tindak nabi kang pratela
Sinaunen kang permana
Sing sregep lan aja ndleya

Dhuh Allah kang Maha Agung
Mugi paduka maringi
Pitedah lawan pitulung
Margi leres kang mungkasi

Nggih punika marginipun
Tetiyang jaman rumuhun
Ingkang sampun pinaringan
Pinten-pinten kanikmatan

Sanes marginipun tiyang
Ingkang sami dinukanan
Lan sanes margining tiyang
Kang kasasar kabingungan

Gesang kita datan lama
Amung sakedheping netra
Maena sami andika
Rukun Islam kang lelima

AMIN AMIN AMIN AMIN
YA ALLAH ROBBAL ‘ALAMIN
MUGI PADUKA NGABULNA
SADAYA PANYUWUN KULA

TOMBO ATI
Tombo ati iku lima ing wernane
Ingkang dhihin maca Qur’an sak maknane
Ping pindhone sholat wengi lakonana
Ping telune dzikir wengi ingkang suwe
Kaping pate wetengira ingkang luwe
Ping limane wong kang sholeh kumpulana
Sapa wonge padha bisa anglakoni
Insya Allah Gusti Allah nyembadani


SUMBER : http://gantharwa.wordpress.com/qa/#comment-2105

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Ngelmu Kanthong Bolong Kanggo Nggayuh Mardikeng Budi

NGANCIK jaman posmodern panguripan kang sarwa maju wus kita rasakake. Kabeh kebutuhan padinan bisa dicukupi lewat teknologi. Wong-wong padha ngendelake akal lan nalar. Kabeh pambudidaya katindakake kanggo nata perekonomian lan panguripane bebrayan.

Faham kapitalisme global nguwasani tatatan urip. Egosentrisme dadi pola pikir pribadi. Wong-wong padha gelem ngorbanake hak pribadi kanggo nggayuh keuntungan sing luwih dhuwur. Ing kahanan kaya iki alam dieksploitasi saentek-enteke nganti sumber alam padha asat.

Nalika kabeh wong padha ngutamakake kepentingan pribadi, apa wae kang katindakake iku muhung mburu kamulyane dhiri. Dhiri pribadi dadi pusat mula sinebut ego sentrisme utawa individualisme. Wong liya dianggep dadi objek utawa pelengkap. Wong liya dianggep ora penting. Umpama mbutuhake wong liya iku amarga dheweke lagi manfangatake liyan. Pribadi sing kaya ngene iki sanyatane lagi nandhang lelara. Wong-wong kaya kuwi ing atine tansah ana pamrih mula bisa diarani durung mardika.

Ngelmu Kanthong Bolong

Sewu siji penyakit sosial lan individual satemene mula bukane saka individualisme utawa egosentrisme iki. Nalika akeh wong sing tansah nduwe pamrih, tumindake ora tulus ikhlas, apa kang katindakake iku duwe kepentingan pragmatis. Yen kepentingan iku ora keturutan ora wuning njalari daredah, lan masalah. Wong-wong sing mung mentingake dhiri pribadi mung nggugu kersane priyangga nora nganggo tepa selira. Laku kriminal agal alus, pakarti busuk lan jahat ngebaki warta saben dina. Bebendu lan bncana teka tanpa kendhat nanging ora bisa methik hikmahe. Tan bisa diselaki yen kabeh iku asal saka pakartine manungsa dhewe.

Bab iki wis nate dipenggalih dening Raden Mas Panji Sosrokartono. Panjenengane banget prihatin nguningani pakartine manungsa sing egoistis iki. Sabanjure ana tetamba lamun padha gelem nindakake ing laku urip bebrayan padinan. Tetamba iku dirumusake kanthi istilah Ngelmu Kanthong Bolong (uga sinebut Ngelmu Kanthong Kosong utawa Ngelmu Sunyi). Manut dhasar pemikirane, Ngelmu Kanthong Bolong iku mujudake anti thesis faham kapitalisme global lan individualisme.

Sajrone selawe taun (1927-1952) RMP Sosrokartono wus ngabdi kanggo bebrayan ngusadani sewu siji penyakit jasmaniah-badaniah, penyakit rokhaniah-bathiniah, lan uga kabeh rasa gela kang ana sesambungane karo sapadha-padhane titah (marang Gusti Allah Swt Ian uga alam). Mung nggunakake medhia banyu putih, panjenengane bisa menehi usada kabeh panandhang iku. Yen ana wong coba-coba, panjenengane mesthi priksa mula bakal diwenehi pangandikan tegas, lan singkat. Asring dumadi gelas utawa botol sing isi banyu putihe wong sing coba-coba iku mbledhos, pecah, lan isine wutah.

RMP Sosrokartono iki sinebut guru spirituale tokoh-tokoh nasional. Sebut wae Presiden Soekarno lan Soeharto uga nyecep ngelmune. Lepas saka kekurangan lan keluwihane tokoh loro iku, apa kang katindakake iku sebageyan pancen ngamalake piwulange RMP Sosrokartono. Ing buku Soekarno, An Autobiography as Told to Cindy Adams (1965), Presidhen kapisan RI iku nyebut asmane RMP Sosrokartono minangka guru kebatinan sing kondhang ing Bandung. Mantan Presidhen Soeharto uga nyebut-nyebut piwulange RMP Sosrokartono sing kondhang yaiku sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake.

Ngelmu Kanthong Bolong iku dilandhesi pemikiran sing prasaja. RMP Sosrokartono ngendika, "Nulung pepadhane, ora nganggo mikir wayah, wadhuk, kanthong. Yen ana isi lumuntur marang sesami." Digambarake kayadene kanthong, ing sanubari kita kudu ngilangake dhasare kanthong kuwi (nirpamrih). Wong-wong kudu wani ngilangake pamrih ing sajrone urip. Kang iku urip kudu tarimah mawi pasrah, suwung pamrih tebih ajrih, langgeng tan ana susah Ian bungah, anteng mantheng sugeng jeneng. Kang dikembangake dudu tekad pamrih nanging tekad asih.

Sing angel anggoni nglakoni yaiku ngowahi pola pikir. Secara umum wongwong padha duwe faham individualisme. Ing kamangka saiki kudu diwalik. Dhiri pribadi ora dadi pusat panguripan ing donya. Suwalike, wong kudu mikirake keslametane wong liya Lan uga bebrayan kabeh. Laku iku sinebut ngabdi kanggo abdine Gusti Allah Swt. Yen kita tresna Lan nyembah Gusti Allah mula tresna iku kudu diwujudake kanthi nresnani abdine Gusti Allah (kabeh titah klebu manungsa). Carane? Kanthi ngorbanake kepentingan-kepentingan individual sing disebut pamrih.

Nalika kita wus bisa bebas saka pamrih tegese kita wus tumeka ing alam kamardikan. Mardika iku tegese uwal saka was Lan sumelang. Bisane uwal saka rasa was sumelang iku lamun ing dhiri sanubari kita iku ora duwe pamrih apa-apa. Payung kula Gusti kula dne tameng kula inggih Gusti kula. Saya gedhe pamrihe saya kurang mardika. Wong-wong kang tansah mentingake dhiri pribadi ing sajrone uripe tansah nandhang kacingkrangan Lan kekurangan nadyan bandha donyane wus turah-turah. Ya kahanan kaya ngene iki sing diarani jiwa kang nandhang lelara.

Saka Ngendi RMP Sosrokartono nemokake piwulang Kanthong Bolong iki? Akeh sing ngira yen panjenengane njupuk referensi manca embuh saka kitab Wedha,

Upanisad, Bagavatgita, Kitab Suci agama Buddha, Lao Tze kanthi Tao Teh Tjing, utawa piwulang Tasawuf Lran Lan Arab. Apamaneh panjenengane entuk dhidhikan ilmiah ing Nederland 27 taun lawase (1898-1925). Nanging panduga iku keliru. RMP Sosrokartono bisa ngrumusake Ngelmu Kanthong Bolong iku nyinau saka kasunyatan kang ana ing bebrayan. Panjenengane ngendika, "Murid, gurune pribadi. Guru, muride pribadi. Pamulange, sangsarane sesami. Ganjarane, ayu Lan arume sesami." Cetha lamun piwulang iki asli, ora asal saka referensi manca negara.

Sing pungkasan, perlu kawuningan yen Ngelmu Kanthong Bolong iki ngutamakake laku. Kanggone RMP Sosrokartono, ngelmu Lan laku iku nyawiji. Laku iku ya dadi manifestasi ngelmu. Ora ana ngelmu tanpa laku. Nuntut ngelmu beda karo ngudi ngelmu. RMP Sosrokartono ora tau kagungan murid. Piwulange ora diparingake nganggo ceramah kaya ing sekolah nanging kanthi conto Lan patuladhan. Panjenengane tau ngedegake kulawarga Manasuka (ejaane ana sing nulis Monosuko) ing tlatah Sumatera utara Lan Sumatera Timur. Kulawarga iki diwenehi kalodhangan nyonto laku-laku kang katindakake dening panjenengane.
(Sudadi/35)

sumber : http://kejawen.suaramerdeka.com/index.php?id=227

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

NGELMU PRING

PRING PODHO PRING
ELING PODHO ELING
ELING DHIRINE
ELING PEPADHANE
ELING PATINE
ELING GUSTINE
PRING IKU MUNG SUKET
NING GUNANE AKEH BANGET
YAIKU JENENGE NGELMU PRING
DADIA KAYA PRING
PRASAJA ORA DUWE APA2
NING MARGA ORA DUWE OPO2
BAKAL BISA DADI OPO2
KAYA PRING


Sumber : http://gunemanku.blogspot.com/2007/06/ngelmu-pring_29.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Jumat, 18 Januari 2008

KUNTUL NYONGGO MBULAN

Alhamdulillah. Astaghfirullah. Shollallah 'ala Muhammad. Terinspirasi dengan lukisan di mihrab kuno di sebuah masjid kajen pati, yamg merupakan peninggalan Syeh Ahmad Mutamakkin (Mbah Mad, Ki Cebolek) , maka kami mencoba untuk memberi nadzor (dzikir analisa). Dengan memohon pertolongan Allah SWT maka kami akan menguraikannya sejauh yang dapat kami pahami. Semoga para leluhur berkenan 'njangkungi' dalam nadzor ini. Adapun lukisan yang di maksud adalah lukisan burung kuntul (blekok putih / mliwis putih) yang sedang menyangga bulan. Pertama kami ingin menguraikan dulu makna burungnya. Burung mliwis putih berbulu putih halus. Biasa kita temui di areal pertambakan/danau. Dengan tenang ia berdiri lama di tepian / bibir tambak. Dengan gerakan mematung seperti itu dan pembawaan kalem bisa membuat ikan - ikan terpedaya dan tak merasa bahaya. Dengan mata yang tajam ia mengawasi kedalaman air.Burung ini juga pandai berenang dan mempunyai pembawaan bersahabat bagi penghuni air di danau / tambak. Jika mereka lengah maka secepat kilat di sambarnya ikan - ikan itu dan menjadi makanan yang empuk buat sang burung. Kita juga bisa melihatnya pada suatu senjata ketika ia melintas jauh ke angkasa kembali ke sarangnya. Mari kita melihat ke sisi methaphornya. Burung juga di lambangkan 'seorang pejalan ruhani'. Berbulu putih halus bisa diartikan dari luar ia nampak orang yang 'suci' dan 'alim'. Mata yang tajam diartikan memiliki wawasan yang luas. Pembawaan yang kalem dan betah 'mematung' dapat diartikan gemar prihatin / gentur bertapa untuk meraih cita2. Jika burung itu masih suka mencari ikan - ikan di danau diartikan sang pejalan masih terikat dengan duniawi. Dengan penampilan yang 'alim' dan 'suci' maka ia bisa memperdaya jiwa - jiwa yang lemah untuk kesenangan duniawai. Penghuni - penghuni ikan mengagungkan dan mengkultuskan 'sang pejalan'. Dan sang pejalan tentu saja dengan keterikatannya terhadap duniawi bersuka ria dengan pengagungan ikan - ikan itu dan menganggap lumrah terhadap dirinya yang dianggap suci dan alim dan menganggap perjalanannya sudah sampai. Jika itu yang terjadi tentu maka kasihan 'sang pejalan' itu. Perjalanannya masih jauh. Dan ikan - ikan penghuni air tentunya dia hanya akan tau hanya seputar air di areal danau / tambak , tidak tau hakiki dunia luar dan mempercayakan sepenuhnya pada 'kicauan' sang 'burung' atau 'pejalan'. Disini bisa dikatakan 'sang pejalan' dan ' pengikutnya' terhijab dari hakekat/kebenaran sejati. Jika di mihrab itu sang burung kuntul dilukiskan menyangga bulan. Subhanallah. Bulan bisa diartikan derajat yang luhur / cita-cita yang adi luhung /kesempurnaan perjalanan. Maka burung yang menyanga bulan itu bisa di ibaratkan 'sang pejalan ruhani' yang sudah tidak terikat duniawi lagi. Dia memiliki cita - cita luhur untuk menerangi sekitarnya tanpa mengharap imbalan / pujian. Mengajarkan sekitarnya tentang kesejatian walaupun seringkala harus berhadapan hegemoni-hegemoni politik yang tidak suka kebenaran itu menghambat kekuasan 'keangkara murkaan' mereka. Tidak terikat bukan berarti menutup diri / tidak berkecimpung dalam dunia. Justru malah harus beramar ma'ruf nahi mungkar untuk menerangi sekitarnya. Selaras dengan cerita Ki Cebolek yang mengajarkan kebenaran walupun harus menghadapi anacaman pidana 'bakar' dari pengadil - pengadil kekuasaan yang mengatasnamakan hegemoni agama. Memilki wawasan yang luas dan 'ilmu yang luhur' dan disebut 'ulama'/ 'pembimbing ruhani' maka yang selayaknya harus dilakukan adalah tetap konsisten menyangga bulan, menerangi sekitarnya tanpa pamrih untuk dikultuskan atau memanfaatkan 'muridnya'. Maka disini sangat penting mencari 'guru pembimbing' yang putih di luar dan putih di dalam. Walaupun sulit. Sekurang-kurangnya putih di dalam. (Hehehe..mana kita tau kalo didalamnya putih?). Seorang murid juga harus mempunyai tsiqoh/ pemahaman/ ilham yang kuat dan juga tekad yang kuat untuk menangkap maksud sang guru. Supaya terlepas dari kungkungan sekitar danau. Dan juga supaya bisa melihat gunung di luar danau dengan penyaksian sejati, melihat dengan 'mata kepala' sendiri. Tidak hanya mengetahu gunung ini dan itu menurut kata ' sang guru'. Murid juga paham bahwa yang dicari adalah emas. Bukan kertas berlapis emas. Guru yang sejati akan mampu memperlihatkan 'emas'. Bukan 'menipu' muridnya sehingga kertas emas dikira 'emas' sungguhan. Ehm.. Selesai juga nadzornya. Jika ada hikmahnya, bolehlah diambil. Jika tidak, maka abaikan saja.
Alhamdulillah. Astaghfirullah. Shollallah 'ala Muhammad.
Wassalam

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Kamis, 17 Januari 2008

Syekh Siti Jenar Dan Wali Songo (Konflik?)

SANTRI BUNTET

Wishing to be santri anywhere…
Antara Syariat Syekh Siti Jenar & Wali Lainnya

15 Nopember, 2007 in Kajian Kitab, Pengalaman Rohani, Supranatural, Tokoh

Terinspirasi oleh Tulisan Danalingga yang menarik tentang masalah Syahadat Siti Jenar yang dikaitkan dengan merebaknya aliran sesat. Tulisan ini sequel dari tulisan sebelumnya.

MENUJU Tuhan rupanya menjadi hal yang terus menerus diupayakan para hamba pencinta. Dalam ajaran agama, banyak cara dan jalan yang ditempuh oleh para ulama (rohaniwan) mengajarkan pada kita. Salah satu contoh di dalam ajaran Islam mengenal istilah adalah gerakan batin (hake­kat).

Semisal yang dica­nangkan oleh Al Hallaj dan diterus­kan oleh Syekh Siti Jenar di Indonesia. Wali ini tidak dimasukan dalam ling­kungan atau anggota Wali Sanga. Mungkin kare­na sistem dan metodanya tidak sama. Tetapi gene­rasinya terus berkem­bang hingga kini. Tidak mengetahui di mana shalatnya.

Di samping itu ada banyak jenis gerakan selain Syekh Siti Jenar yang dica­nang­kan oleh para Wali (songo). Dianta­ranya adalah thareqat. Pertanyaanya, apa­kah gerakan tarekat yang dicanang­kan para wali itu masuk dalam kategori syareat atau gerakan hakekat?

Islam lahir didahului oleh hakekat baru kemudian syareat. Buktinya Nabi saw lama bertahannuts (bermalam) di gua Hira. Beliau menghabiskan malam-malam­nya di sana untuk beribadah dengan mengabdikan diri kepada Allah swt. Beberapa malam kemu­dian, turun­lah wahyu pertama. Di sinilah syareat mulai dibentuk untuk umatnya.

Namun pada giliran periode berikutnya, muncul gerakan yang mirip hakekat yang diajarkan oleh Al Hallaj yang cukup bertentangan dengan syareat pada umum­nya. Beratus tahun kemu­dian hadir pula di Indonesia. Pelopor­nya adalah Syekh Siti Jenar.

Gerakan ini cukup berhasil membawa para pengi­kutnya untuk terus mengupayakan gerak­an ini berkembang. Entah bagai­ma­na, akhirnya syareat yang biasanya dianut oleh masyarakat umum tiba-tiba tidak lagi menjadi fokus utama dalam beri­badah kepada Allah. Yang hadir dan ramai di anut oleh masyarakat adalah sejenis hakekat. Di antara yang kerap dibicarakan orang adalah ung­kapan “eling”. Atau “manungaling kaula Gusti”. Semacam penyadaran akan penya­tuan antara hamba dengan Tuhannya.

Konon ajaran itu masuk dalam kategori hakekat. Adapun syareat­nya tidak seperti para penganut Islam biasanya. Atau barang­kali tidak ada syareat sama sekali. Sean­dainya pun ada syareat, maka dipastikan sangat berbeda dengan para pemegang rukun Islam pada umumnya.

Ajaran Syekh Siti Jenar, salah satunya, menurut salah satu pembimbing tarekat, adalah gera­kan shalat di atas daun. Generasinya hingga kinipun ma­sih mem­praktek­kannya. Selembar daun di­po­tong dan digelar sebagai sajadahnya lalu melak­sanakan shalat di atas daun itu di per­muka­an air.

Atau suatu ketika selembar daun pisang menempel di dahannya, maka di situlah mengerjakan shalatnya. Jadi begi­tulah seseorang yang (khusus) mendalami ilmu syareat Syeh Siti Jenar.

Karenanya, tidak musta­hil seseorang itu mempelajari bagai­mana bisa terbang dan meng­hilang. Itulah yang diajar­kannya. Itulah karomahnya. Itulah yang saya dengar dari guru. Masalah benar tidaknya saya belum tahu.

Bagaimana dengan Gerakan para Wali Lainya?

Menurut Abdullah As Sya’roni bukan itu yang istimewa. Karomah dipandang oleh As Sya’roni adalah al Istiqomah, meski­pun kecil kelihatannya. Sehingga timbul ungkapan “khoirun min alfi karomah” istiqomah itu lebih baik daripada seribu karomah. Karenanya, tidak perlu terta­rik dan tidak perlu mempelajari hal-hal seperti itu.

Inilah yang disebut gerakan tarekat yang dipelo­pori oleh para aulia. Karenanya pernah ada seorang ulama besar mem­buat geger orang-orang, di mana shalat­nya tidak pernah diketahui. Namun tiba-tiba saja ulama itu ada di sana. Wallahu a’lam kita tidak tahu, na­mun itulah gerakan mereka. Jadi sangat antik mereka punya gerakan.

Karena itu wali Songo tidak mau keting­galan punya gerakan juga. Thareqah namanya. Jadi tarekat yang diajarkan para wali itu sangat jelas dan terlihat apa adanya. Para pengikut tarekat saat berkumpul ramai-ramai kemudian me­la­kukan dzikir tarekat bersama-sama. Ramai-ramai di talqin atau di baiat oleh musyidnya, oleh muqoddam atau khali­fah, terserah istilahnya apa, itu sema­ta-mata untuk melestarikan gerak­an wali songo.

Itulah alasannya mengapa para pengikut tarekat berkumpul. Sementara para peng­ikut syekh Siti Jenar pun gigih membikin generasi penerusnya dengan gerakan-gerak­an yang dianggap kontro­ver­­sial. Sementera grupnya Wali Songo ternyata kelihatannya lebih berhasil dalam gerakannya. Sehingga berkem­banglah tarekat di seluruh dunia de­ngan berbagai versi dan silsilahnya hingga kini.

Salah satu inti gerakan tarekat yang dikedepankan oleh para Wali Songo adalah hal yang jelas bentuk sya­reat­­nya. Buktinya adalah orang-orang tarekat dzikir­knya jelas, bagai­mana uca­pan­nya, dimana tempat berdzikir­nya, apa yang diucapkan, siapa gurunya dan ke­pada siapa silsilahnya begitu jelas hing­ga wusul kepada Rasulullah saw. Tanpa ada yang disem­bunyikan sama se­­­ka­­li.

Tentang ajaran hakikat pada tarekat yang diajarkan para wali hanya mengajar­kan khofi selebihnya dzikir, sholawat dan membaca Al qur’an kepa­da para pengamal tarekat. Khofi sendiri merupakan hal rahasia yang tidak bisa diajarkan melainkan dengan talqin kepada mursyidnya, muqoddam atau khalifahnya.

Namun ajaran “hakekat” yang dikedepankan oleh tarekat tidak untuk menciptakan sebuah kelebhan (karomah). Semata-mata hanya untuk bagaimana mampu ber­komunikasi kepada Allah dalam segala tingkat kea­da­an dan situasi. Jika pun ada kelebihan yang ditimbulkan, hal itu semata-mata karena maziah saja dan tidak ditam­pakkan.

Bahkan jika seorang pengikut tarekat memiliki karomah, ia sendiri menganggapnya sebagai beban yang berat sekali dipikul­nya. Pendek­nya, menjadi pengamal ta­re­­kat adalah individu yang siap menjadi orang yang biasa-biasa saja.

Tak Perlu Diadu

Bukan berarti gerakan Wali Songo lebih baik dari gerakan Syekh Siti Jenar atau seba­liknya. Hal itu tidak perlu diadu dan dibuat komparasi (perban­dingan). Kare­na hal ini tidak perlu diadu antara kelebihan dan kekurangannya. Sebab dalam salah satu ajaran tarekat menye­but­kan bahwa tidak perlu mengo­reksi ilmu orang lain. Nafsi-nafsi saja. Memperbaiki dan menambah kekurangan diri.

Akhirnya, seringkali para guru meng­ajar­kan kepada para pengikutnya: marilah bersama-sama untuk saling tertarik guna mendalami ilmu bersama Allah SWT. Ilmu ini berada dalam hati, bukan di dalam pikiran. Sebab ilmu tarekat tidak­lah mengajarkan sese­orang ahli suatu bidang, melainkan bagai­mana memanaj hati. Jika hati tenang maka akan meno­long segala urusan keduniaan dan kea­khiratan. Bukankah Allah men­jan­jikan: “Ingatlah, hanya dengan meng­ingati Allah-lah hati menjadi tenteram.. (Ar Ra’ad: 28)

Kesimpulan:

· Tarekat merupakan sebuah bentuk gerakan keimanan yang bertujuan untuk memperbiki akhlak melalui upaya pembersihan diri (batin) de­ngan terus menerus mengingat Alalh.

· Ada yang berorientasi hanya pada inti hakekat saja (batin) tanpa dengan sya­reat pada umumnya. Diwakilii oleh gerakan Al Hallaj dan generasi beri­kut­nya adalah Syekh Siti Jenar.

· Ada pula yang mementingkan syareat dan hakekat sekaligus. Namun lebih condong ke pelaksanaan syareat se­perti biasanya. Sementara hakekat hanya dalam bentuk dzikir khofi saja. Ini yang kebanyakan diwakili oleh gerakan tarekat Wali Songo dengan berbagai jenisnya yang mu’tabarah.

· Pada akhirnya, gerakan Wali Sanga ini lebih banyak diterima oleh masya­rakat.

· Tidak perlu membandingkan dua jenis gerakan ini, mana yang lebih unggul. Masing-masing menjalankan keya­kinan­nya. Wallhu a’lam.







Pemicu Tulisan:

http://danalingga.wordpress.com/2007/11/09/syahadat-jenar/

http://id.wikipedia.org/wiki/Syekh_Siti_Jenar

Antara Syekh Siti Jenar dengan Wali Songo ada konflikkah? :

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/04/teropong/resensi_buku.htm

Wawancara Penulis Buku Best Seller Syekh Siti Jenar

sumber : http://santribuntet.wordpress.com/2007/11/15/banyak-jalan-menuju-tuhan/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini