Bismillah...
Alhamdulillah ... Astaghfirullah .... Shollallah ala Muhammad
Secara pakem dalam tasawuf sunni (tasawuf yang merujuk pada AlGhozali dan Imam Junayd)
tangga dalam islam dikenal ada 4 : yaitu syari'at , tarekat, hakikat dan makrifat.
Dilakukan secara berurut dan merupakan satu kesatuan yang utuh.
atu bundle tak terpisah. batal satu batal semuanya.
Dalam tasawuf islami/ tasawuf falsafi (merujuk pada Ibnu Arobi dan AlHallaj )sebenarnya juga 4 itu menjadi hal yang satu. urutannya juga sama. hanya saja di tasawuf falsafi
penekanan terhadap pemahaman nur muhammad menjadi sentral. Sebenarnya tarekat - tarekat
yang ada bisa disebut kombinasi dari kedua tasawuf ini. Disebutkan bahwasnya tarekat
menurunkan ilmu tarekatnya berupa dzikir/dzikir atau latihan- latihan yang harus di jalani murid dan menurunkan kunci tarekatnya berupa pengertian hakekat yang dalam dan
pengetahuan makrifat yang lebih spesifik yang biasanya terkait dengan pengamalan nur muhammad. Biasanya secara awal latihan/latihan meditasi yang di pusatkan di lathifah-lathifah. (titik - titik tubuh gerbang ke rasa/dalaman/ batin diri, beda dengan cakra yang merupakan gerbang ke energi alam semesta; kalo cakra semakin jauh posisi di atas cakra mahkota semakin ilahi) . Yang merupakan cloning murni dari tasawuf sunni adalah tarekat alawiyah yang merupakan tarekatnya para sadah alawiyyin (keturunan dari keturunan nabi saw dari jalur sayyid alwi bin ubaidillah bin ahmad almuhajir bin isa hadromi , yaman).
Yang merupakan paduan tarekat alghozali dan tarekat syadzili. Di indonesia tarekat ini menyebar melalui wali songo. Sedangkan konon secara jelas tasawuf falsafi di bawa
syekh siti jenar ke jawa menjadi ajaran islam kejawen yaitu manunggaling kawulo gusti. Sedangkan dilihat dari tata cara meditasi di islam kejawen mirip sekali dengan
tarekat naqsbandi dan tarekat syatariah. Besar kemungkinan juga ajaran islam kejawen
di pengaruhi dua tarekat ini. Penyebarannya bisa melalui syeh siti jenar. Atau barang kali ada beberapa dari 'kelompok' wali songo yang mengajarkan. Tapi yang jelas di jawa wali songo mengajarkan tarekat alawiyah yang di padu dengan 'kebudayaan manusia jawa' setempat. Besar kemungkinan dua hal itu malah salaing lengkap melengkapi.
Jika kita lihat lebih ke dalam pada islam kejawen , sebenarnya mengakui 4 tangga secara jelas yaitu syariat , tarekat , hakekat dan makrifat. Ini terungkap dari suluk sukma lelana dari pujangga besar Ronggo Warsito. Tapi ternyata ada hal yang membedakan dari pakem yang sebenarnya. Yaitu urutannya terbalik. Bukan dari syariat dulu kemudian menaik. Tapi bisa dari makrifat (sebagian) - hakekat - syariat - makrifat (full). Karena banyak dikisahkan banyak orang jawa yang rajin solat justru dari urutan yang terbalik tadi. Setelah tau makrifat yang sebagian Dikatakan sebagian karena orang jawa dengan kebudayaan batin yang tinggi malah mengalami mukasyafah sebagian yaitu bisa melihat alam bawah sadar , melihat aura, membaca hati dan pikiran orang dengan laku 'mulia' yang di lakoninya berdasar falsafah / kebudayaan batin asli jawa yang adi luhung. Ini terwujud ketika orang jawa tulen solat betul - betul tumbuh dari makrifat apa yang ia syahadatkan, ia weruh / makrifat terhadap sholat syariat yaitu peningkatan dari eling (sholat daim). Tau urgensitasnya/hakekatnya kenapa harus solat dan memahami betul cara untuk sholat yang baik kemudian ketika menjalani sholat secara syariat betul - betul tumbuh dati kebeningan rasa dan pikir. Lahir batin. Ketika itulah ia bermakrifat terhadap Allah dengan sebenar-benarnya. Tau yang dilakukan lahirnya karena kehendak batinnya. Dalam suluk2 terlihat syekh siti jenar, ki ageng pengging dan sunan panggung dan murid2nya yang kemudian di pengaruhi juga menjadi murid sunan kalijaga pad akhirnya , mengkritik ahli syareat yang hanya tau kulit tanpa tau isinya. Karena konon pewaris2 dari murid2 mereka juga menjalani disiplin syariat yang ketat. Hanya saja urutannya terbalik. Mereka benar- benar baru bisa menjalankan syariat jika lahir dari kehendak yang palin dalam. Sehingga banyak cerita , banyak orang jawa tulen jika sudah menjalani syariat malah betul - betul bisa total. Dan banyak juga murid tarekat yang berasal dari jawa tulen setelah masuk ke tarekat malah lebih cepat 'lulus'. karena sudah terbantu dengan latihan jiwa menurut falsafah jawa. Malah banyak juga bahkan banyak sekali yang sedari kecil sudah kenyang melihat tulisan-tulisan arab tidak paham-paham juga, Sehingga sulit melewati kelulusan tarekat. Mereka tidak paham tarekat adalah sekolah untuk mencuci jiwa. banyak malah dari mereka yang belajar untuk agar sakti untuk mendapat karomah atau untuk menjadi wali, Padahal bukan itu tujuannya. Bahkan Habib Luthfi ketua JATMAN (organisasi tarekat nu'tabarah di bawah nu) berulang kali menjelaskan bahwa tarekat adalah sekolahan untuk membersihkan jiwa. Sehingga disiplin2 dzikir bertujuan mencuci jiwa dan menggantikannya dengan kalimat tauhid dan ismu dzat. Penisbatan dan Penafi'an yaitu pengukuhan dan peniadaan. Bukan untuk tujuan yang lain sebagai tangga untuk menapak tahap selanjutnya. MSH, Khalifah haqqani, juga menjelaskan bahwa tarekat merupakan disiplin jiwa untuk tahap ihsan. Jadi jawa yang tulen dalam kepemahaman islam kejawen adalah mengerti terhadap apa yang diperbuatnya. Tau lahir batin terhadap apa yang telah di syahadatkan. Ada kisah pada waktu dulu seorang kejawen datang ke seorang mursyid kamil mukammil tarekat naqsbandi kholidiyah di suatu daerah kajen, pati untuk menguji kedalaman ilmu sang mursyid. Maka sang mursyid berkata pada tamunya kalo sampeyan memang benar makrifat coba ceritakan pada saya proses biji tumbuhan sampai berbuah secara komplit meliputi apa kebutuhan bagaimana proses tumbuhnya. Dijawab sang penguji lah saya kan gak belajar ilmu tumbuh2an. kalo anak saya yang di sd yah belajar. namanya ipa atau apa saya juga gak dong. saya kan orang kuno. gak tau gituan. wong gak sekolah kok. Sang mursyid menjawab yah sama, saya juga gak sekolah. dari kecil mesantren. belajar kitab kuning dan menghafal qur'an. gak belajar ilmu gituan. lah sampeyan kan ngaku makrifat tentunya tau dong. makrifat kan tau tanpa belajar. tau tanpa ada yang memberitahu. taunya tanpa sarana atau ilmu. Balik sang penguji tanya. kalo menurut sampeyan gmn jawaban yang sampeyan tanyakan. Akhirnya sang mursyid menjawab ..bla..bla...bla..jawabannya komplit banget. hehehe...samapi kholofil dan khloroplas tau..melebihi taunya ahli botani. Akhirnya sang penguji mengakui kedalaman sang mursyid ini malah minta dibai'at. Hebatnya sang penguji yang kemudian menjadi murid ini datangnya cuman sekali dua kali tapi oleh sang mursyid dinyatakan lulus. Artinya apa? jika orang sudah bagus lakunya dan sempurna tekadnya untuk mencari kebenaran maka mudah untuk dibentuk dan belajarnya juga cepat. Alhasil maksud uraian ini adalah marilah beragama lebih baik lagi, berspiritual lebih baik lagi. Lahir batin sama. Lahir tumsusing batin. Mari...
Alhamdulillah ... Astaghfirullah .... Shollallah ala Muhammad