Sumber : http://forum.detik.com/showthread.php?t=61125
Nabi Tak Pernah Mengislamkan Dengan Pedang
Oleh: Habib Luthfi
Murid Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, yang lebih dikenal sebagai Habib Luthfi Pekalongan, tersebar ke berbagai daerah bahkan mancanegara. "Enggak bisa ngitung lagi" kata Ketua Jam'iyah Ahli Thariqah Mu'tabaroh Nahdliyah (JATMN), perkumpulan tarekat yang diakui di bawah NU, ini.
Saat ini ulama menjadi rebutan para politikus. Apa sikap Anda?
Saya terima semuanya. Sebab, dalam partai-partai terdapat aset bangsa. Nah, aset itu wajib kita junjung tinggi dan kita hormati. Tentang pilihan, itu rahasia masing-masing.
Anda setuju dengan partai yang menggunakan asas agama?
Di Indonesia ini dasar pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita kembali saja ke situ dulu, kemudian diwarnai oleh agama masing-masing. Saya secara pribadi menginginkan penganut agama (agama apapun) menaati ajaran agama untuk bekal kehidupan sehari-hari, sehingga kita bisa ikut membangun bangsa ini. Sebab kita sama sekali tidak ikut andil mendirikan bangsa ini, kita tidak ikut berjuang zaman dulu. Kita hanya bisa andil menjaga kemerdekaan ini. Caranya membekali mental kita dengan agama yang baik, sehingga kita bisa menjawab tantangan umat.
Ada kalangan Islam yang berpendapat syariah Islam wajib diakomodasi karena selama ini kita justru memakai hukum Belanda yang tidak mewadahi aspirasi penduduk yang mayoritas muslim.
Negara kita negara kesatuan yang terdiri atas berbagai agama, kepercayaan dan suku. Sangat heterogen. Saya kira tidak semudah itu membungkus sesuatu. Kita sudah mempunyai UUD '45 dan Pancasila yang menjamin kebebasan beragama. Itu saja yang kita amalkan dengan didukung keyakinan agama masing-masing. Mari kita membangun bangsa ini ke depan.
Menurut Anda, syariat Islam sudah cukup diakomodasi?
Syariat Islam sudah banyak dijalankan dalam undang-undang pemerintah kita. Lihatlah: kantor agama ada, pengadilan agama ada, pernikahan dilindungi, maulid Nabi Muhammad juga diperingati. Semuanya itu tidak bertentangan dengan Islam. Nah, inilah yang harus kita pelihara.
Muslim Indonesia kerap dianggap muslim kelas dua karena banyak mistiknya dan tidak radikal. Seharusnya kita seperti muslim Timur Tengah yang militan?
Apakah itu ajaran Nabi? Apakah Nabi pernah mengislamkan seseorang dengan pedang? Tidak pernah! Saya baca hadits, tidak ada yang menyebutkan itu. Bahkan Nabi menjaga hak-hak ekonomi kaum Yahudi. Kalau ada yang bilang begitu, berarti dia tidak kenal Indonesia. Di Indonesia, yang mau dilawan siapa? Apakah kita harus mengangkat senjata kepada orang yang tidak melawan kita? Orang tidak salah kita tempeleng; apakah itu ajaran Islam? Militan itu ideologinya yang kuat. Rasa kebangsaannya yang kuat.
Konteks Indonesia berbeda dengan Timur Tengah?
Apa yang dihadapi di Indonesia berbeda dengan di Timur Tengah. Mestinya Anda bertanya kepada Arab Saudi: mengapa orang-orang Saudi yang konon radikalnya luar biasa itu kok tidak pernah mengirimkan pasukannya untuk membela Palestina?
Tentang Ahmadiyah, apakah sikap pemerintah sudah tepat?
Saya kira penerbitan surat keputusan bersama sudah bijaksana. Sejahat apapun mereka, Ahmadiyah adalah bangsa kita. Ahmadiyah kan masih bertuhan? Kalau PKI kan tidak bertuhan? Lebih jahat mana antara bertuhan dan yang tidak bertuhan? Mengapa PKI masih kita wongkan, kok Ahmadiyah tidak?
Apakah tuntunan Islam belum cukup?
Ajaran Islam sangat kompleks. Selain menanamkan akidah pada umatnya, seperti percaya kepada Allah, Nabi, malaikat dan seterusnya, Islam mengatur cara makan, bergaul dan sebagainya. Misalnya pakaian, Islam mengajarkan bagaimana seseorang terjaga kehormatannya karena pakaian itu. Jadi, Islam tidak hanya mengatur kesehatan fisik, tapi juga kesehatan rohani atau kesehatan batin. Seperti lagu Indonesia Raya "bangunlah jiwanya" lebih dulu, baru "bangunlah badannya".
Jadi, kalau ada yang melenceng di masyarakat, jiwanya belum beres?
Saya kira tidak perlu sejauh itu, karena hati orang kita tak tahu. Bangunan jiwa ini sudah diatur. Islam setelah mengatur rukun Iman, lalu rukun Islam, selanjutnya baru Ihsan. Dari Ihsan kita diajari "bersembah sujudlah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya". Kalau tidak mampu merasa melihat Tuhan, kita harus merasa menjadi bagian yang dilihat dan didengar oleh Tuhan.
Jadi, perubahan itu memang bertahap?
Pertama kali mungkin kita belum bisa merasakan dampaknya. Tapi, kalau kita terus-menerus merasa menjadi bagian yang dilihat dan didengar Tuhan, akan timbul perubahan. Sebagai contoh, seorang pesilat, kalau sering latihan, pasti akan mempunyai gerak refleks. Sehingga, kalau dia terpeleset, paling tidak 85 persen dia akan selamat dan tidak cedera. Sebaliknya, bagi yang tidak pernah latihan, jika dia terpeleset, akan lebih banyak cederanya ketimbang selamat.
Apa perubahan terbesar bila sudah merasa dekat dengan Tuhan?
Kalau kita sering merasa menjadi bagian yang dilihat Tuhan, akan timbul reaksi. Di antaranya rasa malu. Malu karena perbuatan kita selalu dilihat dan didengar Allah. Malu adalah sebagian tanda iman. Malu akan menambahkan kesempurnaan dalam beriman. Dari malu kepada Allah, malu kepada Nabi, kepada ulama, pahlawan, orangtua, guru, hingga terakhir malu kepada sesama.
Apa rasa malu bisa mendorong disiplin?
Ya, mestinya setelah muncul rasa malu, meningkat menjadi takut kepada Tuhan. Kalau takut, kita akan bertakwa dengan menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Di sinilah rasa takut menjelma menjadi takwa.
Apa peran tarekat dalam memunculkan rasa malu kepada Tuhan?
Kita membangun jiwa dengan menyebut nama Allah dalam berdzikir, sambil merasa dilihat dan didengar oleh Allah. Secara tidak langsung kita selalu diingatkan kepada Allah. Lalu, saat kita membaca selawat, kita diingatkan kepada Muhammad. Apakah tidak malu kalau tidak bisa meniru keteladanan Muhammad? Secara umum, kita juga harus menghormati orangtua dan guru. Rasanya malu kalau sudah dibesarkan orangtua dan diajari oleh guru tapi tidak menuruti nasihatnya.
Malu juga dituding menjadi biang kemunduran. Seperti apakah rasa malu yang bisa menghambat kemajuan?
Malu itu ibarat cangkir. Kalau diisi susu kan tidak ada yang salah? Kalau diisi minuman keras, baru dosa. Kalau malu dianggap penyebab kemunduran, apa salah ungkapan "al-haya' minal-iman" (malu sebagian dari iman)?
Jadi, menumpuknya masalah bangsa salah satunya karena kita krisis malu?
Saya tidak mau mengatakan bangsa ini krisis akhlak atau krisis malu. Tapi inilah di antara kelemahan-kelemahan kita.
Bila syariah Islam sudah diterapkan tapi musibah terus mendera, apa yang salah?
Saya tidak mau mengungkap cacatnya salah satu wilayah atau keturunan karena seluruh Islam adalah bersaudara.
Mengapa muncul Islam yang radikal bila dasarnya adalah rasa malu?
Saya tidak mau terpengaruh dengan mereka (radikal). Saya punya konsep sendiri untuk mendidik santri, khususnya santri tarekat, sesuai dengan ajaran salaf shalih (ulama pendahulu) yang sudah membuatkan satu konsep yang luar biasa dalam memahami al-Quran dan Hadits. Kita juga belajar dari dinamika yang telah diajarkan oleh para imam mazhab seperti Syafi'i, Maliki, dan Hanbali. Para imam mazhab itu sangat menguasai ilmu agama, tapi meski mempunyai perbedaan, mereka saling menghormati.
Para imam mazhab tak mengklaim pendapatnya sendiri yang paling benar.
Dinamika antar ulama ini indah. Ibarat musik, meski ada perbedaan alat musik dan aliran musik, musiknya bisa dinikmati. Ada harmoni. Masing-masing juga tidak bisa mengklaim paling benar karena jumlah nada atau not musik cuma 12. Antara satu dan yang lain pasti bersinggungan.
Bagaimana supaya kita tidak keliru arah menjadi radikal?
Harus ada transformasi dan pembekalan. Kalau tidak bisa, ya ikuti yang baik, yang bisa dipercaya, tidak asal.
Bagaimana supaya puasa atau ibadah tidak sekedar ritual saja, tapi juga berpengaruh pada kehidupan sosial?
Kita ambil contoh yang ringan saja. Bagaimana kita merasakan lapar dan dahaga? Ternyata setetes air dan sebutir nasi sangat bermanfaat. Kita harus menghormati sang pencipta nasi dan setetes air. Secara proses, sebutir nasi itu melibatkan banyak orang, dari ditanam hingga tersaji. Secara sosial, kita harus menghormati orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan nasi. Itu baru sebutir nasi, belum lagi tentang air, lauk dan sebagainya.
http://majalah.tempointeraktif.com/i...128222.id.html