Source :
http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/
Isteri3.html#Muhammad%20
menjunjung%20tinggi%20kedudukan%20wanita
BismillahirRahmanirRaheem
Dan apakah yang ialah dicatat oleh sejarah? Sejarah mencatat
bahwa Muhammad telah melamar Zainab anak bibinya itu buat
Zaid bekas budaknya. Abdullah b. Jahsy saudara Zainab
menolak, kalau saudara perempuannya sebagai orang dari suku
Quraisy dan keluarga Hasyim pula, di samping itu semua ia
masih sepupu Rasul dari pihak ibu akan berada di bawah
seorang budak belian yang dibeli oleh Khadijah lalu
dimerdekakan oleh Muhammad. Hal ini dianggap sebagai suatu
aib besar buat Zainab. Dan memang benar sekali hal ini di
kalangan Arab ketika itu merupakan suatu aib yang besar
sekali. Memang tidak ada gadis-gadis kaum bangsawan yang
terhormat akan kawin dengan bekas-bekas budak sekalipun yang
sudah dimerdekakan. Tetapi Muhammad justeru ingin
menghilangkan segala macam pertimbangan yang masih berkuasa
dalam jiwa mereka hanya atas dasar ashabia (fanatisma) itu.
Ia ingin supaya orang mengerti bahwa orang Arab tidak lebih
tinggi dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.
"Bahwa orang yang paling mulia di antara kamu dalam
pandangan Tuhan ialah orang yang lebih bertakwa." (Qur'an,
49:13)
Sungguhpun begitu ia merasa tidak perlu memaksa wanita lain
untuk itu di luar keluarganya. Biarlah Zainab bt. Jahsy,
sepupunya sendiri itu juga yang menanggung, yang karena
telah meninggalkan tradisi dan menghancurkan adat-lembaga
Arab, menjadi sasaran buah mulut orang tentang dirinya,
suatu hal yang memang tidak ingin didengarnya. Juga biarlah
Zaid, bekas budaknya yang dijadikannya anak angkat, dan yang
menurut hukum adat dan tradisi Arab orang yang berhak
menerima waris sama seperti anak-anaknya sendiri itu, dia
juga yang mengawininya. Maka dia pun bersedia berkorban,
karena sudah ditentukan oleh Tuhan bagi anak-anak angkat
yang sudah dijadikan anaknya itu. Biarlah Muhammad
memperlihatkan desakannya itu supaya Zainab dan saudaranya
Abdullah b. Jahsy juga mau menerima Zaid sebagai suami. Dan
untuk itu biarlah firman Tuhan juga yang datang:
"Bagi laki-laki dan wanita yang beriman, bilamana Allah dan
RasulNya telah menetapkan suatu ketentuan, mereka tidak
boleh mengambil kemauan sendiri dalam urusan mereka itu. Dan
barangsiapa tidak mematuhi Allah dan RasulNya, mereka telah
melakukan kesesatan yang nyata sekali." (Qur'an, 33:36)
Setelah turun ayat ini tak ada jalan lain buat Abdullah dan
Zainab saudaranya, selain harus tunduk menerima. "Kami
menerima, Rasulullah," kata mereka. Lalu Zaid dikawinkan
kepada Zainab setelah mas-kawinnya oleh Nabi disampaikan.
Dan sesudah Zainab menjadi isteri, ternyata ia tidak mudah
dikendalikan dan tidak mau tunduk. Malah ia banyak
mengganggu Zaid. Ia membanggakan diri kepadanya dari segi
keturunan dan bahwa dia katanya tidak mau ditundukkan oleh
seorang budak.
Sikap Zainab yang tidak baik kepadanya itu tidak jarang oleh
Zaid diadukan kepada Nabi, dan bukan sekali saja ia meminta
ijin kepadanya hendak menceraikannya. Tetapi Nabi
menjawabnya: "Jaga baik-baik isterimu, jangan diceraikan.
Hendaklah engkau takut kepada Allah."
Tetapi Zaid tidak tahan lama-lama bergaul dengan Zainab
serta sikapnya yang angkuh kepadanya itu. Lalu
diceraikannya.
Kehendak Tuhan juga kiranya yang mau menghapuskan melekatnya
hubungan anak angkat dengan keluarga bersangkutan dan
asal-usul keluarga itu, yang selama itu menjadi anutan
masyarakat Arab, juga pemberian segala hak anak kandung
kepada anak angkat, segala pelaksanaan hukum termasuk hukum
waris dan nasab, dan supaya anak angkat dan pengikut itu
hanya mempunyai hak sebagai pengikut dan sebagai saudara
seagama. Demikian firman Tuhan turun:
"Dan tiada pula Ia menjadikan anak-anak angkat kamu menjadi
anak-anak kamu. Itu hanya kata-kata kamu dengan mulut kamu
saja. Tuhan mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan
jalan yang benar." (Qur'an, 33:4)
Ini berarti bahwa anak angkat boleh kawin dengan bekas
isteri bapa angkatnya, dan bapa boleh kawin dengan bekas
isteri anak angkatnya. Tetapi bagaimana caranya melaksanakan
ini? Siapa pula dari kalangan Arab yang dapat membongkar
adat-istiadat yang sudah turun-temurun itu. Muhammad sendiri
kendatipun dengan kemauannya yang sudah begitu keras dan
memahami benar arti perintah Tuhan itu, masih merasa kurang
mampu melaksanakan ketentuan itu dengan jalan mengawini
Zainab setelah diceraikan oleh Zaid, masih terlintas dalam
pikirannya apa yang kira-kira akan dikatakan orang, karena
dia telah mendobrak adat lapuk yang sudah berurat berakar
dalam jiwa masyarakat Arab itu. Itulah yang dikehendaki
Tuhan dalam firmanNya:
"Dan engkau menyembunyikan sesuatu dalam hatimu yang oleh
Tuhan sudah diterangkan. Engkau takut kepada manusia padahal
hanya Allah yang lebih patut kautakuti." (Qur'an, 33:37)
Akan tetapi Muhammad adalah suri-teladan dalam segala hal,
yang oleh Tuhan telah diperintahkan dan telah dibebankan
kepadanya supaya disampaikan kepada umat manusia. Tidak
takut ia apa yang akan dikatakan orang dalam hal
perkawinannya dengan isteri bekas budaknya itu. Takut kepada
manusia tak ada artinya dibandingkan dengan takutnya kepada
Tuhan dalam melaksanakan segala perintahNya. Biarlah dia
kawin saja dengan Zainab supaya menjadi teladan akan apa
yang telah dihapuskan Tuhan mengenai hak-hak yang sudah
ditentukan dalam hal bapa angkat dan anak angkat itu. Dalam
hal inilah firman Tuhan itu turun:
"Maka setelah Zaid meluluskan kehendak wanita itu, Kami
kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak tidak menjadi
alangan bagi orang-orang beriman kawin dengan (bekas)
isteri-isteri anak-anak angkat mereka, bilamana kehendak
mereka (wanita-wanita) itu sudah diluluskan. Perintah Allah
itu mesti dilaksanakan." (Qur'an, 33:37)
Inilah peristiwa sejarah yang sebenarnya sehubungan dengan
soal Zainab bt. Jahsy serta perkawinannya dengan Muhammad.
Dia adalah puteri bibinya, sudah dilihatnya dan sudah
diketahuinya sampai berapa jauh kecantikannya sebelum
dikawinkan dengan Zaid, dan dia pula yang melamarnya buat
Zaid, juga dia melihatnya setelah perkawinannya dengan Zaid,
karena pada waktu itu bertutup muka belum lagi dikenal.
Sungguhpun begitu dari pihak Zainab sendiri, sesuai dengan
ketentuan hubungan kekeluargaan dari satu segi, dan sebagai
isteri Zaid anak angkatnya dari segi lain, Zainab
menghubungi dia karena beberapa hal dalam urusannya sendiri
dan juga karena seringnya Zaid mengadukan halnya itu. Semua
ketentuan hukum itu sudah diturunkan. Lalu diperkuat lagi
dengan peristiwa perkawinan Zaid dengan Zainab serta
kemudian perceraiannya, lalu perkawinan Muhammad dengan dia
sesudah itu. Semua ketentuan hukum ini, yang mengangkat
martabat orang yang dimerdekakan ke tingkat orang merdeka
yang terhormat, dan yang menghapuskan hak anak-anak angkat
dengan jalan praktek yang tidak dapat dikaburkan atau
ditafsir-tafsirkan lagi.
Sesudah semua itu, masih adakah pengaruh cerita-cerita yang
selalu diulang-ulang oleh pihak Orientalis dan oleh
misi-misi penginjil, oleh Muir, Irving, Sprenger, Well,
Dermenghem, Lammens dan yang lain, yang suka menulis sejarah
hidup Muhammad? Ya, kadang ini adalah napsu misi penginjilan
yang secara terang-terangan, kadang cara misi penginjilan
atas nama ilmu pengetahuan. Adanya permusuhan lama terhadap
Islam adalah permusuhan yang sudah berurat berakar dalam
jiwa mereka, sejak terjadinya serentetan perang Salib
dahulu. Itulah yang mengilhami mereka semua dalam menulis,
yang dalam menghadapi soal perkawinan, khususnya perkawinan
Muhammad dengan Zainab bt. Jahsy, membuat mereka sampai
nmemperkosa sejarah, mereka mencari cerita-cerita yang
paling lemah sekalipun asal dapat dimasukkan dan
dihubung-hubungkan kepadanya.
Andaikata apa yang mereka katakan itu memang benar, tentu
saja kita pun masih akan dapat menolaknya dengan mengatakan,
bahwa kebesaran itu tidak tunduk kepada undang-undang. Bahwa
sebelum itu, Musa, Isa dan Yunus, mereka itu berada di atas
hukum alam, diatas ketentuan-ketentuan masyarakat yang
berlaku. Ada yang karena kelahirannya, ada pula yang dalam
masa kehidupannya, tapi itu tidak sampai mendiskreditkan
kebesaran mereka. Sebaliknya Muhammad, ia telah meletakkan
ketentuan-ketentuan masyarakat yang sebaik-baiknya dengan
wahyu Tuhan, dan dilaksanakan atas perintah Tuhan, yang
dalam hal ini merupakan contoh yang tinggi sekali, sebagai
teladan yang sangat baik dalam melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Tuhan itu. Ataukah barangkali yang dikehendaki
oleh misi-misi penginjil itu supaya ia menceraikan
isteri-isterinya dan jangan lebih dari empat orang saja
seperti yang kemudian disyariatkan kepada kaum Muslimin,
setelah perkawinannya dengan mereka semua itu?
Adakah juga pada waktu itu ia akan selamat dari kritik
mereka? Sebenarnya hubungan Muhammad dengan isteri-isterinya
itu adalah hubungan yang sungguh terhormat dan agung,
seperti sudah kita lihat seperlunya dalam keterangan Umar
bin'l-Khattab yang sudah kita sebutkan; dan contoh semacam
itu akan banyak kita jumpai dalam beberapa bagian buku ini.
Semua itu akan menjadi contoh yang berbicara sendiri, bahwa
belum ada orang yang dapat menghormati wanita seperti yang
pernah diberikan oleh Muhammad, belum ada orang yang dapat
mengangkat martabat wanita ketempat yang layak seperti yang
dilakukan oleh Muhammad itu.
Catatan kaki:
1 Harfiah: Seseorang dari kamu tidak beriman sebelum ia
menyukai buat saudaranya apa yang disukai buat dirinya
sendiri. Terjemahan di atas didasarkan kepada komentar
Nuruddin as-Sindi sebagai anotasi pada Shahih Al-Bukhari