"Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak" (Ar-Rahman: 37)





















Tawassul

Yaa sayyid as-Saadaat wa Nuur al-Mawjuudaat, yaa man huwaal-malja’u liman massahu dhaymun wa ghammun wa alam.Yaa Aqrab al-wasaa’ili ila-Allahi ta’aalaa wa yaa Aqwal mustanad, attawasalu ilaa janaabika-l-a‘zham bi-hadzihi-s-saadaati, wa ahlillaah, wa Ahli Baytika-l-Kiraam, li daf’i dhurrin laa yudfa’u illaa bi wasithatik, wa raf’i dhaymin laa yurfa’u illaa bi-dalaalatik, bi Sayyidii wa Mawlay, yaa Sayyidi, yaa Rasuulallaah:

(1) Nabi Muhammad ibn Abd Allah Salla Allahu ’alayhi wa alihi wa sallam
(2) Abu Bakr as-Siddiq radiya-l-Lahu ’anh
(3) Salman al-Farsi radiya-l-Lahu ’anh
(4) Qassim ibn Muhammad ibn Abu Bakr qaddasa-l-Lahu sirrah
(5) Ja’far as-Sadiq alayhi-s-salam
(6) Tayfur Abu Yazid al-Bistami radiya-l-Lahu ’anh
(7) Abul Hassan ’Ali al-Kharqani qaddasa-l-Lahu sirrah
(8) Abu ’Ali al-Farmadi qaddasa-l-Lahu sirrah
(9) Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani qaddasa-l-Lahu sirrah
(10) Abul Abbas al-Khidr alayhi-s-salam
(11) Abdul Khaliq al-Ghujdawani qaddasa-l-Lahu sirrah
(12) ’Arif ar-Riwakri qaddasa-l-Lahu sirrah
(13) Khwaja Mahmoud al-Anjir al-Faghnawi qaddasa-l-Lahu sirrah
(14) ’Ali ar-Ramitani qaddasa-l-Lahu sirrah
(15) Muhammad Baba as-Samasi qaddasa-l-Lahu sirrah
(16) as-Sayyid Amir Kulal qaddasa-l-Lahu sirrah
(17) Muhammad Bahaa’uddin Shah Naqshband qaddasa-l-Lahu sirrah
(18) ‘Ala’uddin al-Bukhari al-Attar qaddasa-l-Lahu sirrah
(19) Ya’quub al-Charkhi qaddasa-l-Lahu sirrah
(20) Ubaydullah al-Ahrar qaddasa-l-Lahu sirrah
(21) Muhammad az-Zahid qaddasa-l-Lahu sirrah
(22) Darwish Muhammad qaddasa-l-Lahu sirrah
(23) Muhammad Khwaja al-Amkanaki qaddasa-l-Lahu sirrah
(24) Muhammad al-Baqi bi-l-Lah qaddasa-l-Lahu sirrah
(25) Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi qaddasa-l-Lahu sirrah
(26) Muhammad al-Ma’sum qaddasa-l-Lahu sirrah
(27) Muhammad Sayfuddin al-Faruqi al-Mujaddidi qaddasa-l-Lahu sirrah
(28) as-Sayyid Nur Muhammad al-Badawani qaddasa-l-Lahu sirrah
(29) Shamsuddin Habib Allah qaddasa-l-Lahu sirrah
(30) ‘Abdullah ad-Dahlawi qaddasa-l-Lahu sirrah
(31) Syekh Khalid al-Baghdadi qaddasa-l-Lahu sirrah
(32) Syekh Ismaa’il Muhammad ash-Shirwani qaddasa-l-Lahu sirrah
(33) Khas Muhammad Shirwani qaddasa-l-Lahu sirrah
(34) Syekh Muhammad Effendi al-Yaraghi qaddasa-l-Lahu sirrah
(35) Sayyid Jamaaluddiin al-Ghumuuqi al-Husayni qaddasa-l-Lahu sirrah
(36) Abuu Ahmad as-Sughuuri qaddasa-l-Lahu sirrah
(37) Abuu Muhammad al-Madanii qaddasa-l-Lahu sirrah
(38) Sayyidina Syekh Syarafuddin ad-Daghestani qaddasa-l-Lahu sirrah
(39) Sayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh ‘Abd Allaah al-Fa’iz ad-Daghestani qaddasa-l-Lahu sirrah
(40) Sayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh Muhammad Nazhim al-Haqqaani qaddasa-l-Lahu sirrah

Syahaamatu Fardaani
Yuusuf ash-Shiddiiq
‘Abdur Ra’uuf al-Yamaani
Imaamul ‘Arifin Amaanul Haqq
Lisaanul Mutakallimiin ‘Aunullaah as-Sakhaawii
Aarif at-Tayyaar al-Ma’ruuf bi-Mulhaan
Burhaanul Kuramaa’ Ghawtsul Anaam
Yaa Shaahibaz Zaman Sayyidanaa Mahdi Alaihis Salaam 
wa yaa Shahibal `Unshur Sayyidanaa Khidr Alaihis Salaam

Yaa Budalla
Yaa Nujaba
Yaa Nuqaba
Yaa Awtad
Yaa Akhyar
Yaa A’Immatal Arba’a
Yaa Malaaikatu fi samaawaati wal ardh
Yaa Awliya Allaah
Yaa Saadaat an-Naqsybandi

Rijaalallaah a’inunna bi’aunillaah waquunuu ‘awnallana bi-Llah, ahsa nahdha bi-fadhlillah .
Al-Faatihah













































Mawlana Shaykh Qabbani

www.nurmuhammad.com |

 As-Sayed Nurjan MirAhmadi

 

 

 
NEW info Kunjungan Syekh Hisyam Kabbani ke Indonesia

More Mawlana's Visitting











Durood / Salawat Shareef Collection

More...
Attach...
Audio...
Info...
Academy...
أفضل الصلوات على سيد السادات للنبهاني.doc.rar (Download Afdhal Al Shalawat ala Sayyid Al Saadah)
كنوز الاسرار فى الصلاة على النبي المختار وعلى آله الأبرار.rar (Download Kunuz Al Asror)
كيفية الوصول لرؤية سيدنا الرسول محمد صلى الله عليه وسلم (Download Kaifiyyah Al Wushul li ru'yah Al Rasul)
Download Dalail Khayrat in pdf





















C E R M I N * R A H S A * E L I N G * W A S P A D A

Jumat, 14 Maret 2008

ngaji diri dan ngaji rasa

Orangtua saya pernah memberi nasihat dengan mengambil pepatah wong cirebon yg sdh sangat terkenal Nak... jadi orangtuh harus bisa NGAJI DIRI DAN NGAJI RASA/ kalau kita hanya ngaji diri saja berarti bener jare dewek/ tidak peduli apa kata orang// Ngaji diri harus diimbangi dengan ngaji rasa artinya ketika orang lain dipukul sakit/maka kita juga kalau dipukul pasti akan sakit// Manakala org lain lapar karena kurang pangan/ kita juga merasakan laparnya/ sehingga kita bisa peduli// Manakala orang tua tak bisa menyekolahkan anaknya karena gak mampu/ kita juga bisa merasakan kesedihan orang tuanya sehingga tergerak untuk membantu/dan lain lain ...dan lain sebagainya// Orang yang bisa ngaji diri dan ngaji rasa akan selalu berhati-hati dalam setiap langkah/ ucapan dan tindakannya// Saya mendambakan pemimpin Kab. Cirebon yang bisa NGAJI DIRI DAN NGAJI RASA demi rakyat yg dipimpinnya/ amin.....


sumber : http://www.cirebonkab.go.id/mod.php?mod=diskusi&op=viewdisk&did=1

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Kitab Sasangka Djati

Berdasarkan hasil ngobrol dgn seorang saleblog berinitial d.e.K.i.n.g dan ditambah dgn mengobok-obok koleksi buku Ayah, akhirnya saya mencoba untuk menulis satu topik yang sebenarnya tidak begitu saya pahami secara saya tidak begitu fasih dgn budaya Jowo, tapi ya sutralah, namanya juga proyek nekat, kalopun melenceng ya lurusin dunks..

Sasangka Djati adalah sebuah buku bertahun 1932 karya R. Soenarto Mertowardojo yg bertalian erat dgn pandangannya terhadap dunia materil. Dalam sikap hidup ini pakhde Narto membagi pandangannya dalam 3 unsur, yaitu distansi, konsentrasi dan representasi.

a. Distansi
Menurut pakhde, pengertian distansi disini adalah manusia mengambil jarak terhadap dunia sekitarnya, baik dalam aspek materil maupun spirituil. Meskipun begitu, distansi disini tidak dicari untuk distansi itu sendiri, melainkan sebagai jembatan penghubung bagi manusia agar dapat menemukan dirinya sendiri. Semacam tolak ukur kesadaran bagi manusia. Karena segala sesuatu dalam dunia (suka, duka, bahagia, sengsara) ini mengeruhkan kesadaran. Oleh karena itu manusia harus mengambil jarak terhadap dunia dan segala hal ihwalnya. Lebih mudahnya, jika manusia ingin mempunyai arti dalam dunia, maka terlebih dahulu dia harus merenungkan tentang dunia itu.

Distansi sendiri punya anak sikap yg tak bisa dipisahkan, yaitu; rila, narima dan sabar.

a.1. Rila

Sesungguhnya hal yg disebut ‘rila’ itu adalah keikhlasan hati dgn rasa bahagia dlm hal menyerahkan segala miliknya, hak-haknya dalam semua buah pekerjaannya kepada Tuhan, dgn tulus ikhlas, karena mengingat semuanya itu ada didalam kekuasaan Tuhan. Maka dari itu harus tiada suatu pun yg membekas didalam hati..[1]

Berulang kali saya menemukan kata ‘rila’ dalam ajaran ini. ‘rila’ yg bersinonim dgn kata ‘penyerahan’. Sebuah penyerahan yg tidak hanya berwujud dalam perbuatan-perbuatan yg insidentil dan spontan, melainkan harus merupakan sikap hidup yg tetap. Rila selalu menuntut suatu tekad yg dapat kita adakan karena mengharapkan sesuatu yg lebih baik sebagai penggantinya. Tetapi ada faktor-faktor lain juga dalam hidup sehari-hari yg dapat mendorong manusia untuk dapat bersikap ‘rila’ yg antara lain kekecewaan, perubahan, keterikatan dan berbagai penderitaan yg datang silih berganti dan lain sebagainya..

a.2. Narima

Sikap ‘narima’ itu adalah sesuatu harta yg tak habis-habisnya, oleh karena itu barang siapa yg berhasrat mendapat kekayaan, carilah didalam sifat narima. Bahagialah orang yg memiliki watak narima itu dalam hidupnya, karena ia unggul terhadap keadaan tidak kekal..[2]

Distansi juga nampak dalam pengertian narima. Artinya; merasa puas dgn takdirnya (bukan nasib), tidak berontak, menerima dgn rasa terimakasih.
Jika sikap ‘rila’ mengarahkan perhatian terhadap segala sesuatu yg telah kita capai dgn upaya sendiri, maka sikap ‘narima’ lebih menekankan pada apa yg ada, faktualitas hidup kita, menerima segala sesuatu yg masuk dlm hidup kita, baik sesuatu yg bersifat materil, maupun suatu kewajiban atau beban yg diletakkan diatas bahu kita oleh sesama manusia.

Narima tidak menyelamatkan seseorang dari mara bahaya, melainkan merupakan satu perisai terhadap penderitaan (penghayatan subyektif) yg diakibatkan oleh malapetaka. Yg menjadi pusat perhatian disini adalah ‘pikiran’ atau lebih tepat ‘rasa’ akibat malapetaka itu..

a.3. Sabar

Gegambaranipun tijang sabar punika kados dene seganten, ingkang boten bade ambaludag, senaosa toja saking pinten-pinten katahing lepen, manungsa iku sabisa-bisa kudu apengawak segara..[3]

Kata ’sabar’ sering kita jumpai bersama-sama dgn 2 istilah tadi, dan memang merupakan akibatnya. Hanya orang yg menjalankan rila dan narima akan menjadi sabar. Seorang yg dgn rela hati menyerahkan diri dan yg menerima dgn senang hati sudah dianggap sabar dgn sendirinya. Ia akan maju dgn sikap hati-hati, karena sudah menjadi bijaksana berdasar pengalaman.

Kesabaran merupakan “broadmindedness”, kelapangan dada, yg dapat merangkul segala pertentangan, betapapun besarnya perbedaan itu. Kesabaran laksana samudera yg tidak bertumpah, tetap sama, sekalipun banyak sungai yg bermuara padanya..

b. Konsentrasi
Dalam kitab ini, konsentrasi pun di bagi menjadi 2 bagian, yaitu; ‘Tapa’ dan ‘Pamudaran’.

b.1. Tapa

Aja wareg, nanging aja luwe, aja kakehan melek, nanging iya aja kakehen turu; mangkono sapiturute, kaangkaha dewe kang sarwa sedeng, aja kongsi kaladuk utawa mung umbar-umbaran bae. Mungbae anggone ngurang-ngurangi kaangkaha saperlu, lan aja nganti diprusa kang ndadekake karusakaning raga, nanging dikuliknakna cecegah saka satitik manut kakuwatane..[4]

Setiap konsentrasi dapat dikacaukan oleh aktifitas nafsu. Nafsu tersebut erat hubungannya dgn fungsi-fungsi jasmani. Kalo seseorang masih muda dan kuat, maka nafsu-nafsu masih bergelora di dalam badannya, terutama nafsu egosentris.

Maka dari itu diperlukan salah satu bentuk tapa. Lewat tapa kekuatan badan diperlemah, hingga sikap dan perasaan terhadap sesama manusia manusia berubah. Orang menjadi sadar dgn relatifitas eksistensinya.

Dgn demikian, maka tapa, asal dipergunakan dgn seksama, dapat mengembalikan seseorang pada pusat hidupnya.

Udah dolo ah, capek.. Bersambung kapan-kapan ya..


sumber : http://qzink666.wordpress.com/2008/01/08/kitab-sasangka-djati/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

bahasa-jawa-doa-warisan-orang-tua

Mohon maaf buat non-Jawa. Kemungkinan besar tidak paham. Ini sebetulnya hanya buat catatan pribadi, tapi siapa tahu bermanfaat buat sesama. Beberapa do’a warisan ayah saya. Tidak disertai terjemahan dan saya tidak bersedia menerjemahkan. Tapi, kalau ada yg mau menafsirkan, saya persilakan. Tidak dianjurkan untuk mencobanya. Terlebih bila tidak tahu arti dan paham soal maknanya. Teringat lagi karena tulisan soal kitab Sasangka Djati.

- oOo -

Rasa Sakjeroning rasa

Ati sumpek padha misreb

Jiwa lara padha tangia

Ingsun teka anggawa wacana

Eling-elinga marang Gusti

Tamba teka, lara lunga

Waras jiwa raga, Yaa Rahman Yaa Rahim



- oOo -



Bismillahirahmanirahim

Yaa Allah Yaa Rahman Yaa Rahim

Satuhu pinaringan dumateng kawula

Sadaya niat karep hajat lan panyuwunan kawula

Allah kang ngijabani, Allah kang kinabulaken

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Alhamdulillah

- oOo -



Sukma kang minulya sakjeroning jiwa raga

Pinaringan cahya mullah

Cahya kang suci ing badan suci

Padhang jingglang kaya rina

Padhange saka Allah, nyawiji saka karsaning Allah

Laailahailallah, Muhammadarrasulullah

- oOo -

Tirta nata bayu aji

Semilir mrih kertaning kalbu

Setya budiya dyah pawestri

Mungguh padhang ing jagad sepi


sumber : http://sitijenang.wordpress.com/2008/01/08/bahasa-jawa-doa-warisan-orang-tua/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

keselarasan-dalam-ilmu-kejawen

Sebagian (atau mungkin mayoritas) orang menganggap bahwa ilmu bagi orang Jawa (Tengah) didapat melalui olah rasa dan hanya rasa saja. Tidak ada atau perlu ada penalarannya. Hal ini juga didukung oleh berbagai karya tulis pujangga-pujangga masa lampau yang banyak menggunakan kata yang satu ini. Padahal, anggapan seperti itu tak sepenuhnya benar atau bisa dibilang keliru. Setidaknya itulah pelajaran yang saya dapat dari beberapa orang tua di Jawa Tengah dulu, termasuk dari almarhum orang tua saya.

Semua karya orang-orang jaman dahulu memang dilandasi perolehan rasa. Semua hal harus berawal dari rasa supaya sesuai selera dan bisa dirasakan manfaatnya. Karena itu kesan yang timbul adalah bahwa rasa dianggap paling utama. Memang ada benarnya. Tapi, rasa yang seperti apa? Menurut pengalaman saya hal ini berasal dari pemahaman mereka soal diri manusia dan kaitannya dengan alam semesta.

Dalam pandangan keilmuan Jawa, manusia adalah makhluk multidimensi. Banyak pandangan soal ini dan bila bicara jumlahnya, pendapat mereka bisa berbeda-beda. Tapi, pada prinsipnya sepakat ada tiga dimensi utama, yaitu raga, jiwa, dan sukma. Dalam tiap dimensi wujud manusia relatif tetap sama, dalam arti semua fungsi ada, termasuk penginderaan dan tentunya rasa.

Kata rasa sendiri bagi mereka merujuk kepada rasa dalam dimensi mental atau jiwa. Seperti karya-karya Ki Ageng Suryo Mentaram. Di wilayah “kasunyatan” atau alam nyata disebut hawa, sedangkan di wilayah sukma disebut “rasa sakjeroning rasa” atau rasa di dalam rasa. Rasa di dalam sukma inilah yang dijadikan acuan utama dalam berkarya. Disebut “kawruh” atau biasa diartikan “kaparingan weruh” atau diberi pandangan. Sayangnya, wilayah ini sepertinya belum banyak diteliti oleh para pengamat asing yang menggunakan pendekatan nalar. Padahal, pendapat merekalah yang sering dijadikan rujukan dalam melakukan penilaian. Karena itu, ilmu kejawen secara umum lalu dianggap ilmu yang tidak rasional alias tanpa nalar.

Padahal, menurut pengalaman saya posisi nalar dalam budaya keilmuan jawa (kejawen) juga termasuk faktor paling penting. Tepatnya setelah rasa dalam sukma. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, ada tiga dimensi utama rasa. Sosok manusia yang sejati ada di alam sukma, sedangkan raga hanya kendaraan saja. Rasa di alam nyata yang disebut hawa punya watak-watak kebinatangan. Di sisi lain, rasa di alam sukma cenderung mengarah kepada kebaikan, lebih dekat kepada kebenaran, dan punya sifat-sifat ketuhanan. Sementara itu, posisi jiwa berada di antara dua kubu yang saling tarik-menarik itu, sebagai perantara. Jiwa pada dasarnya *katanya nih* hanya menuruti pihak mana yang paling kuat daya tariknya.

Lebih lanjut soal jiwa, menurut ajaran agama yang saya pahami ada pihak tertentu yang berkepentingan di sini. Konon ia berada di antara dua pihak yang berlawanan. Di antara lelaki dan perempuan, pembeli dan pedagang, gelap dan terang, guru dan murid, dan masih banyak lagi termasuk di antara sukma dan raga. Pihak yang dimaksud adalah setan. Oleh karenanya, sebagian berpendapat di dalam jiwa itulah ruang kerjanya para setan. Masuk dari pintu-pintu yang disebut “hawa sanga” atau sembilan hawa.

Maka, menjaga kebersihan atau kesucian jiwa menjadi perkara yang sangat penting. Di wilayah ini pula letak akal pikiran manusia. Dengan harapan cahaya dari sukma selalu menyinari dan jiwa pun turut bercahaya. Inilah posisi nalar yang diinginkan dalam keilmuan orang Jawa. Sebagai cahaya atau tali yang turut menerangi atau pengendali hawa. Pandangan ini lalu disebut ilmu putih. Sebaliknya, nalar yang lebih condong kepada hawa mengarah kepada pembenaran dan akan membawa kepada kegelapan atau ilmu hitam.

Perlu diketahui bahwa dalam pandangan orang Jawa, urutan awal perolehan ilmu tidak selalu berasal dari sukma. Namun, apa yang mereka inginkan adalah keselarasan ketiga dimensi tersebut. Rasa dalam rasa memang dianggap mendekati kebenaran. Cuma, ia sifatnya personal dan tergantung kepribadian dan wawasan seseorang, jadi masih sulit dipertanggungjawabkan. Di sinilah nalar mulai memainkan perannya. Pikiran diarahkan untuk menjelaskan apa yang sudah didapat dari sukma. Tentunya supaya orang lain pun bisa memahami, merujuk, menyetujui, mendebat, dll.

Sampai di wilayah ini sudah ada interaksi dengan beberapa pihak di luar diri. Tapi, tetap saja masih sebatas wacana dan belum menjadi apa-apa. Masih dibutuhkan sesuatu yang konkret, manifestasi dari pemahaman yang ada di tingkat angan-angan. Bisa ditebak bahwa ilmu tadi harus disesuaikan juga dengan kenyataan. Secara umum terbagi dua, yaitu di wilayah pribadi dan luar pribadi. Penerapan pemahaman pada diri sendiri berwujud sebagai sebuah kepribadian atau budi pekerti, sedangkan di luar itu berupa karya indah yang umumnya disebut seni. Karya-karya dengan prinsip keselarasan seperti ini yang bisa dikatakan ada unsur kebenarannya, sarat makna, dan banyak manfaatnya. Dalam bahasa filsafat sering disebut “rasane, jarene, lan nyatane.” Terjemahan bebasnya: rasanya, katanya, dan nyatanya.

Seperti itulah esensi ajaran-ajaran yang pernah saya terima. Benar atau tidaknya, jangan tanyakan kepada saya. Tanyakan kepada para ahlinya. Ini hanya upaya berbagi saja. Mudah-mudahan ada manfaatnya.

*fiuhh… hampir pingsan*

sumber : http://sitijenang.wordpress.com/2008/01/13/keselarasan-dalam-ilmu-kejawen/#comment-522

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Sedulur Papat Antara Kejawen dan Islam



Keberadaan kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Semenjak pertama kali kita diturunkan ke alam dunia lewat rahim ibu, Tuhan sudah menitahkan adanya penjaga-penjaga yang senantiasa mendampingi kita hidup di alam dunia. Dan sesuai dengan perintah Tuhan, para penjaga-penjaga itu dengan setia senantiasa berada di sekeliling kita.

Bagi orang Jawa, khususnya orang yang memahami tentang Kejawen, adanya para penjaga tersebut dikenal dengan sebutan “Sedulur Papat”. Siapa saja Sedulur Papat itu? Sedulur papat yang dikenal masyarakat yang memahami Kejawen adalah:
1. Kakang Kawah (Air Ketuban)
2. Adhi Ari-Ari (Ari-ari)
3. Getih (Darah)
4. Puser (Pusar)

Kakang Kawah
Yang disebut dengan Kakang Kawah adalah air ketuban yang menghantarkan kita lahir ke alam dunia ini dari rahim ibu. Seperti kita ketahui, sebelum bayi lahir, air ketuban akan keluar terlebih dahulu guna membuka jalan untuk lahirnya si jabang bayi ke dunia ini. Lantaran air ketuban (kawah) keluar terlebih dulu, maka masyarakat Kejawen menyebutnya Kakak/Kakang (saudara lebih tua) yang hingga kini dikenal dengan istilah Kakang Kawah.

Adhi Ari-Ari
Sedangkan yang disebut dengan adhi ari-ari adalah ari-ari jabang bayi itu sendiri. Urutan kelahiran jabang bayi adalah, air ketuban terlebih dulu, setelah itu jabang bayi yang keluar dan dilanjutkan dengan ari-ari. Karena ari-ari tersebut muncul setelah jabang bayi lahir, maka masyarakat Kejawen biasanya mengenal dengan sebutan Adhi/adik Ari-ari.

Getih
Getih memiliki arti darah. Dalam rahim ibu selain si jabang bayi dilindungi oleh air ketuban, ia juga dilindungi oleh darah. Dan darah tersebut juga mengalir dalam sekujur tubuh si jabang bayi yang akhirnya besar dan berwujud seperti kita ini.

Puser
Istilah Puser adalah sebutan untuk tali pusar yang menghubungkan antara seorang ibu dengan anak yang ada dalam rahimnya. Dengan adanya tali pusar tersebut, apa yang dimakan oleh sang ibu, maka anaknya pun juga ikut menikmati makanan tersebut dan disimpan di Ari-Ari. Disamping itu, pusar juga digunakan oleh si jabang bayi untuk bernapas. Oleh karena itu, hubungan antara ibu dengan anaknya pasti lebih erat lantaran terjadinya kerjasama yang rapi untuk meneruskan keturunan. Semuanya itu atas kehendak dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa.

Ketika seorang jabang bayi lahir ke dunia dari rahim ibu, maka semua unsur-unsur itu keluar dari tubuh si ibu. Unsur-unsur itulah yang oleh Gusti Allah ditakdirkan untuk menjaga setiap manusia yang ada di muka bumi ini. Maka bila masyarakat Kejawen hingga kini mengenal adanya doa yang menyebut saudara yang tak tampak mata itu secara lengkap yaitu
“KAKANG KAWAH, ADHI ARI-ARI, GETIH, PUSER, KALIMO PANCER”.


Pancer
Lalu siapakah yang disebut dengan istilah Pancer? Yang disebut dengan istilah Pancer itu adalah si jabang bayi itu sendiri. Artinya, sebagai jabang bayi yang berwujud manusia, maka dialah pancer dari semua ‘saudara-saudara’nya yang tak tampak itu.

Kesamaan Dengan Islam
Antara ajaran Kejawen dengan Islam ada kesamaannya. Dalam Islam disebutkan bahwa setiap manusia dijaga oleh malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Tuhan. Siapa saja malaikat-malaikat itu? Malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Gusti Allah untuk setiap manusia itu antara lain, Jibril, Mikail, Izroil dan Isrofil.

Nah, kesamaan antara ajaran Kejawen dan Islam tersebut yakni Kakang Kawah yang disebutkan sebagai pembuka jalan si jabang bayi, itu di Islam dianggap sama dengan Jibril (Penyampai Wahyu). Malaikat Jibril lah yang membuka jalan bagi keselamatan sang bayi hingga lahir ke dunia.

Sedangkan Adhi Ari-ari yang disebut-sebut di dalam ajaran Kejawen, di dalam Islam dianggap sama dengan Mikail (Pembagi Rezeki). Karena lewat Ari-Ari itulah si jabang bayi dapat hidup dengan sari-sari makanan yang didapatkan dari seorang ibu.

Sementara Getih (darah) , bagi orang Kejawen, pada pemahaman orang Islam dianggap sama dengan keberadaan malaikat Izroil (pencabut nyawa). Buktinya, jika tidak ada darahnya, apakah manusia bisa hidup?

Yang terakhir adalah Puser. Dalam pemahaman masyarakat Kejawen, Puser adalah sambungan tali udara (napas) antara sang ibu dengan anaknya. Nah, pada pemahaman Islam, Puser ini dianggap sama dengan Isrofil (Peniup Sangkakala). Meniup sangkakala menjelang kiamat Qubro (kiamat Besar) adalah dengan napas.

Oleh karena itu, kita wajib mengenali siapa penjaga-penjaga tak nampak yang sudah diperintahkan Gusti Allah untuk senantiasa mendampingi kita. Dengan kita mengenali keberadaan mereka, akhirnya mereka nantinya bisa mawujud (berwujud). Dan yang perlu diingat lagi, jika kita sudah melihat wujud mereka, maka hendaknya kita senantiasa memuji atas kebesaran Gusti Allah yang Maha Agung. Karena atas titah Gusti Allah-lah kita semua bisa hidup berdampingan dengan penjaga-penjaga yang disebut dengan Sedulur Papat, Kalimo Pancer.
Diposting oleh kejawen di 10:43 0 komentar
Minggu, 2007 Desember 09
Dua Hakekat Hidup

Manusia hidup di dunia ini sebenarnya memiliki dua hakekat. Dua hakekat hidup tersebut sebenarnya juga merupakan janji seorang manusia kepada sang Khalik sebelum manusia dilahirkan ke dunia ini. Dua hakekat hidup itu sendiri juga merupakan perintah Tuhan yang harus dijalankan selama hidup di dunia. Apakah dua hakekat hidup itu?

Masyarakat Jawa mengenal dua hakekat hidup tersebut yaitu tansah eling manembah marang Gusti Allah lan apik marang sak padan-padaning urip. Hakekat hidup yang dikenal oleh masyarakat Jawa tersebut juga dikenal dalam ajaran Islam dengan istilah Hablum Minnallah (selalu menyembah Allah) dan Hablum Minna Nass (berbuat baik pada sesama umat).

Dua hakekat kehidupan tersebut harus senantiasa kita ingat. Pasalnya, jika kita tidak ingat terhadap dua hakekat hidup tersebut, maka kita akan terkena bencana karena ulah kita sendiri. Misalkan, kita tidak berbuat baik terhadap sesama manusia, maka secara langsung maupun tidak langsung, kita tidak akan disenangi manusia lainnya yang ada di sekitar kita. Itu masih masalah hubungan dengan manusia. Nah, kalau hubungan dengan TUhan malah harus lebih baik lagi. Kalau dimusuhi manusia, kita masih bisa berlagak sombong dengan mengatakan tak butuh bantuan dari si fulan yang memusuhi kita, tetapi kalau dimusuhi oleh Gusti Allah, kepada siapa kita berlindung dan meminta pengayoman hidup?

Dua hakekat kehidupan itulah yang harus kita pegang dalam hidup ini. Kalau Anda tidak percaya, silakan Anda mengingkari dua hakekat kehidupan itu dan lihatlah apa yang akan terjadi pada Anda. Oleh karena itu, hayatilah dua hakekat hidup itu sebelum melangkah pada penyembahan Gusti Allah yang maha sempurna. Itu sebagai bukti bahwa kita telah menjalankan apa yang diperintahkan Gusti Allah kang Maha Adil untuk merengkuh CintaNYA.



Diposting oleh kejawen di 04:21 0 komentar
Jumat, 2007 November 16


Butir-Butir Budaya Jawa
Hanggayuh Kasampurnaning Hurip Berbudi Bawalesana
Ngudi Sejatining Becik

Ketuhanan
1. Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan langgeng, sing nganakake jagad iki saisine dadi sesembahane wong sak alam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe.
2. Pangeran iku ana ing ngendi papan, aneng siro uga ana pangeran, nanging aja siro wani ngaku pangeran.
3. Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan.
4. Pangeran iku langgeng, tan kena kinaya ngapa, sangkan paraning dumadi.
5. Pangeran iku bisa mawujud, nanging wewujudan iku dudu Pangeran.
6. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora kasat mata.
7. Pangeran iku ora mbedak-mbedakake kawulane.
8. Pangeran iku maha welas lan maha asih hayuning bawana marga saka kanugrahaning Pangeran.
9. Pangeran iku maha kuwasa, pepesthen saka karsaning Pangeran ora ana sing bisa murungake.
10. Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran.
11. Pangeran iku ora sare.
12. Beda-beda pandumaning dumadi.
13. Pasrah marang Pangeran iku ora ateges ora gelem nyambut gawe, nanging percaya yen Pangeran iku maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka karsaning Pangeran.
14. Pangeran nitahake sira iku lantaran biyung ira, mulo kudu ngurmat biyung ira.
15. Sing bisa dadi utusaning Pangeran iku ora mung jalma manungsa wae.
16. Purwa madya wasana.
17. Owah gingsiring kahanan iku saka karsaning Pangeran kang murbeng jagad.
18. Ora ana kasekten sing madhani pepesthen awit pepesthen iku wis ora ana sing bisa murungake.
19. Bener kang asale saka Pangeran iku lamun ora darbe sipat angkara murka lan seneng gawe sangsaraning liyan.
20. Ing donya iki ana rong warna sing diarani bener, yakuwi bener mungguhing Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa.
21. Bener saka kang lagi kuwasa iku uga ana rong warna, yakuwi kang cocok karo benering Pangeran lan kang ora cocok karo benering Pangeran.
22. Yen cocok karo benering Pangeran iku ateges bathara ngejawantah, nanging yen ora cocok karo benering Pangeran iku ateges titisaning brahala.
23. Pangeran iku dudu dewa utawa manungsa, nanging sakabehing kang ana iki uga dewa lan manungsa asale saka Pangeran.
24. Ala lan becik iku gandengane, kabeh kuwi saka karsaning Pangeran.
25. manungsa iku saka dating Pangeran mula uga darbe sipating Pangeran.
26. Pangeran iku ora ana sing Padha, mula aja nggambar-nggambarake wujuding Pangeran.
27. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, mula saka kuwi aja darbe pangira yen manungsa iku bisa dadi wakiling Pangeran.
28. Pangeran iku kuwasa, dene manungsa iku bisa.
29. Pangeran iku bisa ngowahi kahanan apa wae tan kena kinaya ngapa.
30. Pangeran bisa ngrusak kahanan kang wis ora diperlokake, lan bisa gawe kahanan anyar kang diperlokake.
31. Watu kayu iku darbe dating Pangeran, nanging dudu Pangeran.
32. Manungsa iku bisa kadunungan dating Pangeran, nanging aja darbe pangira yen manungsa mau bisa diarani Pangeran.
33. Titah alus lan titah kasat mata iku kabeh saka Pangeran, mula aja nyembah titah alus nanging aja ngina titah alus.
34. Samubarang kang katon iki kalebu titah kang kasat mata, dene liyane kalebu titah alus.
35. Pangeran iku menangake manungsa senajan kaya ngapa.
36. Pangeran maringi kawruh marang manungsa bab anane titah alus mau.
37. Titah alus iku ora bisa dadi manungsa lamun manungsa dhewe ora darbe penyuwun marang Pangeran supaya titah alus mau ngejawantah.
38. Sing sapa wani ngowahi kahanan kang lagi ana, iku dudu sadhengah wong, nanging minangka utusaning Pangeran.
39. Sing sapa gelem nglakoni kabecikan lan ugo gelem lelaku, ing tembe bakal tampa kanugrahaning Pangeran.
40. Sing sapa durung ngerti lamun piyandel iku kanggo pathokaning urip, iku sejatine durung ngerti lamun ana ing donyo iki ono sing ngatur.
41. Sakabehing ngelmu iku asale saka Pangeran kang Mahakuwasa.
42. Sing sapa mikani anane Pangeran, kalebu urip kang sempurna.

Kerohanian
1. Dumadining sira iku lantaran anane bapa biyung ira.
2. Manungsa iku kanggonan sipating Pangeran.
3. Titah alus iku ana patang warna, yakuwi kang bisa mrentah manungsa nanging ya bisa mitulungi manungsa, kapindho kang bisa mrentah manungsa nanging ora mitulungi manungsa, katelu kang ora bisa mrentah manungsa nanging bisa mitulungi manungsa, kapat kang ora bisa mrentah manungsa nanging ya ora bisa mrentah manungsa.
4. Lelembut iku ana rong warna, yakuwi kang nyilakani lan kang mitulungi.
5. Guru sejati bisa nuduhake endi lelembut sing mitulungi lan endi lelembut kang nyilakani.
6. Ketemu Gusti iku lamun sira tansa eling.
7. Cakra manggilingan.
8. Jaman iku owah gingsir.
9. Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mulo iku diarani Gusti iku bagusing ati.
10. Sing sapa nyumurupi dating Pangeran iku ateges nyumurupi awake dhewe. Dene kang durung mikani awake dhewe durung mikani dating Pangeran.
11. Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajat ira, awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini.
12. Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah.
13. Lamun sira kepengin wikan marang alam jaman kelanggengan, sira kudu weruh alamira pribadi. Lamun sira durung mikan alamira pribadi adoh ketemune.
14. Yen sira wus mikani alamira pribadi, mara sira mulanga marang wong kang durung wikan.
15. Lamun sira wus mikani alamira pribadi, alam jaman kelanggengan iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan.
16. Lamun sira durung wikan alamira pribadi mara takono marang wong kang wus wikan.
17. Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi.
18. Kadangira pribadi ora beda karo jeneng sira pribadi, gelem nyambut gawe.
19. Gusti iku sambaten naliko sira lagi nandang kasangsaran. Pujinen yen sira lagi nampa kanugrahaning Gusti.
20. Lamun sira pribadi wus bisa caturan karo lelembut, mesthi sira ora bakal ngala-ala marang wong kang wus bisa caturan karo lelembut.
21. Sing sapa nyembah lelembut ikut keliru, jalaran lelembut iku sejatine rowangira, lan ora perlu disembah kaya dene manembah marang Pangeran.
22. Weruh marang Pangeran iku ateges wis weruh marang awake dhewe, lamun durung weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh marang Pangeran.
23. Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran lan diwelehake dening tumindake dhewe.
24. Lamun ana janma ora kepenak, sira aja lali nyuwun pangapura marang Pangeranira, jalaran Pangeranira bakal aweh pitulungan.
25. Gusti iku dumunung ana jeneng sira pribadi, dene ketemune Gusti lamun sira tansah eling.

Kemanusiaan
1. Rame ing gawe sepi ing pamrih, memayu hayuning bawana.
2. Manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang umpamane.
3. Ati suci marganing rahayu.
4. Ngelmu kang nyata, karya reseping ati.
5. Ngudi laku utama kanthi sentosa ing budi..
6. Jer basuki mawa beya.
7. Ala lan becik dumunung ana awake dhewe.
8. Sing sapa lali marang kebecikaning liyan, iku kaya kewan.
9. Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lang legawaning ati, darbe sipat berbudi bawaleksana.
10. Ngunduh wohing pakarti..
11. Ajining dhiri saka lathi lan budi.
12. Sing sapa weruh sadurunge winarah lan diakoni sepadha-padhaning tumitah iku kalebu utusaning Pangeran.
13. Sing sapa durung wikan anane jaman kelanggengan iku, aja ngaku dadi janma linuwih.
14. Tentrem iku saranane urip aneng donya.
15. Yitna yuwana lena kena.
16. Ala ketera becik ketitik.
17. Dalane waskitha saka niteni.
18. Janma tan kena kinira kinaya ngapa.
19. Tumrap wong lumuh lan keset iku prasasat wisa, pangan kang ora bisa ajur iku kena diarani wisa, jalaran mung bakal nuwuhake lelara.
20. Klabang iku wisane ana ing sirah. Kalajengking iku wisane mung ana pucuk buntut. Yen ula mung dumunung ana ula kang duwe wisa. Nanging durjana wisane dumunung ana ing sekujur badan.
21. Geni murub iku panase ngluwihi panase srengenge, ewa dene umpama ditikelake loro, isih kalah panas tinimbang guneme durjana.
22. Tumprape wong linuwih tansah ngundi keslametaning liyan, metu saka atine dhewe.
23. Pangucap iku bisa dadi jalaran kebecikan. Pangucap uga dadi jalaraning pati, kesangsaran, pamitran. Pangucap uga dadi jalaraning wirang.
24. Sing bisa gawe mendem iku: 1) rupa endah; 2) bandha, 3) dharah luhur; 4) enom umure. Arak lan kekenthelan uga gawe mendem sadhengah wong. Yen ana wong sugih, endah warnane, akeh kapinterane, tumpuk-tumpuk bandhane, luhur dharah lan isih enom umure, mangka ora mendem, yakuwi aran wong linuwih.
25. Sing sapa lena bakal cilaka.
26. Mulat salira, tansah eling kalawan waspada.
27. Andhap asor.
28. Sakbegja-begjane kang lali luwih begja kang eling klawan waspada.
29. Sing sapa salah seleh.
30. Nglurug tanpa bala.
31. Sugih ora nyimpen.
32. Sekti tanpa maguru.
33. Menang tanpa ngasorake
34. Rawe-rawe rantas malang-malang putung
35. Mumpung anom ngudiya laku utama.
36. Yen sira dibeciki ing liyan, tulisen ing watu, supaya ora ilang lan tansah kelingan. Yen sira gawe kebecikan marang liyan tulisen ing lemah, supaya enggal ilang lan ora kelingan.
37. Sing sapa temen tinemu.
38. Melik nggendhong lali.
39. Kudu sentosa ing budi.
40. Sing prasaja.
41. Balilu tau pinter durung nglakoni.
42. Tumindak kanthi duga lan prayogo.
43. Percaya marang dhiri pribadi.
44. Nandur kebecikan.
45. Janma linuwih iku bisa nyumurupi anane jaman kelanggengan tanpa ngalami pralaya dhisik.
46. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining Pangeran.
47. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter, jalaran menawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking.
48. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh wales kang luwing gedhe katimbang apa kang wis ditindakake.
Diposting oleh kejawen di 06:41 0 komentar
Serat Wulangreh



Serat Wulangreh

Oleh Sri Mangkunegoro IV

Mingkar – mingkur ing angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih Kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah Jawa
Agama ageming aji

Jinejer neng Wedhatama
Mrih tan kemba kembanganing pambudi
Mangka nadyan tuwa pikun
Yen tan mikani rasa
Yekti sepi asepa lir sepah samun
Samangsane pakumpulan
Ganyak-ganyuk nglelingsemi

Nggugu karsane priyangga
Nora nganggo paparah lamun angling
Lumuh ingaran balilu
Uger guru aleman
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
Sinamun ing samudana
Sesadon ingadu manis.

Si Pengung nora nglegewa
Sangsayarda denira cacariwis
Ngandhar-andhar angendhukur
Kandane nora kaprah
Saya elok alangka lokanganipun
Si Wasis waskitha ngalah
Ngalingi marang si Pingging.

Mangkono ngelmu kang nyata
Sanyatane mung weh reseping ati
Bungah ingaranan cubluk
Sukeng tyas yen den ina
Nora kaya si punggung anggung gumunggung
Ugungan sedina-dina
Aja mangkono wong urip.

Uripe sapisan rusak
Nora mulur nalare ting saluwir
Kadi ta guwa kang sirung
Sinerang ing maruta
Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung
Pindha padhane si mudha
Prandene paksa kumaki.

Kikisane mung sapala
Palayune ngendelken yayah-wibi
Bangkit tur bangsaning luhur
Lah iya ingkang rama
Balik sira sarawungan bae durung
Mring atining tata-krama
ngGon-angon agama suci.

Socaning jiwangganira
Jer katara lamun pocapan pasthi
Lumuh kasor kudu unggul
Sumengah sesongaran
Yen mangkono kena ingaran katungkul
Karem ing reh kaprawiran
Nora enak iku kaki.

Kekerane ngelmu karang
Kakarangan saking bangsaning gaib
Iku borfeh paminipun
Tan rumasuk ing jasad
Amung aneng sajabaning daging kulup
Yen kapengkok pancabaya
Ubayane mbalenjani

Marma ing sabisa-bisa
Babasane muriha tyas basuki
Puruita-a kang patut
Lan traping angganira
Ana uga angger ugering kaprabun
Abon-aboning panembah
Kang kambah ing siyang ratri.

Iku kaki takokena
Marang para sarjana kang martapi
Mring tapaking tepa tulus
Kawawa nahen hawa
Wruhanira mungguh sajatining ngelmu
Tan pasthi neng janma wredha
Tuwin mudha sudra kaki.

sumber : http://kawruh-kejawen.blogspot.com/search?updated-min=2007-01-01T00%
3A00%3A00-08%3A00&updated-max=2008-01-01T00%3A00%3A00-08%3A00&max-results=4

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

PEPALI KI AGENG SELO (1)

1. pepali-ku ajinen mbrekati
tur selamet sarta kuwarasan
pepali iku mangkene :
- awja agawe angkuh
- awja ladak lan ajwa jail
- awja ati serakah
- awja celimut
- awja mburu aleman
- awja ladak, wong ladak pan gelis mati
- lan ajwa laku ngiwa

ARTINYA : ajaran hargai agar memberkahi
lagipun selamat, sehat
pepali itu demikian :
- jangan berbuat angkuh
- jangan bengis dan jangan jahil
- jangan tamak hatimu
- jangan pun panjang tangan
- jangan memburu pujian
- jangan angkuh, yang angkuh lekat koit
- jangan hendak bersikap negatif/buruk

2. padha sira titirua kaki
jalma patrap iku kasihana
iku arahen sawabe
ambrekati wong iku
nora kena sira wadani
tiniru iku kena
pambegane alus
yen angucap ngarah-arah
yen alungguh nora pegat ngati-ati
nora gelem gumampang

3. sapa sapa wong kang gawe becik
nora wurung mbenjang manggih harja
tekeng saturun-turune
yen sira dadi agung
amarentah marang wong cilik
awja sedaya-daya
mundhak ora tulus
nggonmu dadi pangauban
awja nacah, marentaha kang patitis
nganggowa tepa-tepa

4. padha sira ngestokena kaki
tutur ingsun kang nedya utama
angharjani sarirane
wya nganti seling surup
yen tumpangsuh iku niwasi
hanggung atelanjukan
temah sasar susur
tengraning jalma utama
bisa nimbang kang ala lawan kang becik
rasa rasaning kembang

5. kawruhana pambengkasing kardi
pakuning rat lelananging jagad
pambengkasing jagad kabeh
amung budi rahayu
setya tuhu marang HYANG WIDHI
warastra pira-pira
kang hanggung ginunggung
kasor dening tyas raharja
harjaning rat punika pakuning bumi
kabeh kapiyarsakna

6. poma poma anak putu mami
awja sira ngegungake akal
wong akal ilang baguse
dipun idhep wong bagus
bagus iku dudu mas picis
lawan dudu sandhangan
dudu rupa iku
bagus iku nyatanira
yen dinulu asih semune prakati
patrap solah prasaja

7. lawan awja dhemen ngaji-aji (mujizat)
awja sira kepengin kedhotan
kadigdayan apa dene
awja sira mbedhukun
awja ndhalang lan awja grami
awja budi-sudhagar
awja watak-kaum
kang den ajab mung ruruba
kaum iku padune cukeng abengis
iku kaum sanyata

8. kumbah krakah cukit lan andulit
miwah jagal melanten kumala
iku nora dadi gedhe
wajib sinirik iku
pan wus awja ngaruh-aruhi
awja doyan sembrana
matuh analutuh
niwasi barang karya
wong sembrana temahane nora becik
nyenyenges nanjak-nanjak

9. pae wong MAKRIFAT sejati
tingkah una-unine prasaja
dadi panengran gedhene
eseme kadi juruh
saujare manis trus ati
iku ingaran dhomas
wong bodho puniku
ingkang jero isi emas
ingkang nduwe bale kencana puniki
bola-bali kinenca

10. keh tepane mring sagun ging urip
pan uninga ati tengu gengnya
ingkang sasingkal gedhene
endhog bisa keluruk
miwah geni binakar warih
iku talining barat (angin)
kawruhana iku
manjing atos nora renggang
bisa mrojol ing kerep dipun kawruhi
kang cendhak kethokana

11. awja watak sira sugih wani
awja watak sok ngajak tukaran
awja ngendelke kuwanen
awja watak anguthuh
awja ewanan lan awja jail
awja ati canthula
ala kang tinemu
sing sapa atine ala
nora wurung bilahi pinanggih wuri
wong ala nemu ala

12. poma poma anak putu mami
awja sira mengeran busana
awja ngendelken pintere
awja anggunggung laku
ing wong urip dipun titeni
aketareng basa
katandha ing semu
semu becik, semu ala
sayektine ana tingkah solah muni
katon amawa cahya

13. awja sira amadhakken jalmi
amarentah kaya sato kewan
kebo sapi miwah iwen
awja sira prih weruh
kaya uwong pan nora ngreti
awja kaya si Soma
kebone pinukul
sababe sinau maca
yen bisoa nora beda padha urip
mulane awewuda

14. ayam ginusah yen munggah panti
atanapi lamun mangan beras
kebo ngadhangan bae
iku wong olah semu
lamun sira tetanggan kaki
yen layah ingaruhan
aruhana iku
yen tan layak enengena
apan iku nggemeni darbek pribadi
pan dudu rayatira

15. patrapena rayatira kaki
anak putu sanak presanakan
enakena ing atine
lamun sira amuruk
weruhena yen durung sisip
yen wus ketiwasan
awja sira tutuh
kelangan tambah duraka
yen wus tiwas sira umpah-umpahi kaki
tur iku mundhak apa

16. bumi geni banyu miwah angin
pan srengenge lintang lan rembulan
iku kabeh aneng kene
segara jurang gunung
padhang peteng padha sumandhing
adoh kalawan perak
wus aneng sireku
mulane ana wong ngucap
sapa bisa wong iku njaring angin
jaba jalma utama

17. tama temen tumanem ing ati
atinira tan nganggo was-uwas
waspada marang ciptane
tan ana liyanipun
muhung cipta harjaning ragi
miwah harjaning wuntat
ciptane nrus kalbu
nuhoni ingkang wawenang
wenangira kawula punika pesthi
sumangga ring kadarman

sumber : http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008_01_01_archive.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Belajarlah Mati Sebelum Kematian itu Datang

"Belajarlah Mati sebelum kematian itu datang". Kata-kata itu sepertinya hanya sebuah kata iseng yang diucapkan. Tetapi jika kita telaah dan pahami secara rinci, kata-kata itu mengandung makna yang sangat dalam dan sarat ilmu.
Belajar mati disini bukanlah dalam artian kita harus bunuh diri untuk bisa mengecap sebuah kematian. Tetapi arti kata belajar mati di sini adalah mematikan segala bentuk hawa nafsu untuk bisa bertemu dengan Sang Khaliq.
Orang yang beragama Islam juga memiliki kata-kata seperti itu yakni "Sholatlah kamu sebelum kamu disholati orang lain". Artinya, bagi orang yang beragama Islam harus menjalankan sholat yang sejati. Bukan sholat yang hanya sekedar "gugur kewajiban" saja. Tetapi sholat disini adalah mengenal, menghadap, menyembah Allah. Dengan sholat, kita bisa mengenali Allah. Dengan Sholat kita bisa berbicara dan berkomunikasi dengan Allah. Seusai sholat, kita akan bisa merasakan kenikmatan dalam berkomunikasi dengan Allah.
Kembali pada pokok bahasan belajar mati. Dalam hal ini, belajar mati adalah berdiam diri (meditasi/samadhi) dengan mematikan hawa nafsu, pancaindera dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nafsu. Semata-mata yang bergerak adalah hati dan rasa. Rasa sejati dengan bimbingan dari Gusti ALLAH lewat Guru Sejati. Dengan samadhi/meditasi, maka seseorang bisa mematikan diri sendiri dan berkontemplasi, konsentrasi menghadap khusuk pada Gusti ALLAH.
Dengan samadhi/meditasi, kita meninggalkan dunia ini untuk sementara waktu dan memasuki alam lain yakni alam jabarut, malakut hingga alam ilahiah. Dengan memasuki berbagai alam ini kita akan bisa melihat kebesaran dari Gusti ALLAH akan semua makhluk ciptaannya. Jika hal itu sering kita lakukan, maka sewaktu-waktu jika kita dipanggil oleh Gusti ALLAH (meninggal dunia), kita sudah siap.

Mengetuk Pintu Gusti ALLAH
Tidak ada bedanya tatakrama ketika kita bertamu dengan ketika kita menghadap pada Gusti ALLAH. Kalau kita bertamu ke rumah rekan atau sahabat, tentunya harus mengetuk pintu terlebih dulu sebelum siempunya rumah keluar. Demikian pula ketika hendak menghadap pada Gusti ALLAH. Kita harus mengetuk pintuNYA.
Mengetuk pintuNYA itu tidak dalam artian yang sebenarnya. Tetapi dalam artian meminta ijinNYA untuk bisa masuk ke alamnya. Manusia tidak akan bisa masuk dengan sendirinya tanpa mengetuk pintu Gusti ALLAH itu. Cara mengetuk pintu tersebut adalah dengan doa yang disebut dengan doa kunci.
Doa tersebut hendaknya dibaca tujuh kali dengan menahan napas setiap kali membacanya. Doa tersebut berbunyi:

Gusti Ingkang Moho Suci
Kulo Nyuwun Pangapuro Dhumateng Gusti Ingkang Moho Suci
Sirrullah, Dzatullah, Sifatullah
Kulo Sejatining Satrio Nyuwun Panguoso
Kulo Nyuwun Kanggo Tumindhake Satrio Sejati
Kulo Nyuwun Kanggo Anyirnakake Tumindak Ingkang Luput.

Dengan mengetuk pintu Gusti ALLAH tersebut, maka kita sudah bisa melanglang buana milik ALLAH yang tidak semua orang bisa memasukinya. Tentu saja, semua itu atas izin dari Gusti ALLAH sendiri sebagai pemilik alam semesta. Mudah-mudahan artikel tersebut dapat berguna. Rahayu...Rahayu....Rahayu....

sumber : http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/02/belajarlah-mati-sebelum-kematian-itu.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Sabtu, 08 Maret 2008

LATHOIF

Rahasia dari Thariqat Naqsbandi adalah Lima Lata'if Posisi Hati. Ada 5 tingkatan posisi hati ( The Stations of the Heart)

1. Tingkat pertama Maqamal Hati ( Qalb ) : Latifat al Qalb (Ilmiya : all knowledge, Ya Sayed : solihin )

Merupakan tingkatan masuknya ilmu pengetahuan ilmiah Setan bisa masuk dalam posisi ini, dan mengerti apa yang kalian akan lakukan. Inilah sebabnya mengapa kalian kadang2 memiliki pikiran buruk. Kalian terganggu ketika sedang sholat, kalian merasa dicurangi ketika bekerja dan merasa curiga.

Maqam ini dibawah otoritas Nabi Adam as karena mencerminkan aspek fisik dari hati. Warna cahaya dari hati adalah kuning, sense indra : pendengaran

2.Tingkat kedua Posisi dari Rahasia (sirr) :
Latifat as-Sirr
( Ruhiyya : spirituality, Hearing Seeing, Ya Sahib )

Pada posisi ini terdapat perbedaan yang nyata antara sadar dan bawah sadar. Merupakan posisi Ruhiyah atau spiritual. Indra keenam pada posisi inia dapat mengenali informasi dan Ramalan vision spiritual, dimana Allah memberikan rahasia kepada setiap individu umat manusia . Penyaksian spiritual vision dengan pendengaran dan penglihatan / penyaksian.

Dibawah otoritas Nabi Nuh as, karena merupakan kapal penyelamat dari Lautan Kegelapan dan penyelamat dari banjir ketak pedulian dan kebodohan.Cahaya hati dalam posisi ini adalah Merah. Para suhada dan Guru-guru dari 40 tarikat lain hanya dapat memasuki hingga posisi kedua ini, sementara guru2 tarikat Naqsbandy bisa lebih jauh mencapai posisi ketiga.

3.Tingkat ketiga : Rahasia dari Rahasia (sirr as sirr) : Latifat Sirr as Sirr (Mithaliya : Perfecting, Balanced being, Ya Sadiq )

Tingkat kesempurnaan Spiritual dari kepastian, kehalusan hati. Tingkat para siddiqiun. Dibawah otoritas Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as. Nabi Ibrahim adalah symbol Kalifah di Bumi dan Musa as diberikan kelebihan dapat mendengar dan berbicara dengan Allah, dua atribut yang penting dalam mengenal ilmu pengetahuan Allah. Warna cahaya hati dari rahasia dari rahasia adalah Putih. Gambaran sempurna dalam posisi ini adalah pencapaian kesempurnaan Rasulullah saw merupakan gambaran terbaik kesempurnaan ciptaan Allah.

4. Tingkat keempat Yang Tersembunyi (Khafa): Latifat al Khafa (Jismiyya, Insan Kamil, Ya Rasul)

Kesempurnaan Fisik dari Insan Kamil, dibawah otoritas Nabi Isa as , karena hubungannya dengan Pengetahuan Tersembunyi, ia mewakili pemahaman Spiritual . Insan Kamil adalah ketika kesempurnaan jiwa tercermin dalam penampilan fisik dan menjadi image of perfection Muhammadiun. Hanya Rasulullah saw saja yang dapat memasuki posisi ini

5. Tingkat kelima Yang Paling Tersembunyi (Ahkfa) : Latifat al Ahkfa (Dhatiyaa :Essence, Ya Allah, Huwa)

Posisi dari Kehadiran, Hakikat. Tingkat ini hanya diketahui oleh Allah saja. Allah Huwa. Merupakan realitas Nabi Muhammad saw, karena hanya Rasulullah saw yang memiliki posisi diatas semua Nabi. Dalam Isra Miraj Nabi saw menyaksikan Kehadiran Allah swt. Direpresentasikan dalam Kalimah La ilaha illallah Muhammadur rasul Allah. Colour : Cahaya Hati dari Yang Paling Tersembunyi adalah Hitam. Allah memiliki rahasia penciptaan dalam genggamannya, tak ada seorangpun tahu kecuali Allah.

sumber : http://ariefhamdani.blogspot.com/2004_08_01_archive.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Keindahan Nabi SAW

Kesempurnaan Rupa SAW

Diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah bahwa Rasulullah SAW melihat di malam hari seperti di siang hari. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku di depanmu. Janganlah kamu mendahuluiku di ruku` dan sujud. Sesungguhnya aku melihatmu dari depan dan belakangku.”

Kesempurnaan Mulut SAW

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah meminum air dari sebuah tempat. Kemudian sisa air tersebut dituangkan kembali ke sumur. Maka setelah itu air sumur tersebut berbau misk (musk).

Juga pernah suatu ketika Sayyidina Al Husein Radhiallahu anhu merasa haus. Rasulullah pun memintakan air untuknya dan tidak mendapatkan air. Maka Rasulullah SAW memberikan lidahnya SAW kepada Sayyidina Al Husain RA, maka ia menghisapnya hingga hilang dahaganya.

Diriwayatkan pula bahwa di antara gigi-gigi beliau SAW terlihat nur (cahaya). Sholawatullah wasalaamuhu alaihi wa ala aalihi wa shohbih .

Kesempurnaan Wajah SAW

Sayyidah Aisyah RA ketika sedang menjahit, tiba-tiba terjatuh jarumnya. Maka ia meraba- raba berusaha mencarinya. Lalu masuklah Rasulullah SAW seakan-akan nur terpancar dari wajahnya. Dengan nur tersebut ia pun mendapatkan jarumnya. Kemudian ia memberitahu Rasulullah SAW tentang apa yang ia lihat. Dan Rasulullah SAW pun bersabda, “Celaka, sungguh celaka bagi yang orang yang tak melihatku di hari kiamat.”

Dan (indahnya) wajah yang seperti matahari, terang, menerangi malam yang gelap gulita (Hamziyah)

Yang lebih tampan darimu (Rasulullah SAW) tak pernah dipandang mataku.Dan yang lebih sempurna darimu tak pernah dilahirkan perempuan. Engkau tercipta lepas dari segala aib. Seakan akan engkau tercipta sekehendakmu (Sayyidah Aisyah RA)

Kesempurnaan Keringat SAW

Suatu hari Rasulullah tertidur dan mengeluarkan keringat. Tak lama datang Ummu Sulaim dengan membawa botol dan mengambil keringat yang mengalir pada Rasulullah SAW hingga beliau terbangun. “Apa yang kau lakukan Ummu Sulaim,” tanya Rasulullah. Ia pun menjawab, “Ini adalah keringatmu, ya Rasulullah. Ku jadikan wewangian. Sesungguhnya ini adalah wewangian yang terwangi.”

“Apabila lewat di jalan, tercium wanginya hingga dapat diketahui bahwa beliau SAW baru saja lewat. Dan apabila duduk di majlis, tercium harumnya berhari hari walaupun ia telah pergi. Dan ia memiliki sebaik-baik keharuman walaupun tak memakai wewangian.” (Maulid ad diiba`I)

Suara SAW

Diriwayatkan oleh sahabat bahwa suara beliau adalah sebaik baik suara. Hingga di malam hari beberapa sahabat dapat mendengarkan suara Rasulullah SAW yang sedang membaca Al-Qur’an sedangkan mereka berada atas arsy.

Imam Ali mengatakan bahwa tidaklah Allah Ta`ala mengutus seorang nabi kecuali memiliki sebaik-baik wajah dan suara dan begitu pula Rasulullah SAW

Ketiak SAW

Seorang sahabat berkata, “Ketika Rasulullah Saw sedang mengangkat kedua tangannya untuk berdoa, kami melihat cahaya di bawah lengannya.”

Tinggi SAW

Rasulullah SAW mempunyai tinggi badan normal. Tidak tinggi jangkung atau pendek. Akan tetapi apabila bersama para sahabat, terlihat beliau lebih tinggi dari sahabatnya SAW

Dan masih banyak lagi kelebihan Rasulullah yang nampak begitu jelas. Diantaranya adalah disebutkan oleh seorang ulama dalam bentuk nadzhom tentang khushusiat Rasulullah SAW. Beliau mengatakan, “Kelebihan Nabi kita sepuluh hal :

1. Tak pernah ber-ihtilam (mimpi basah)

2. Tak mempunyai bayangan

3. Bumi langsung menelan apa-apa yang keluar dari perut SAW

4. Nyamuk tak pernah hinggap padanya

5. Walau matanya tidur, hatinya tak tidur

6. Melihat dari belakang seperti dari depan

7. Tak pernah menguap sama sekali

8. Lahir dalam keadaan berkhitan

9. Hewan-hewan tunggangannya mengenali kerasulannya

10. Apabila duduk, duduknya melebihi tinggi sahabat-sahabatnya


sumber : http://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/2007/05/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Jangan Sakiti Siapapun

Suhbat Tanggal 17 Februari 2008

Jangan Sakiti Siapapun
Mawlana Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani (qs)
Zawiyah Oakland


Allahumma shalli `ala Sayyidina Muhammad hatta yarda Sayyidina Muhammad.
Kami terpukau dengan apa yang Grandsyaikh atau Mawlana Syaikh pernah katakan bahwa satu kata atau satu halaman yang mereka katakan dapat kau tuliskan sebanyak ribuan dan ribuan halaman dari apa yang mereka katakan pada satu halaman.

Allah tidak menciptakan suatu makhluk untuk menyakiti manusia. Menyakiti makhluk lain tidaklah Allah sukai.

Apa yang dibukakan kepada awliyaullah adalah samudera dari satu kata atau satu kalimat Burdah : kau bukakan cahaya-cahaya. Itu memukau pikiran.

Spiritualititas adalah dengan mencicipi. Kecintaan kepada sang Nabi (saw) lewat mencicipi. Seperti aliran listrik pada lampu-lampu dan kau dapat melihatnya, namun saat menyentuhnya kau dapat merasakan seberapa besar energi yang ada sehingga akan mengagetkanmu. Loncatan energi itu akan membuatmu koma selama beberapa saat atau mungkin membunuhmu.

Awliyaullah melalui kesungguhan dan keshalehan mereka, kita bicara banyak mengenai kesungguhan dan keshalehan, tetapi apakah kita bersungguh-sungguh atau shaleh? Tidak.
Kesungguhan dan keshalehan Syaikh Yasser bukan dengan lidah, kesungguhan atau keshalehan adalah dengan emosi yang dengannya seluruh tubuhmu akan berguncang meminta cinta kepada seorang yang dicintai. Seperti seseorang yang mencintai orang lain, dia selalu memikirkan tentang kekasihnya.


Jadi, sang Nabi (saw) selalu berada dalam Mi'raj, kenaikan, kepada sang Kekasih.
Kepada Allah swt. Cinta beliau tidak pernah berhenti. Kini, sebagai contoh: ketika manusia mencintai seseorang dan mereka tidak bisa menggapai orang tersebut maka mereka mempunyai emosi itu, cinta, dan selalu, selalu, selalu memikirkannya namun saat mereka berteme maka emosi itu berkurang.

Namun dalam spiritualitas emosi itu meningkat. Ketika bersama, ketika mereka mendekat seperti semakin mendekatnya awliyaullah ke hadirat sang Nabi (saw), cinta mereka meningkat. Saat sang Nabi (saw) melakukan Mi'raj semakin beliau mendekat dengan sang Kekasih, maka cinta beliau semakin naik tidak pernah berkurang. Banyak orang bicara tentang cinta dengan gampangnya, cinta dalam makna spiritualitas begitu mudahnya. [Seperti jika] mengunyah permen/gula-gula, sesuatu yang sederhana.
Namun dalam kenyataan spiritual tidaklah semudah itu. Kau harus terus memakan gula-gula [spiritual], jangan berhenti.

Ketika kau makan sesendok madu, apa yang terjadi? Kau menyukainya. Kau ambil lagi, dan rasanya enak, lalu lagi dan lagi. Lalu apa yang terjadi? Akhirnya kau kenyang. Spiritualitas bukanlah seperti itu. Spiritualitas adalah kau tetap makan madu. Namun dalam spiritualitas, mereka mengangkatmu ke tingkat yang lebih tinggi dimana disana ada permen jenis lain yang tidak serupa dengan permen pertama dan lalu permen jenis lain dan lain dan kau pun naik makin tinggi dan tinggi.

Jadi cinta kepada sang Nabi (saw) adalah jenis spiritualitas yang selalu naik (Mi'raj), ini seperti listrik - kau dapat merasakannya. Ini bukan yang kau cari, kau mencari cahaya bukan hanya mencicipi manisnya namun kau akan merasakan cinta itu dan energi itu datang dari Sayyidina Muhammad (saw). Saat naik dalam tingkat-tingkat "mencicipi dan manis", kau akan merasakan semakin meningkatnya cinta yang kau rasakan, cinta kepada sang Nabi (saw). Awliyaullah ada dalam kenaikan itu. Itu yang mereka rasakan. Mereka tidak bisa mengendalikan diri mereka. Itulah mengapa mereka tidak duduk bersama orang-orang karena mereka tidak bisa. Mereka tidak bisa duduk bersama orang-orang karena hati mereka bersama Allah, hati mereka bersama sang Nabi (saw); karena orang-orang akan mengalihkan keberadaannya. Lalu mereka akan kehilangan dimana mereka berada, pada posisi itu.

Hanya mukamaliin atau mukamaluun, al-Kummal, hanya bagi mereka yang sudah mencapai kesempurnaan; mereka mewarisinya dari sang Nabi (saw) [dalam hadits itu] lii sa`atun ma al-khaliq was lii sa`atun ma al-khalq - Aku memiliki satu wajah, satu sisi [atau satu jam] bersama Tuhan-ku dan satu sisi [atau satu jam] bersama manusia.
Jadi beliau ada pada 2 sisi ini, satu di Hadirat Ilahiah, satunya bicara dengan manusia, dari sinilah mereka mewarisinya.

Oleh karenanya manusia, … sebelum jenis ajaran ini, bagaimanakah mereka saat ini mengajari anak-anak menghafal Qur'an sejak masa kanak-kanak? Masihkah? Dan kini di Amerika, mereka berkata kepadamu "Bawalah anak-anak dan kami akan mengajari mereka menghafal Qur'an." Sebelumnya [dimasa lalu], sebelum menghafal Qur'an, mereka biasa menghafal segala jenis puisi tentang kecintaan kepada sang Nabi (saw). Kemudian saat mereka berusia 12 tahun, mulailah diajarkan tentang spiritualitas, tasawwuf. Kini hal itu tidak terlihat lagi.
Oleh karenanya kini mereka lebih bijaksana dalam masalah dunya; mereka lebih sekuler dalam pemahaman, jadi saat kau melihat apa yang diajarkan kepada anak-anak oleh orang tua mereka, saat kau melihat apa yang diajarkan oleh para guru, mereka pergi ke sekolah dan ke masjid yang mana didalamnya tidak ada hal lain yang dipikirkan kecuali politik. Aspek ini tidaklah ada. Itulah kenapa mereka keluar di Wilayah Teluk dan berkata, "Tidak ada lagi

awliya. Mereka sudah musnah."

Awliya ada disana namun kau begitu butanya sehingga tidak bisa melihat.
وَمَن كَانَ فِي هَـذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِي
Wa man kaana fii haadzihii dunya a'maa fa huwa fil-aakhirati a'maa wa adhallu sabiilaa.

Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). [Al Israa' (17):72]

Awliyaullah dimasa lalu dan awliya masa kini mempunyai gaya berbeda.
Awliyaullah tahu bahwa Allah tidak menciptakan apapun untuk menyakiti para hamba-Nya. Dengan menghindari dari menyakiti hamba Allah akan menaikkanmu

Dan Grandsyaikh berkata bahwa Allah berfirman, "Aku mengumumkan perang kepada siapapun yang memusuhi para hamba-Ku." Inn Allah la yarda li `ibadihi adh-dhulm - Allah tidak menerima penganiayaan kepada para hamba-Nya.



Saat kini kita menganiaya diri kita sendiri. Ketika Allah berfirman jangan menganiaya, bagaimana cara kita menganiiaya diri kita sendiri? Dengan tidak shalat. Dengan tidak menggunakan apa yang telah Allah berikan kepada kira. Orang-orang sangat sulit melakukan shalat. Mereka lupa membaca Qur'an. Setidaknya bacalah satu halaman Qur'an atau satu juz. Mereka lupa membaca surat ini atau surat itu. Apakah ini? Kehidupanmu seperti seekor binatang. Kini orang-orang hanya memikirkan kehidupan materi, kehidupan binatang. Adakah yang lainnya? Tidak ada. Mereka tidak lagi tertarik kepada kehidupan beragama.

Perhatikan apa yang beliau jelaskan dalam puisinya, Muhammad al-Busayri dalam puisinya, meletakkan... al-Burda.
Beliau menuliskan نبينا الامر الناهي فلا احد ابر في قول "ل" ولا"نعم - nabiyuna al-aamiru an-naahi - Nabi kita adalah seorang pemimpin, aamir, yang memberikan perintah, dan nahi, apa yang dilarang."
Fala ahadun abbara fee qawlin "lam" wa la "na`m" - tidak ada yang lebih baik dari beliau yang berkata 'tidak' atau yang berkata 'ya'.
Hanya beliaulah ketika mengatakan 'tidak' adalah berarti 'tidak' dan ketika berkata 'ya' berarti 'ya'.

Itu artinya ketika beliau berjanji bahwa hal ini 'ya', dan saat beliau mengucap 'tidak' tetaplah bermakna 'tidak'.
Beliau menuliskan نبينا الامر الناهي"" - "Nabiyuna al-aamirun-naahi - Nabi (saw) kita adalah yang memberi perintah dan larangan." Itu artinya kita berada dibawah batas-batas perintah dan larangan. Apa yang mereka perintahkan harus kita turuti dan apa yang mereka larang harus dihentikan.

Sangat sederhana, Grandsyaikh pernah berkata bahwa Allah, "Allah mengumumkan perang kepada siapapun yang memusuhi para hamba-Ku." Dan beliau menjelaskan "Allah tidak suka siapapun menyakiti para hamba-Nya. Saat kau menyakiti para hamba-Nya, Dia mengumumkan perang kepadamu."



Berapa banyak dari kita yang menyakiti istri dan berapa banyak istri yang menyakiti suaminya? Kedua belah pihak. Dalam satu kata, hal tersebut bisa terjadi. Kau mungkin berkata satu kata yang tidak enak.

Mengapa mereka mempunyai diplomat ditiap negara, duta-duta besar? Mereka diajarkan berdiplomasi dengan menggunakan kata-kata yang sangat diplomasi agar tidak membuat semua orang naik darah.

Tasawwuf mengajari kita hal tersebut. Jangan menggunakan kata-kata yang kasar. Dalam tasawwuf, mereka biasa mengajarkan anak berusia 12 tahun semua kata-kata halus, 200-300 buah kata, agar tidak membuat orang lain marah. Apakah hal itu diajarkan lagi sekarang ini? Tidak, ajaran itu sudah hilang.

Jadi apa yang beliau katakan? "Nabi kita adalah seseorang yang memberi perintah dan larangan." Apakah kita mengikuti perintah-perintah beliau? Jika iya alhamdulillah. Apakah kita patuh untuk berhenti membangkang atau melakukan hal-hal yang tidak beliau sukai? Jika tidak maka kita harus berusaha menyempurnakan diri kita sendiri semampunya.

Dan beliau berkata, نبينا الامر الناهي فلا احد ابر في قول "ل" ولا"نعم"
fa la ahadaun abarrah fee qawl 'lam' wa la 'na`m'.


Berapa kalikah sang Nabi (saw) berkata 'tidak' dalam hidupnya dan berapa kalikah beliau mengucap 'ya'? Sang Nabi (saw) berkata 'tidak' di satu tempat dan berkata 'ya' dibanyak tempat. Dimana beliau berkata 'tidak'? dan dia berkata. "Ma qaala la qattan -beliau tidak pernah berkata 'tidak' selama hidupnya kecuali dalam syahadah - Illa fii syahadatihi."
Hanya sewaktu mengucap itulah beliau berkata 'tidak'. ma qaala la, qattun illa fii tasyahudihi.
Kecuali ketika beliau mengucap syahadah - Asyhadu an La ilaha ill-Allah - satu kali. Berapa banyakkah ketika seseorang minta sesuatu kepada kita dan kita berkata 'tidak'?

Baru saja mereka berargumentasi, sebelum kau datang. "La, la, tidak, tidak," mereka berargumentasi, sebagai sebuah contoh.
Wa la n`am qattun illa wa ja'ahu ni`am – "Tidak pernah beliau berkata 'ya' kecuali datanglah rahmat dan pahala."

Beliau tidak pernah menyangkal apapun. Hanya satu hal dalam hidup beliau yang disangkal yaitu tidak menyekutukan apapun dengan Allah. [Untuk sisa semuanya] beliau berkata 'ya',
dan dengannya Allah melimpahkan pada manusia semua jenis rahmat. Jadi bagaimana memperoleh pemahaman ayat itu, baris puisi itu? Didalamnya adalah harta karun para murid.

Ketika Muhammad al-Busayri berkata, نبينا الامر الناهي nabiyuna al-aamirun-naahiyu. Itu artinya beliaulah yang dapat berkata tidak boleh melakukan sesuatu kepada seorang.
Bashiirun wa nadhiirun. Beliaulah satu-satunya, beliau memberikan kabar gembira dan peringatan. Hanya beliau satu-satunya yang memberikan perintah. Jadi apa yang harus kita lakukan? Kita harus mendengarkan perintah-perintah beliau. Apakah perintah beliau?


Pada masa Grandsyaikh, semoga Allah merahmati jiwanya, kita kembali ke masa Grandsyaikh, kami masih muda. Dan beliau biasa mengucapkan banyak hal. Beliau berkata, "Aku hanya mempunyai 2 orang murid." Dua orang murid? Grandsyaikh mempunyai murid ratusan dan ribuan orang. Dari semua yang beliau katakan "Aku mempunyai 2 orang: Mawlana Syaikh Nazim dan Mawlana Syaikh Husayn."
Apakah maksud beliau? Inilah yang penting. Apakah makna penting dari ayat: nabiyuna al-aamirun-naahiyu.

[Beliau berkata:] "Mengapa aku mempunyai 2 orang murid? Karena jika dikatakan sesuatu kepada mereka, mereka akan menerimanya tanpa keraguan dan keseganan, bidun taraddud. Aku minta apapun kepada mereka, mereka akan melakukannya tanpa keseganan."
Itu artinya dia mewarisi rahasia, dia mewarisinya rahasia al-aamiru wan-nahiyu dari sang Nabi (saw).

Ketika Grandsyaikh bicara, ketika mulutnya terbuka untuk bicara, setiap wali harus mendengarkan. Allah… Mereka mempunyai headset spiritual, headset surgawi, yang telah Allah berikan kepada awliya-Nya. Beliau berkata, "Aku satu-satunya yang diijinkan oleh sang Nabi (saw) untuk bicara pada zaman ini dan awliya dimanapun wajib mendengarkan. Bukan hanya awliya namun ta'ifatul-jinn dengan rajanya harus mendengarkan. Karena aku mewarisi rahasia itu dari sang Nabi (saw)."
Setetes dari samudera itu adalah bersama sang Nabi (saw). Awliya memperoleh setetes.
Beliau berkata, "Aku hanya kran yang dapat bicara dari tingkat itu. Seluruh awliya harus mendengarkan apa yang aku katakan."

Jika kita membahas apa yang beliau katakan, aku membawa satu buku catatan, jika kita membahas tiap malam, ada hal-hal yang tidak bisa kita pahami karena melampaui pikiran/nalar. Kau akan paham namun akan terkejut bahwa hal seperti itu memang ada. Beliau memperolehnya dari sang Nabi (saw), min al-amr wan-nahiyy dari apa yang telah diperintahkan dan apa yang dilarang.
Beliau berkata, "Aku mempunyai 2 orang murid." [Kemudian] Bagaimana dengan sisanya? [Murid sejati] adalah dia yang tidak mempunyai keraguan kepada Syaikhnya. Yang lain mungkin berkata, "Bisa saja benar, bisa salah." [Murid sejati adalah] seperti Abu Bakr ash-Shiddiq. Tanpa syak [keraguan]. Kapan pun sang Nabi (saw) bicara, dia akan berkata, "sadaqta ya rasulullah [kau bicara yang sesuangguhnya Nabi Allah]!" Saat sang Syaikh bicara apapun, jangan bertanya.


Aku berada di Indonesia, bersama Mawlana Syaikh tahun 2001, pertama kali Mawlana datang ke Indonesia. Dan alhamdulillah kami mempunyai banyak pengikut disana.
Ratusan ribu. Dan sebelum beliau datang, aku sudah datang sebanyak 5 atau 6 kali.
Dan mereka punya satu slot untukku pada sebuah program TV sebelum waktu Fajr, dan itu siaran langsung, dan kemudian aku bicara dan mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan.

Jadi, ketika aku datang, mereka bertanya apakah Mawlana dapat turut datang ke studio dan siaran itu merupakan siaran langsung dan kami berada disana pada waktu Fajr; kami shalat Fajr dan lalu acara dimulai. Jadi Mawlana berkata 'ya'. Dan aku bicara dengan si pewawancara. Aku berkata, "Aku disini, jadi Mawlana akan mengambil alih seluruhnya, kau bertanya, apapun. Aku tidak akan bicara didepan Mawlana."

Dia berkata, "Jangan, orang-orang menginginkan anda. Jadi, kita bagi, kami bertanya kepada anda dan beliau."
Jadi, mereka memperkenalkan Mawlana sebagai "Syaikh dari Syaikh Hisyam", se[erti yang mereka tahu siapa aku dan kemudian sebagai "Syaikh Thariqah Naqsybandi yang Termasyur." Kemudian mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada Mawlana. Dan kau tahu, ini siaran langsung. Lalu dia [pewawancara] bertanya, "Syaikh Hisyam kami, kami ingin bertanya sebuah pertanyaan kepada sang Syaikh."

Mawlana menatapnya dan berkata, "Ketika aku disini, maka tidak ada Syaikh; dia tidak akan bicara didepanku."
Jadi aku memberitahukan kepada pewawancara agar hati-hati. Kini siaran langsung, dipancarkan kemana-mana di Malaysia dan Indonesia. Apakah yang dilakukan? Tetap diam, menyelamatkan situasi. Dan si pewawancara malu dan aku malu.
Kemudian seseorang menelpon [berkata,] "Aku ingin bertanya." Mawlana berkata, saat siaran TV langsung, "Ketika sang Syaikh bicara tidak seorangpun bertanya. Aku bicara dan kau dengarkan!"

Kemudian pewawancara bertanya, "Kami mempunyai pertanyaan lain." Lalu Mawlana berkata, "Pertanyaan, berikan kepada Syaikh Hisyam."

Syaikh al-Azhar-Mesir, saat kami bicara tidak seorangpun diijinkan bertanya. Kau ingat ketika kita bertemu Syaikh Buhairi dan pergi ke kediaman Dr. Zaki bersama Syaikh Ahmad Aamir? Apakah yang dikatakan oleh Syaikh Buhairi? Beliau berkata, "Saat para Syaikh dari al-Azhar berada disini, tidak seorangpun melontarkan pertanyaan!"

Adab [tata krama yang baik], adalah tidak bertanya meski satu pertanyaan pun. Sang Nabi (saw) tidak pernah melontarkan pertanyaan dalam Qur'an Suci. Beliau tidak pernah berkata 'tidak' kecuali dalam syahadah.
Banyak nabi lain yang bertanya, contohnya Sayyidina Musa (as).
Jadi, awliyaullah dari pengetahuan dan dari cinta, mereka mengambilnya dari sang Nabi (saw). Bagi mereka haqiqat-haqiqat terbuka dan tingkat-tingkat pemahaman baru akan diberikan dan mereka akan terus naik, naik, naik tidak pernah berdiam disatu tempat. Mereka selalu bergerak. Sehingga Grandsyaikh biasa berkata, "Jangan melawan Allah."
Bagaimana caranya melawan Allah? HanyaNimrod yang berperang [secara fisik], melemparkan anak-anak panah. Lalu Allah mengirimkan seekor elang, seekor burung dan dia melihat darah pada anak-anak panah [anak panah itu mengenai elang dan elangpun meluncur turun] dan dia berkata, "Oh aku telah membunuh-Nya." Itulah yang dia bunuh, apapun itu.

That is he killed whatever it was.

Jadi artinya, "Jangan menyakiti para hamba-Ku. Jangan mencemarkan nama baik mereka. Jangan berkomplot melawan siapapun. Perlihatkan tingkah laku yang baik kepada semua orang." Kau ingin Allah senang, Allah senang ketika kau membuat senang para hamba-Nya. Semoga Allah ridho dengan kita dan membuat kita ridho dengan para hamba-Nya, membuat sang Nabi (saw) ridho dengan kita dan membuat syuyukh kita ridho dengan kita.



786,

Salaam,

Awliya Electric Shock
Mawlana Shaykh Hisham Kabbani | Sunday, Feb 17, 2008 | Oakland, CA US

----------------------------------------------------------
Suhbat – Harm No One
Shaykh Muhammad Hisham Kabbani
02-17-2008
Oakland

Allahum salli `ala Sayyidina Muhammad hatta yarda Sayyidina Muhammad.
We are stunned at what Grandshaykh or Mawlana Shaykh said, that one
word or one page they said you can write thousands and thousands of
pages of what they said on that one page.

Allah has not created anything that has harm to human beings. Harming
others Allah does not like.

What opens to awliyaullah it is oceans from one word or one sentence
of the Burdah you open lights. It stuns the mind.

Spirituality is by taste. The love to the Prophet is through taste.
Like electricity in the lights it is going through and you can see it,
but when you touch it you can feel really how much energy there is as
it will shock you. It might throw you into coma for some time or it
might kill you.

Awliyaullah when they are through their sincerity and piety, we speak
about sincerity and piety a lot but are we sincere or pious? No.
Sincerity and piety Shaykh Yasser is not by tongue, it is by emotion
that your whole body will be shaking asking for the love to the one
that has to be loved.
Like someone loves someone, he is always thinking or she is always
thinking about his lover or her lover.

So the Prophet (s) is always in the Mi'raj, ascension, to the lover.
To Allah swt. His love never stops. Now for example human beings when
they love someone and they cannot reach that person they have that
emotion, love, and think always, always, always but when they are
together it becomes less.

But in spirituality it increases. When come together, when they
approach, as much as awliyaullah approach the presence of the Prophet
(saw) their love is increasing. When the Prophet (saw) went in Mi'raj
as he came closer and closer his love was in ascension, ever going
less. People speak of love so easily, of spirituality so easily. [As
if it was] Like eating sweets something simple.
But in reality spiritually it is not easy like that. You have to keep
eating [spiritual] sweets, not stopping.

When you eat honey you eat one spoon what happens. You love it. You
take another, and it is good, then another and then another. What
happens? At end you are full - fed up.
Spirituality is not like that. Spirituality is you keep eating honey.
But in spirituality they take you to a higher level, where there is
another kinds of sweet which does not resemble the first sweet and
then another kind and another kind ad you are going higher and higher.

So the love to the Prophet (saw) this kind of spirituality that is
always increasing in ascension, it is like electricity - you feel it.
It is not you are looking, you are seeing the light but it is not only
you are tasting their sweetness but you are going to feel that love
and that energy that is coming from Sayyidina Muhammad (saw). As you
go up in levels in the taste and sweetness you are going to feel that
increase in love that you are feeling, love of Prophet (saw). The
awliyaullah are in that ascension that they are feeling that. They
cannot control themselves. That is why they don't sit with people
because they can't take it. they cannot sit with people because their
heart is with allah, their heart is with the Prophet (saw); because
they will be diverted from where they are. Then they will be missing
what they are in, in that state.

Only mukamaleen or mukamaloon, al-Kummal, only those are reached the
perfection; they inherit from the Prophet (saw) [in that hadith] lee
sa`atun ma al-khaliq was lee sa`atun ma al-khalq - I have one image,
one side [or one hour] with my Lord and one side[or one hour] with the
people.
So he was on these two sides, one in the Divine Presence, one speaking
with people they inherit from that reality.

Therefore people, … before this kind of teaching. How do they teach
today children to memorize Qur'an since childhood? is it not? And
still today in America, they say to you "bring the children and we
teach the children to memorize Qur'an." Before [in the past], before
memorizing Quran, they used to memorize all kinds of poetry on love of
the Prophet. Then when they become 12 year of age they begin to teach
them spirituality, tasawwuf. Now we don't see that.
Today therefore people are more dunya-wise in; they are more secular
in their understanding, so when you see what was taught them by their
parents, when you see what was taught them by their teachers, they go
to school and they go to mosques where there is nothing but politics
they think that this [aspect] does not exist. That is why they came
out in the Bay Area and said, "There is no more awliya. They are gone
finished."

The awliya are there, but you are so blind you cannot see.
وَمَن كَانَ فِي هَـذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِي
Wa man kaana fee hadhihi'd-dunya `aama fa-huwa fi'l-akhirati `aama wa
adalloo sabeela.

For whoever is blind [of heart] in this [world] will be blind in the
life to come [as well], and still farther astray from the path [of
truth]. You are not studying that. [17:72]

Awliyaullah of past and awliya of today have different style.
Awliyaullah know that Allah didn't create anything that harms his
servants. By avoiding harming servant Allah will raise you.

And Grandshaykh said that Allah said, "I will declare war on anyone
who declares war on My servants." Inn Allah la yarda li `ibadihi
adh-dhulm - Allah does not accept to his servants any oppression.
Today we are oppressing our selves. When Allah says not to oppress,
how do we oppress ourselves? By not praying. By not using what Allah
has given us. People find it very difficult to pray. They miss reading
the Qur'an. Read at least one page of Qur'an or one juz. They forget
to recite this surah, or that surah. What is this? Your life is like
an animal. Today people think only of material life, animal life. Is
there anything else. Nothing else.
They are no longer interested in any religious life.

Look what he was explaining in his poetry, Muhammad al-Busayri in his
poetry, who put the... al-Burda.
He said نبينا الامر الناهي فلا احد ابر في قول "ل" ولا"نعم"" - nabiyuna
al-aamiru an-naahi - Our Prophet is the one who commands, aamir,
ordered, and nahi, who forbids."
Fala ahadun abbara fee qawlin "lam" wa la "na`m" - there is no one
better than him who said 'no' or who said 'yes'.
He is the only one that when he says 'no' it is a 'no' and when he
says 'yes' it is a 'yes'.

That means when he promises it is 'yes', and when he says 'no' it is 'no'.
He said نبينا الامر الناهي"" - "Nabiyuna al-aamirun-naahi - Our
Prophet (s) is he who orders and forbids." That means we are under
limits of orders and forbiddens. What they order us we have to follow
and what they forbid us we have to stop.
Very simple, Grandshaykh said that Allah said, "Allah is declaring war
on anyone who harms His servants." and he is explaining "Allah does
not like anyone to harm His servants. When you harm His servants He is
declaring war on you."
How many of us are harming our wives and how many wives are harming
their husbands? Both sides. In one word it might happen. You might say
one word that is not nice.
Why do they have in every country diplomats, ambassadors? They teach
them to be diplomatic to use very diplomatic words in order not to
make anyone upset.
Tasawwuf teaches us that. Not to use a rude word. In tasawwuf they
used to teach a child of 12 years all these soft words, 200-300 words,
in order not to make anyone upset. Is that teaching there anymore? No,
it is gone.
So what did he say? "Our Prophet is the one who order and forbids."
Are we following his orders? If so then alhamdulillah. Are we
following to stop disobeying or doing things that he doesn't like? If
not then we must try to perfect ourselves as much as we can.

And he said, نبينا الامر الناهي فلا احد ابر في قول "ل" ولا"نعم"
fa la ahadaun abarrah fee qawl 'lam' wa la na`m.
How many times the Prophet (s) said in his life 'no' and how many
times 'yes'? The Prophet (s) said 'no' in one place and he said 'yes'
in many places. Where he said 'no'? and he says. "Ma qaala la qattan
-he never said 'no' in his life except in his shahada - Illa fee
shahadatihi."
Only there he said 'no'. ma qaala la, qattun illa fee tashahudihi.
Except when he said shahada - Ashadu an La ilaha ill-Allah - one
place. How many times when someone asks us something we say 'no'?

Just now they were arguing, before you came. "La, la, no, no," they
were arguing, as an example.
Wa la n`am qattun illa wa ja'ahu ni`am – "Never did he said 'yes'
except that came mercy and provisions."
He never denied one thing. The only one thing in his life [was] denied
to associate anything with Allah. [For all] The rest he said "yes",
and with it Allah showered on human beings all kinds of mercy.
So how to reach to understand that verse, that line of poetry? In it
are treasures of discipline.

When he said, نبينا الامر الناهي nabiyuna al-aamirun-naahiyu. That
means he is the one who can say to someone not to do something.
Basheerun wa nadheerun. He is the only one, he gives good tidings and
warning. He is the only one who gives orders. So what do we have to do
then? We have to listen to his orders then.
What are his orders?

In Grandshaykh's time, may Allah bless his soul, we go back to
Grandshaykh's time, we were young. And he used to say many things. He
said "I have two students only." Two students? Grandshaykh has
hundreds and thousands of students. From all that [he said:] "I have
two: Mawlana Shaykh Nazim and Mawlana Shaykh Husayn."
What does he mean? That is what is important. What is important from
that verse: nabiyuna al-aamirun-naahiyu.

[He said:] "Why do I have two? Because If is say anything to them they
will accept without any doubt and without any hesitation, bidun
taraddud. I ask them anything, they will do it [accept it] without
hesitation."
It means he is inheriting the secret, he is inheriting from the
Prophet (s) the secret of al-aamiru wan-nahiyu.

Grandshaykh when he speaks when he opens his mouth to talk, every wali
has to listen. Allah… They have these headsets spiritual, heavenly
headsets , that Allah gave his awliya. He said " I am the only one
allowed by the Prophet (s) to speak in this time and wherever they are
awliya are obliged to listen. Not only awliya but ta'ifatul-jinn with
their king must listen. Because I am inhering that secret from the
Prophet (s)."
A drop of it, the ocean is with the Prophet (s). Awliya gets a drop.
He said, "I am the only tap that can speak from that level. All awliya
have to listen to what I am saying."

If we go through what he is saying, I brought one notebook from that,
if we go through every n ight there are tings we cannot understand it
it is beyond the mind. You will understand it but you will be
surprised does such thing exist. He is getting from the Prophet (s),
min al-amr wan-nahiyy from what is ordered and what is prevented.
He said, "I have two students." [Then] What about all the rest? [The
true student] He is the one who has no doubt in his shaykh. Others
might say, "it might be correct, it might not." [The true student is]
Like Abu Bakr as-Siddiq. No shak [doubt]. Whenever the Prophet (s)
says anything, he would say, "sadaqta ya rasulullah [you spoke the
truth of Prophet of Allah]!" When the shaykh says anything no
question.
I was in Indonesia, with Mawlana shaykh in 2001, first time Mawlana
went to Indonesia. And alhamdulillah we have a lot of followers there.
Hundreds of thousands. And before him I used to go five or six times.
And they have a slot for me on a TV program before Fajr time, and that
is a live show, and then I speak and they give questions.
So when I came they asked me if Mawlana can come along to the studio
and it will be live and we will be there at Fajr time; we pray Fajr
and then we begin. So Mawlana said "yes". And so I spoke with the
interviewer. I said, "I am here so Mawlana will take the whole, you
ask, whatever. I will not speak in front of Mawlana." He said, "No ,
the people want you. So we share, we ask you and ask him."
So they introduced Mawlana as "the Shaykh of Shaykh Hisham", as they
know me and then as "Master of the most distinguished Naqshbandi
Order." Then they asked Mawlana questions. And it is live you know.
Then he [the interviewer] said, "our shaykh Hisham, we would like to
ask the shaykh a question. " Mawlana looked at him and said, "When I
am here there is no shaykh here; he will not talk in front of me."
So I told that interviewer to be careful. Now it is live, going
everywhere in Malaysia and Indonesia. What to do? Keep quiet, save the
situation. And the interviewer got embarrassed and I got embarrassed.
Then someone called in [saying,] "I want to ask a question." Mawlana
said, on live TV, "When the Shaykh speak s no one asks questions. I
speak and you listen!"

Then interviewer said, "We have another question." Then Mawlana said,
"Questions, give them to Shaykh Hisham."

The Shaykh al-Azhar of Egypt, when they speak no one is allowed to ask
a question. You remember when we had Shaykh Buhairi and we went to Dr.
Zaki's along with Shaykh Ahmad Aamir? What did Shaykh Buhairi say? He
said, "When shaykhs from al-Azhar are here no one asks a question!"

Adab [good manners], is not to ask a question. The Prophet (s) never
asked a question in the Holy Qur'an. He never said "no" except in
shahada.
Many other prophets they asked, look at Sayyidina Musa (as).
So awliyaullah from knowledge and from love they take from the Prophet
(s). For them realities are opened and new understanding levels which
will be given to them and they will keep going up, up, up never
staying in one place. Always they are moving. So Grandshaykh used to
say "Don't fight Allah."
How to fight Allah? Only Nimrod was fighting [physically], shooting
arrows. Then Allah sent one eagle, a bird, and he saw blood on the
arrows [the arrows went through the eagle and it fell down] and he
said, "O I killed Him." That is he killed whatever it was.

So it means "Don't harm My servants. Don't backbite them. Don't make
conspiracy against anyone. Show nice behavior to everyone." You want
Allah to be happy, Allah is happy when you make His servants happy.
May Allah be happy with us and make us happy with His servants, make
the Prophet (s) happy with us and make our shuyukh happy with us.

sumber : muhibbun_naqsybandi@yahoogroups.com

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

IBADAH HAJI

Rukun Islam dalam bentuk puasa dan zakat tidak mendapatkan porsi yang utama dalam ajaran Islam yang diamalkan oleh Kanjeng Sunan Kali jaga (Raden Syahid). karena puasa dan zakat (dalam bentuk sedekah atau derma) bukan hal yang istimewa bagi masyarakat Nusantara (termasuk Jawa) pada waktu itu. Gotong royong merupakan sikap hidup sebagian besar masyarakat Nusantara.
Bagaimana dengan puasa ? berlapar diri sebagai cara untuk meningkatkan kualitas batin sudah bukan hal yang baru bagi orang Jawa (NUsantara). Di Jawa juga diajarkan untuk menahan diri dengan makanan tertentu selama sekian hari. Misalnya, ada yang makan nasi dan minum air putih saja selama empat puluh hari. Ada yang hanya makan umbi-umbian saja selama seminggu atau sebulan. Ada yang berpantang tidur, makan, minum, dan seksual selama sehari atau tiga hari.
Jelas, puasa dan zakat bukan hal yang baru. Dengan datangnya agama Islam, yang berbeda hanya cara dan bentuknya. Bukan substansinya! Dan, dalam prakteknya di desa-desa atau di kampung-kampung, zakat hanyalah formalisasi dari pemberian seseorang yang mempunyai kelebihan harta kepada saudara-saudaranya yang kekurangan. jika dihitung-hitung biasanya melebihi dua setengah persen dari penghasilan bersih. Dan, dalam memberikan zakat pun disertai dengan pengucapan niat zakat kepada orang yang menerimanya. penerima pun mengucakpan tanda terimanya.
Bagi orang Jawa kedatangan Islam dipandang sebagai masuknya beberapa tata cara yang baru dalam hidup beragama, misalnya ibadah haji. Dalam Suluk Wujil diceritakan bahwa Kanjeng Sunan Kalijaga hendak melaksanakan ibadah haji ketika beliau ada di Malaka (Malaysia sekarang). Tetapi, oleh Syekh Maulana Maghribi, Sunan diminta untuk pulang ke Jawa. alasan dari Syekh Maulana Maghribi, bila Jawa di tinggalkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga maka orang Jawa akan kembali kafir.
Dalam Suluk Linglung lain lagi. Kanjeng Sunan Kalijaga yang sudah bertekad pergi ke Mekah, di tengah jalan (dilautan) dihadang oleh Nabi Khidir. Kanjeng Sunan dinasehati agar tidak pergi bila belum tahu yang dituju. Kanjeng sunan diperintah untuk bertanya kepada sesama manusia yang tahu agar jelas apa yang hendak dikerjakan. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa orang yang belum tahu tentang ajaran kehidupan harus menayakan kepada orang yang sudah tahu.Ya, biar tak tersesat.
Pada intinya Kanjeng Sunan Kalijaga mendapatkan pengajaran dari Syekh Maulana Maghribi bahwa Mekah yang ada di Jazirah Arab itu hanyalah Mekah tiruan. Sejatinya Mekah itu ada di dalam diri sendiri. Ka'bah yang ada di Mekah itu hanyalah batu peninggalan dari Nabi Ibrahim. Mengenai Mekah dan Ka'bahnya dituturkan dalam SUluk Wujil sbb:
Norana weruh ing Mekah iki
alit mila teka ing awayah
mang tekaeng prane'
yen ana sangunipun
tekeng Mekah tur dadi Wali
sangunipun alarang
dahat dening ewuh
dudu srepi dudu dinar
sangunipun kang sura legaweng pati
sabar lila ing dunya//
Masjid ing Mekah tulya ngideri
kabatollah punikaneng tengah
gumantung tan pacacantel
dinulu saking luhur
langit katon ing ngandap iki
dinulu saking ngandap
bumi aneng luhur
tinon kulon katon wetan
tinon wetan katon kulon iku singgih
tinggalnya awalesen
Artinya :
Tidak ada yang tahu Mekah yang sebenarnya. sejak muda hingga tua, seseorang tidak akan mencapai tujuannya. Bilamana ada orang yang membawa bekal lalu sampai di Mekah dan menjadi wali, maka sungguh mahal bekalnya itu, dan sulit diperoleh. Bekalnya itu bukan rupiah atau dinar, tetapi keberanian dan kesanggupan untuk mati. Kesabaran dan kerelaan hidup di dunia.
Mesjid di Mekah seperti mengelilingi. Ka'bahnya ada di tengah dan bergantung tanpa pengait. Dilihat dari atas, tampak langit di bawah. Dilihat dari bawah, tampak bumi di atas. Melihat barat yang terlihat timur, sedangkan melihat timur yang terlihat barat. Sungguh itu penglihatan terbalik.
Suluk Wujil ini sebenarnya menggambarkan bahwa ibadah haji itu bukan pergi secara fisik ke kota Mekah yang ada di Jazirah Arabia. Tidak ada yang tahu letak Mekah Sejati, karena ada di dalam diri. Mekah yang demikian ini tidak bisa dicapai dengan bekal harta benda dunia ini. Berapa pun banyaknya uang yang kita miliki, tak akan sanggup membawa kita ke Mekah yang metafisik ini.
Nah, posisi wali seperti yang di ungkapkan dalam Suluk Wujil tersebut, ternyata merupakan maqam kewalian bagi orang yang telah sampai di Mekah yang metafisik itu. Bekal untuk mencapai kesana adalah keberanian dan kesanggupan untuk menjalani kematian dalam kehidupan, mati sajeroning urip, di dunia ini. Berani dan sanggup hidup yang bebas dari belenggu hawa nafsu. Orang yang bisa membebaskan diri dari hawa nafsu dapat disebut sebagai orang yang mati dalam hidup. Dan, hidup pun berada dalam kematian. Karena ia sudah dapat mengendalikan berbagai macam keinginan.
Menempuhnya harus sabar dan rela hidup di dunia tanpa terjebak keduniaan. Inilah yang di maksud dengan "Haji". Sabar dan ikhlas dalam meniti jalan kebenaran. Sabar berarti tahan uji dalam menempuh kehidupan ini. Terus bertekad menempuh jalan yang benar meski godaan dan rintangan menghadang. Orang yang sabar tak akan berhenti di tengah jalan dalam mencapai tujuannya. Sedangkan ikhlas atau rela adalah kesanggupan untuk hidup tak tercemari kotoran dunia. Tidak ikut-ikutan berebut harta, tahta dan dunia. Hidup didunia tetapi tak terbelenggu oleh dunia. Dunia dilalui dengan sewajarnya.
Ibadah Haji sebagaimana yang diajarkan dalam suluk ini tidak berkaitan dengan usaha secara fisik. Cukup dengan aktivitas batiniah. Yaitu, dengan tafakur dan semadi. Dengan cara ini hadirlah Ka'bah di dalam hati sendiri. Dijelaskan bahwa bahasa Mekah yang batiniah ini tidak berupa huruf atau tulisan. Jadi, wajar jika banyak orang yang tidak sanggup menuju kesana. Modalnya bukan uang ataupun harta. Tapi tekad untuk meningkatkan kualitas spiritual dalam hidup ini.
Meski hakikat ibadah haji itu olah spiritual, tetapi semua bentuk aktivitas haji merupakan simbol-simbol untuk mencapai pencerahan hidup. Keberanian dan kesanggupan untuk mati, alias hidup yang bersahaja dan kebersamaan dalam hidup bermasyarakat dilambangkan dengan pakaian seragam, yaitu pakaian ihram. Suatu bentuk kesederhanaan yang jelas, yaitu berupa pakaian putih tanpa jahitan. Tak ada perbedaan derajat atau pangkat.
Kesabaran dan Keikhlasan dalam menempuh hidup yang wajar dilambangkan dengan sa'i. Yaitu, berjalan kaki dan lari kecil bagi yang laki-laki. Bagi perempuan, sa'i dilakukan dengan berjalan cepat. Sa'i dilakukan secara bolak-balik 7 x dari bukit Shafa dan Marwah.
Kesulitan untuk mempertahankan hak hidup tidak lantas melakukan sesuatu yang melampaui batas. Kekurangan atau kemiskinan tidakmembuatnya kalap dan melakukan penjarahan, perampokan, pencurian bila ada kesempatan. Sai, merupakan simbol keteguhan iman dalam memperjuangkan kehidupan yang benar.
Tujuan mencapai pusat spiritual atau asl kehidupan disimbolkan dengan tawaf, mengitari Ka'bah dari arah kanan ke kiri sebanyak tujuh kali. Orang banyak yang melakukan tawaf itu bagaikan sperma-sperma yang ingin masuk ke inti telur. Ka'bah yang dikenal sebagai Bait Allah atau Rumah Tuhan, merupakan lambang bagi rahim kehidupan. Di sudut tenggara Ka'bah ada "ceruk" sebagai tempat hajar aswad, batu hitam, yang melambangkan vagina dan klitorisnya. Di sunatkan untuk mencium batu hitam itu sebenarnya lambang untuk menghormati kehidupan. Yang pada prinsipnya menghormati perempuan sebagai induk kehidupan.
Sebelum datangnya Agama Islam, bangsa Arab tidak menghormati perempuan. Kehidupan perempuan dilecehkan. Sehingga orang-orang dari suku tertentu merasa malu bila mempunyai anak perempuan. Saking malunya mempunyai anak perempuan, maka anak tersebut di bunuh dan dikubur hidup-hidup. Islam melarang cara-cara hidup yang demikian itu. Perempuan harus dihormati. Di antara simbol-simbol penghormatan itu dibakukan dalam Ibadah Haji.
Dengan datangnya Agama Islam, Haji yang menjadi obsesi masyarakat Arab semenjak pra-Islam, diperbaiki tata caranya. Perjalanan haji ada di dalam darah orang-orang Arab. Bagaimanapun keadaannya seorang Arab masih meyakini bahwa ibadah haji akan menyelamatkan dirinya. Karena itu, tata cara rangkaian ibadah haji diperbaiki oleh Nabi Muhammad. Sehingga dengan cara menapaktilasi perjuangan Nabi Ibrahim, dengan cara menunaikan ibadah haji, seorang muslim diharapkan mampu menjalani hidup ini dengan benar. Baik untuk kehidupan pribadinya, maupun untuk kehidupan masyarakatnya.
Permpuan harus dihormati dalam kehidupan ini. Bukan hanya di dalam rumah tangga, tetapi juga di dalam masyarakat dan negara. Mencium hajar aswad merupakan simbol untuk menghormatinya. Sedangkan perintah untuk menjaga, menghargai dan menghormatinya bisa kita lihat di ayat berikut ini :
Wa al-taqu Allah al-ladzi tasa'alun bihi, wa al-arham. inna Allah kana 'alaykum raqiba
Artinya :
Jagalah hukum Allah yang dengannya kalian saling meng klaim hak dan kewajiban kalian, dan jagalah rahim-rahim perempuan. sesungguhnya Allah senantiasa mengawasimu

SUMBER : http://ridoxxx.multiply.com/journal

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

SEMEDI, DZIKIR, MEDITASI dan KONTEMPLASI

Barangkali kita semua tidaklah merasa asing mendengar judul yang saya buat diatas, namun sejenak saya hanya ingin mencoba memberikan penjabaran berdasarkan pengalaman yang saya miliki. Apa sih sebenarnya tujuan Meditasi atau Kontemplasi itu yang sesungguhnya…??. Meditasi bisa disamakan dengan ZIKIR, malahan dalam istilah Jawa hal ini biasanya disebut dengan “ manekung “ yang berasal dari kata “ tekung “ yang bermakna sebagai sikap yang “ tunduk “ atau menundukkan diri. Dalam khazanah pendaki Spiritual ( sufisme ) zikir berarti secara terus-menerus menyebut kata-kata tertentu secara berulang-ulang. Biasanya berupa kata “ pujian “ terhadap Tuhan Hyang Moho Tunggal yang pada intinya zikir adalah sebagai formula untuk mengingat –ingat akan keberadaan Tuhan. Dalam praktiknya zikir berupa aktifitas menuangi pikiran dan hati dengan nama atau pujian terhadap Tuhan. Atau menuangkan “ Asma “ Tuhan ke dalam hati dan pikiran sehingga tak ada nama lain dalam hati dan pikiran tadi selain Asma-Nya.

Lalu apa yang disebut dengan Meditasi..??. Meditasi adalah MERENUNGKAN atau MERESAPKAN dan bisa juga bermakna PIKIRAN yang amat DALAM yang bertujuan untuk mencapai KESADARAN DIRI dan untuk mencapai OBYEK SPIRITUAL, guna menjadi manusia-manusia yang TERCERAHKAN. Sehingga dalam prakteknya dalam kehidupan bermasyarakat diharapkan bisa menjadi manusia yang penuh KEARIFAN, BIJAK dan KASIH SAYANG terhadap sesama makhluk dalam segala tindakan dan perbuatannya.

Kang sinedyo tineken Hyang Widi… ( Yang diinginkan dikabulkan oleh Tuhan )
Kang kinasara dumadakan keno… ( Yang dikehendaki tiba-tiba didapat )
Tur sisihan Pangerane… ( dan dikasihi oleh Tuhan )
Nadyan tan weruh iku… ( Meskipun dirinya tidak tahu )
Lamun nedyo muja semedi… ( Akan tetapi ketika dia hendak melakukan semedi )
Sesaji neng segoro… ( Dia memberikan sesajian di Samudera/ Hati/Qalbu )
Dadya ngumbaraku… ( Jadilah pengembaraan itu )
Dumadi sariro tunggal… ( Untuk menjadi SATU DIRI )
Tunggal jati swara aowr ing Hartati… ( Satu kesejatian suara yg ada dalam QALBU )
Kang aran Sekar Jempina… ( Itulah yang disebut Bunga Jempina )



Yah..yah..orang yang dijaga oleh Tuhan sudah tentu semua kehendak akan dikabulkan-Nya. Yang dijaga oleh Tuhan adalah orang-orang yang dapat mengendalikan “ daya nafsu “ yang ada dalam dirinya. Daya nafsu tersebut hanya dikendalikan saja bukan untuk dibasmi…!!. Membasmi daya nafsu sama dengan menyalahi KODRAD manusia itu sendiri.

Daya dorong kearah positif dan negatif harus, diselaraskan, diharmoniskan dan selalu dijaga keseimbangannya. Jika daya nafsu bisa kita kendalikan dengan baik, itu sama artinya kita telah bergerak untuk menyatukan DIRI dengan Tuhan Hyang Moho Tunggal. Menyatukan yang saya maksudkan bukanlah dalam pengertian menyatunya Dzat manusia dengan Dzat Tuhan loh…??. Bukan demikian..!! Manusia tidak perlu menyatukan DIRINYA dengan Dzat Tuhan, karena Tuhan keberadaan-Nya sudah meliputi segala sesuatu. Yang perlu disatukan itu adalah “ Sifat, Asma dan Af’al “ manusia, agar selaras dengan sifat, asma dan af’al Tuhan yang telah diberikan kepada semua manusia sebagai KODRAD dan IRODAD yang sudah ada dalam diri setiap manusia. Jadi tugas manusia hanyalah “ MENYELARASKAN, MENYERASIKAN “ dengan Kodrad dan Irodad Tuhan.

Untuk bisa menyatukan diri dengan Tuhan, manusia dalam berbagai cara melakukan diantaranya adalah dengan cara MEDITASI, KONTEMPLASI yang dalam hal ini manusia harus bisa menyatukan segenap PERASAAN dan PIKIRAN dengan nafasnya dalam bermeditasi. Puncak dari adanya penyatuan ini biasanya dalam ukuran minim yang bisa terasa adalah timbulnya “ ketenangan Jiwa “ dan tentramnya Qalbu. Ya..ya.. hanya dengan “ mengingat “ Tuhan lah qalbu / hati bisa menjadi tenang ( QS. Ar-Ra’d . 28 )



Meditasi, Kontemplasi, Dzikir hanyalah sarana dan cara untuk meningkatkan kesempurnaan SPIRITUAL. Dalam hal ini saya membagi dalam 3 ( tiga ) tahapan yang harus dilakukan dalam bermeditasi, kontemplasi, dzikir :

Pertama,

Bagi kita yang hendak melakukan meditasi, dzikir dan kontemplasi harus dapat melakukan dalam khazanah Jawa disebut “ sesaji ing segoro “ yaitu mengutamakan peranan QALBU, HATI atau NURANI. Kita harus bisa mengendalikan Hati sehingga pengembaraan dari sang Perasaan, Pikiran dan daya Nafsu benar-benar menyatu dalam suatu kehendak yang kuat untuk “ mengeleminir “ dorongan hawa nafsu di dalam semedi ( meditasi ). Dalam PUJA SEMEDI itu bertujuan untuk MENGOSONGKAN HATI dari segala hal yang SELAIN Tuhan. Hasrat yang ada di dalam hati lenyap, pikiran telah diam tak mengembara lagi, senyap dari segala ILUSI…!! Suara nafas kini sudah tak terdengar lagi, suara Batin tatkala kita melantunkan Dzikir pun telah hilang dan lenyap yang ada hanyalah CAHAYA KEHENINGAN.

Dalam kondisi demikian hanya SUARA ( Qalam ) Illahi yang bisa masuk dan terekam.

He..he…halah..halah….jangan-jangan itu suara SYETAN terkutuk yang sengaja menggoda kita…? Jangan-jangan itu suara IBLIS yang menyelinap di dalam Hati kita…?? begitu bisikan keragu-raguan yang biasanya ada di dalam benak kita.

Syetan, Iblis atau apaun namanya TIDAK BAKALAN bisa masuk ke dalam rumah Tuhan ( QALBU ), rumah yang telah dibersihkan dari segala kotoran daya-daya nafsu. Bukankah perasaan dalam bermeditasi tadi telah SIRNA..?? Segala perasaan IRI, DENGKI, CEMBURU dan MARAH telah berubah menjadi KEHENINGAN…?? Hasrat hati dan BIRAHI telh sirna bahkan Angan-anganpun sudah tiada, tak ada lagi sarana dan wahana bagi si syetan dan Iblis untuk masuk dalam Hati ( QALBU ) yang sudah “ Hening dan Heneng “.

Kondisi meditasi, dzikir, kontemplasi yang sudah mencapai “ hening dan heneng “ ( diam dan jernih ) tanpa adanya usikan apapun inilah yang dinamakan oleh orang Jawa sebagai “ Sekar Jempina “ Sebuah keadaan yang Jem (tenang, tentram), pi ( sunyi, sepi, tersembunyi ), na ( diam dan berhenti ). Dengan demikian puncak daripada Semedi. Kontemplasi dan Dzikir adalah tercapainya kondisi yang Jempina.

Kedua,

Semedi, dzikir, Meditasi atau Kontemplasi merupakan cara untuk membersihkan diri dari program lama yang masih melekat pada pita kaset kehidupan ini. Pita hidup ini harus diisi dengan program yang lebih baik tentunya. Program lama diisi dengan Dzikir ( mengingat ) dan program baru harus disikan ,melalui perbuatan “ Amal Shaleh “ berupa segala tindakan dan perbuatan yang bermanfaat, baik bagi diri kita maupun bagi orang lain dan lingkungannya. Dalam hidup ini semua kenangan pahit harus dikubur dalam-dalam. Selama Semedi, Meditasi, Dzikir atau Kontemplasi pita hidup harus dibersihkan dan dikosongkan agar QALAM Illahi yang tanpa suara dan kata-kata itu bisa terekam oleh KESADARAN DIRI. Selanjutnya akan bersemilah benih-benih CINTA KASIH dan KERINDUAN untuk berbuat KEBAJIKAN terhadap sesama. Secara lahiriah Kebajikan itu dibuktikan dengan “ Budi Pekerti “ yang Hanif, Arif dan Ma’ruf dalam bersosialisasi dengan kelompok masyarakat. Misalkan saja kita harus taat hukum ( aturan ) bagi siapa saja. Kesadaran Diri ( Sukma Jati, Diri Sejati, Sirr ) keberadaanya akan selalu berdampingan dengan yang namanya “ angan-angan dan keinginan “ karena angan-angan dan keinginan ini terbit dan keluar dari adanya RASA. Dalam hidup ini, angan-angan dan keinginan merupakan pasanga hidup dari Diri Sejati. Ia senantiasa mengikuti sang Diri, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun nanti setelah mati. Angan-angan dan keinginan tak pernah sirna, Ia merupakan bagian dari pada hidup. Bukankah hidup tak pernah mati…?? Yang mengalami mati itu hanyalah Jasad badan kasar yang dikubur dalam tanah. Sukma Jati ( Diri sejati, Sirr ) tidak akan ikut mati Ia tetap “ Langgeng tan keno Owah- Gingsir ing kahanan jati “ Jika sudah menyelesaikan tugasnya sebagai Khalifah di bumi, yah..ia akan kembali kepada Hyang Moho Tunggal, kembali ke Hadirat-Nya di alam kedamaian Puncak..!!. Sebagaimana firman Tuhan bahwa “ segala yang berasal dari-Nya akan kembali kepada-Nya “ dan siapa yang bener-bener akan kembali ke Hadirat-Nya..?? QS. Al Fajr 27 – 30 telah menjawab dengan tegas. Hanya Jiwa yang tenang saja yang akan kembali ke Hadirat-Nya…!.

Bila angan-angan dan keinginan itu terus menerus dituruti, ia semakin lengket pada sang Sukma Jati dan sulit untuk bisa ditinggalkan. Meskipun Jasad badan kasar telah mati dan terkubur dalam tanah, namu ia akan terus melekat pada sang Sukma Jati. Jika dalam kehidupan di Bumi angan-angan dan keinginan ini telah menyesatkan manusia, maka setelah matinya Jasad badan kasr tadi sang Sukma Jati akan mengalami Kesesatan. Perilaku buruk merupakan produk dari angan-angan dan pikiran yang kotor. Pekerti yang buruk merupakan wujud dari keinginan yang tidak bener. Angan-angan, pikiran dan tingkah laku yang buruk melekat pada sang Sukma Jati. Dan, mungkinkah Sukma Jati, Diri Sejati, Sirr yang telah TERSESAT selama di dunia ini akan bisa kembali di Hadirat-Nya…??



Ketiga,

Bila semedi, meditasi atau kontemplasi yang dilakukan benar-benar sempurna. Angan-angan, keinginan, pikiran dan ilusi telah lenyap, maka batin sang meditasi akan sentosa. Dia bebas dari segala macam gangguan batin. Kecemasan dan kekhawatiran juga lenyap. Tak ada lagi ketakutan dimana-mana sama saja yang ada hanyalah ketenangan dalam hidup. Di Kota dan di desa tiadalah berbeda hidup serasa merdeka. Karena sama-sama dalam perlindungan Gusti Hyang Moho Tunggal. Jika sudah demikian akan tumbuh dan berkembanglah sebuah sikap untuk “ Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng “ terhadap Alam semesta ini. Jika ungkapan ini terwujud, maka tiada lagi petaka dan bencana. Jika bumi ini tetap terpelihara dan dijaga keseimbangannya, bumipun akan tumbuh dengan subur dan tentunya akan memberikan berkah dan kemakmuran bagi manusia. Manusi-manusianya akan hidup dalam ketentraman dan kesenangan. Pikiran jernih, keinginan hanya sebatas yang dibutuhkan oleh diri dan keluarga serta bangsa. Akhirnya sang Sukma Jati pun akan meninggi dalam keheningan yang menyelimuti sang pelaku semedi, dzikir, meditasi atau kontemplasi. Jiwanya akan selalu dalam kedamaian. Dengan demikian hidup di dunia dan akherat senantiasa dalam kesejahteraan ( khazanah ) dan akan dijauhkan oleh API BATINIAH yang menyala-nyala dan menjilat-njilat.

Sumber : http://kariyan.wordpress.com/2008/01/19/semedi-dzikir-meditasi-dan-kontemplasi/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini