Manthiq al-Tayr menceritakan penerbangan burung-burung mencari raja diraja mereka Simurgh yang berada di puncak gunung Qaf yang sangat jauh dari tempat mereka berada. Perjalanan itu dipimpin oleh Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman a.s. yang melambangkan guru sufi yang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi. Sedangkan burung-burung melambangkan jiwa atau roh manusia yang gelisah disebabkan kerinduannya kepada Hakekat Ketuhanan. Simurgh sendiri merupakan lambang diri hakiki mereka dan sekaligus lambang hakekat ketuhanan. Perjalanan itu melalui tujuh lemabh, yang merupakan lambang tahap-tahap perjalan sufi menuju cinta Ilahi. Dalam tiap tahapan ( maqam ) seorang penempuh jalan akan mengalami keadaan-keadaan jiwa/rohani ( ahwal , kata jamak dari hal ). Uraian keadaan rohani yang disajikan Attar menarik karena menggunakan kisah-kisah perumpamaan. Pada akhir cerita Attar menyatakan bahwa ternyata hanya tiga puluh ekor burung (simurgh) yang mencapai tujuan, dan Simurgh tidak lain ialah hakekat diri mereka sendiri. Lembah-lembah yang dilalui para burung itu ialah: Pertama , lembah talab atau pencarian pencarian. Di lembah ini banyak kesukaran, rintangan dan godaan di jumpai oleh seorang saling (penempuh jalan). Untuk mengatasinya seorang salik harus melakukan berbagai ikhtiar besar dan harus mengubah diri sepenuhnya, dengan membalikkan nilai-nilai yang dipegangnya selama ini. Kecintaan pada dunia harus dilepaskan, baru kemudian ia dapat terselamatkan dari bahaya kehancuran diri dan sebagai labanya dapat menyaksikan cahaya kudus keagungan ilahi. Hasrat-hasrat murni kita dengan demikian juga akan berlipat ganda. Seseorang yang berhasil mengatasi diri jasmani dan dunia akan dipenuhi kerinduan kepada yang dicintai dan benar-benar mengabdikan diri kepada kekasihnya. Tidak ada masalah lain baginya kecuali mengejar tujuan murni hidupnya dan dia pun tidak takut kepada naga-naga kehidupan, yaitu hawa nafsunya. Ia tidak mempermasalahkan lagi keimanan dan kekufuran, sebab dia telah berada dalam Cinta. Kata Attar, “Apabila kau gemar memilih di antara segala sesuatu yang datang dari Tuhan, maka kau bukan penempuh jalan yang baik. Apabila kau suka memandang dirimu sendiri dimuliakan karena memiliki intan dan emas segudang, dan merasa dihinakan karena hanya memiliki setumpuk batu, maka Tuhan tidak akan menyertaimu. Ingatlah, jangan kau sanjung intan dan kau tolak batu, karena keduanya berasal dari Tuhan. Batu yang dilempar oleh kekasih yang setia lebih baik daripada intan yang dijatuhkan oleh seorang wanita perusak rumah tangga.”
Di lembah pencarian seseorang harus memiliki cinta dan harapan. Dengan cinta dan harapan orang dapat bersabar. Kata Attar, “Bersabarlah dan berusahalah terus dengan harapan memperoleh petunjuk jalan (hidayah). Kuasailah dirimu dan jangan biarkan kehidupan lahiriah dan jasmaniah menawan serta menyesatkanmu!”
Kedua , lembah Cinta (‘ isyq ). Attar melambangkan cinta sebagai api yang bernyala terang, sedangkan pikiran sebagai asap yang mengaburkannya. Tetapi cinta sejati dapat menyingkirkan asap. Di sini Attar megartikan cinta sebagai penglihatan batin yang terang, sehingga tembus pandang, artinya dapat menembus bentuk-bentuk formal kemudian menyingkap rahasia-rahasia terdalam dari ciptaan. Orang yang cinta tidak memandang segala sesuatu dengan mata pikiran biasa, melainkan dengan mata batin. Hanya dia yang telah teruji dan bebas dari dunia serta kungkungan benda-benda, berpeluang memiliki penglihatan terang. Caranya ialah dengan penyucian diri, sebagaimana dikatakan Rumi:
Indra tubuh ialah tangga menuju dunia
Indra keagamaan tangga menuju langit
Mintalah kesehatan tubuh kepada dokter
Namun kesehatan rohani didapat dari kekasih Allah
Jalan rohani meruntuhkan (hasrat) tubuh
Namun sesudah itu membangunnya lagi lebih megah
Merubuhkan rumah demi harta berkilau-kilauan
Dan dengan harta itu membangun rumah baru
Lebih baik daripada mempertahankan rumah usang
Bendunglah air dan bersihkan dasar sungai
Baru kau alirkan air minum dari dalamnya
Belahlah kulit dan cabutlah bulunya
Lalu segarkan kulit menutupi luka
Ratakan benteng dengan tanah, rebutlah ia
Dari tangan orang mungkar dan kafir
Lalu dirikan ratusan menara dan tempat berlindung
Siapakah orang mungkar dan kafir itu
Tidak lain ialah hawa nafsumu sendiri
Attar sendiri mengatakan, “Dia yang menempuh jalan tasawuf hendaknya memiliki seribu hati, sehingga setiap saat ia dapat mengurbankan yang satu tanpa kehilangan yang lain.” Di sini Cinta dikaitkan dengan pengurbanan. Para sufi merujuk kepada pepatuhan Nabi Ismail a.s. kepada perintah Tuhan, yang bersdia dijadiakn qurban oleh ayahnya Nabi Ibrahim a.s. Peristiwa inilah yang dijadikan landasan upacara Idul Qurban. Kata-kara qurban berasal dari qurb yang berarti hampir atau dekat. Jadi berkurban dalam cinta berarti berusaha memperdekat langkah kita untuk mencapai tujuan, yaitu Cinta Ilahi.
Salah satu ciri cinta sejati dalam arti penglihatan batin terang ialah penembusan terhadap hakekat segala sesuatu. Dalam Manthiq al-Tayr memberi contoh kisah syekh Sa'an menuruti perintah kekasihnya, dia memeluk agama kristen. Ketika menjadi pecinta Syekh San'an menuruti perintah kekasihnya, dia memeluk agama kristen dan ketika Putri Yunani itu menjadi pecinta dia mengikuti jejak kekasihnya, mencari Syekh San'an di Mekkah dan memeluk agama Islam di sana. Kembalinya Syekh San'an ke agama Islam ialah berkat dia para pengikutnya yang tak kenal lelah memohon kepada Tuhan agar guru mereka diberi petunjuk. Tampaknya usaha itu tidak membuahkan hasil, bahkan Syekh San'an semakin larut dalam agama yang baru dipeluknya. Namun sekali lagi Tuhan turun tangan. Syekh San'an bermimpi berjumpa Nabi Muhammad s.a.w. yang menyuruhnya datang ke Mekkah. Setibanya di Mekkah Syekh San'an dan ratusan pengikutnya disambut ratusan orang Islam termasuk sahabat-sahabat dekatnya. Di hadapan Ka'bah Syekh pun bertobat dan berikrar untuk kembali ke jalan benar. Putri Yunani yang ditinggalkan menjadi sangat rindu, dan kemudian menyusul ke Mekkah, di mana dia memeluk agama Islam dengan disaksikan Syekh San'an dan para pengikutnya.
Kisah di atas juga memberi tahu kita bahwa lembah cinta begitu banyak cobaan dan ujian, yang dapat menyesatkan seorang penuntut tasawuf. Hanya petunjuk Tuhan yang dapat menyelamatkan seseorang yang berada dalam bahaya, dan petunjuk itu datang sesuai dengan ikhtiar dan doa yang dipanjatnya sendiri di masa lalu dan doa yang dipanjatkan orang-orang terdekat. Di lain hal kisah ini memberi isyarat bahwa cinta sejati dapat mengatasi perbedaan keyakinan, sebab cinta mengutamakan yang hakiki dan persatuan dengan jiwa kekasih, bukan untuk memperdebatkan perbedaan-perbedaan lahir. Hikmah lain dari kisah ini bahwa cinta sejati dapat mendorong orang melakukan perubahan atau transformasi diri sebagaimana terlihat pada Syekh Sa'an atau pun gadis Yunan.
Ketiga , ialah lembah kearifan atau makrifat. Kearifan berbeda dengan pengetahuan biasa. Pengetahuan biasa bersifat sementara, kearifan ialah pengetahuan yang abadi, sebab isinya ialah tentang Yang Abadi. Kearifan merupakan laba yang diperoleh seseorang setelah memperoleh penglihatan batin terang, di mana ia mengenal dengan pasti hakekat tunggal segala sesuatu. Kearifat menyebabkan seseorang selalu terjaga kesadarannya akan Yang Satu, dan waspada terhadap kelemahan, kekurangan, dan keabaian dirinya disebabkan godaan dan tipu muslihat ‘yang banyak'.
Makrifat dapat dicapai dengan berbagai cara. Di antaranya melalui sembahyang yang khusyuk, latihan kerohanian yang berdisiplin, penyucian diri sepenuhnya dihadapan Kekasih, dan pengisian jiwa dengan pengetahuan yang bermanfaat bagi pertumbuhan rohani. Seseorang yang mencapai makrifat akan menerima Nur (Cahaya) sesuai amal usahanya dan mendapat peringkat kerohanian yang ditetapkan baginya dalam mengenal kebenaran Ilahi. Orang yang mengenal hakekat segala sesuatu akan memandang, dan bersikap terhadap dunia melalui penglihatan hatinya yang telah tercerahkan. Ia tidak lagi terpaku pada segala sesuatu yang bersifat embel-embel, sebab yang menjadi perhatiannya ialah yang hakiki. Ia tidak sibuk memikirkan dirinya dan hasratnya yang rendah, namun senantiasa asyik memandang wajah sahabat atau kekasihnya, yang Maha Pengasih dan Penyayang itu ( al-rahman al-rahim ). Kearifan menjadi rusak disebabkan dangkalnya pikiran, kesedihan yang berlarut-larut dan kebutaan pandangan terhadap hakekat ketuhanan. Mata orang arif terbuka kepada Yang Satu, bagaikan bunga tulip yang kelopaknya selalu terbuka kepada cahaya matahari.
Keempat , lembah kebebasan atau kepuasan ( istighna ). Di lembah ini tidak ada lagi nafsu memenuhi jiwa seseorang atau keinginan mencari sesuatu yang mudah didapat dengan ikhtiar biasa. Karena pandangan telah tercerahkan oleh kehadiaran Yang Abadi, maka seseorang tidak pernah melihat ada yang baru atau ada yang lama di dunia ini. Lautan tampak sebagai setitik air di tengah wujud-Nya yang tak terhingga luasnya, dan dadanya selalu lapang sebab dia mengetahui bahwa rahmat Tuhan tidak akan pernah menyusut atau berkembang. Tujuan hidup tak berguna ditinggalkan dan seseorang merasa cukup dengan rahmat yang dilimpahkan Tuhan. Di dunia dia hanya tinggal bekerja, berikhtiar dan berusaha sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang sesuatu, dan untung rugi dia pasrahkan kepada Kekasihnya. Untuk mencapai tingkat ini, kata Attar ‘seseorang harus melakukan kewajiban yang dipikulkan kepadanya tanpa beban. Seseorang mesti meninggalkan sikap acuh tak acuh, masa bodoh dan ketakpedulian terhadap masalah keagamaan, kemanusiaan dan sosial. Lamunan kosong dan ketakpastian terhadap sesuatu yang tak memerlukan lamunan dan keraguan harus diganti dengan keteguhan iman atau haqq al-yaqin .
Menurut Attar di lembah keempat ini seseorang mesti menyibukkan diri dengan hal-hal yang bersifat hakiki dan utama, mengabaikan hal-hal yang bersifat lahiriah atau yang semata-mata menyangkut kepentingan diri sendiri. Seseorang mesti memperbanyak kerja rohani, misalnya dengan ibadah, berderma, memperbanyak amal saleh, membangun pesantren, menyebarkan kegiatan keagamaan dan sebagainya. Kata Attar, “Di lembah ini seseorang mungkin melakukan suatu kegiatan yang bermakna, tetapi ia tidak menyadari.” Kalaupun menyadari ia tidak perlu menyombongkan diri. Lanjut Attar, “Lupakan segala yang telah kauperbuat, berikhtiarlah untuk bebas dan cukupkan dengan dirimu sendiri, meskipun kau kadang mesti menangis dan bergembira terhadap hasil-hasil. Di lembah keempat ini Cahaya Kilat kesanggupan, yang merupakan penemuan sumber-sumber dirimu sendiri, kecukupan dirimu, menyala begitu terang dan membara hingga membakar penglihatanmu pada dunia.”
Kelima , lembah Tauhid. Di lembah ini semuanya pecah berkeping-keping, kemudian menyatu kembali. Semua yang tampak berlainan dan berbeda kelihatan berasal dari hakekat yang sama. Jadi di lembah ini seseorang menyadari bahwa hakekat wujud yang banyak itu sebenarnya satu, maksudnya manifestasi Cinta Yang Satu, yaitu rahman dan rahim-Nya.
Keenam, lembah Hayrat atau ketakjuban. Di sini kita menjadi mangsa ketakjuban yang menyilaukan mata, sehingga seolah-olah kita tenggelam dalam kebingungan dan timbul rasa duka yang tak terkira. Betapa tidak. Siang berubah jadi malam, malam berubah siang. Kemalangan tampak sebagai keberuntungan dan keberuntungan kelihatan sebagai kemalangan. Untung rugi tak jelas batasnya. Orang yang mencapai lembah Tauhid pada mulanya akan lupa atas segalanya, kemudian sadar bahwa bersama dirinya ialah Yang Satu. Tetapi dia tidak tahu siapa yang bersama dengan dirinya. Jika orang berada di lembah ini ditanya, dia akan menjawab: “Aku tak tahu apa ini fana' (lenyap) atau baqa' (hidup kekal) dalam Dia. Aku tak tahu apa ini nyata atau tak nyata. Aku sedang bercinta, tetapi tidak tahu dengan siapa bercinta.” Attar memberi contoh “Kisah Seorang Putri Raja Yang Mencintai Hambanya.” Hamba di sini melambangkan seorang salik yang tak memikirkan apa-apa lagi, yang penting mengabdi, dan karena hanyutnya dalam pengabdiannya maka dia memancarkan keindahan luar biasa. Putri raja diam-diam jatuh cinta kepadanya, dan dengan dibius oleh dayang-dayangnya maka hamba itu pun dibawa ke peraduan sang putri, diberi minuman dan makanan lezat, dihidangi tari-tarian dan musik yang indah, sebelum keduanya beradu. Hamba tersebut mengalami semua itu antara sadar dan tak sadar.
Ketujuh , lembah Faqir dan Fana Faqir artinya tidak memiliki apa-apa lagi, semuanya sudah terampas dari dirinya, kecuali Cintanya kepada Yang Satu. Karena jiwanya hanya terisi oleh-Nya maka dia sanggup mengurbankan diri asal saja diperintahkan oleh Kekasihnya. Kefakiran menerbitkan keberanian menentang yang selain Dia, sebagaimana dimanifestasikan dalam semangat jihad. Kefakiran juga dijadikan landasan ethos dagang yang melahirkan prinsip futuwwa (semangat satria panandita ). Dengan ethos demikian organisasi-organisasi dagang Islam ( ta'ifa ) tumbuh pada abad ke-13 sebagai organisasi sosial keagamaan yang dipimpin oleh ulama sufi. Ta'ifa aktif menyebarkan agama Islam di Nusantara. Pada masa-masa genting anggota-anggota ta'ifa, termasuk parapengrajin, santri, dan lain-lain, ikut berjuang melawan musuh yang memerangi kaum muslim, termasuk kaum penjajah.
Fana' ialah persatuan mistik, manunggaling kawula Gusti atau Unio-mystica . Keadaan ini disusul dengan baqa' , yaitu pengalaman hidup kekal dalam Tuhan. Apabila seseorang telah mencapai tahapan ini, dia akan mengenal dirinya yang hakiki, dirinya yang universal, dan dengan demikian mengenal sungguh-sungguh asal kerohaniannya. Hadis yang mengatakan, “Barang siapa mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya” dapat dijelaskan melalui uraian di atas. Di sini seseorang mengenal bahwa dirinya benar-benar mahluk rohani, bukan sekedar mahluk jasmani dan nafsani. Dia menyadari bahwa secara esensial manusia memang mahluk kerohanian, sebagaimana dinyatakan al-Qur'an dengan istilah khalifah Tuhan di muka bumi, dan sekaligus hamba-Nya. Sebagai khalifah Tuhan menjadi perantara antara alam rendah dan alam tinggi.
Attar mengakhiri kisah burung menemui raja mereka Simurgh, yang tak lain ialah gambaran diri mereka yang sejati, sebagai berikut: “Tahukah kau apa yang kaumiliki? Masuklah ke dalam dirimu sendiri dan renungkan ini. Selama kau tak menyadari kehampaan dirimu, dan selama kau tak meninggalkan kebanggaan diri yang palsu, serta kesombongan dan cinta diri yang berlebihan, kau tidak akan mencapai puncak keabadian. Di jalan tasawuf kau mula-mula akan dicampakkan ke dalam lembah kehinaan, kemudian baru kau akan diangkat ke puncak gunung kemuliaan”. |