Shohbet Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani
Di Masjid Al Ikhlas Semarang
Tanggal 19 Feb 2006
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Allaahumma shalli 'alaa Sayyidinaa Muhammadiw wa 'alaa
aalihi wa Shahbihi ajma'iin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Allah Allah Aziz Allah
Allah Allah Subhan Allah
Allah Allah Sulthon Allah
Allah Allah Karim Allah
Saudara-saudariku,
Mari kita rentas tali hubungan yang hidup antara kita
dan Allah untuk menghidupkan majlis ini, untuk membuka
antenna parabola kita supaya yang dibilang oleh Prof.
Dr. Amin Syukur tadi bisa di clearkan. Beliau bilang
dengan rendah hati meminta maaf tidak bisa menyambut
dengan sebaik-baiknya, tapi yang beliau berikan sudah
lebih dari apa yang kita semua dapat capai, karena
beliau menyambut kita dengan doa. Moga-moga ridho
Allah terlimpah kepada kita. Apa ada hal yang lebih
baik dari yang dibilang Pak Amin ? Tidak ada, sudah
sangat bagus sekali. Tapi begitulah saudara-saudariku
kita
harus mengambil posisi dan memproposisikan diri
dikehidupan kita.
Mari kita tarik dan kita rentas hubungan real antara
kita dengan
Allah.
Allah Allah Aziz Allah
Duh Gusti kulo niki hina, mboten wonten napa-napane
(Ya Allah, saya ini hina, tidak mempunyai apa-apa).
Aku adalah kesempurnaan dari ketidak berdayaan diri.
Engkaulah yang maha Perkasa. Engkaulah yang
Maha Suci. Monggo di gesangake (mari kita hidupkan)
pertalian antara dua titik (hamba dan Allah) yang kita
hidupkan dengan tulus. Itulah Islam, itulah
penghambaan diri kita kepada Allah. Itu awal dari
langkah kita untuk menjemput rahmat Allah. Rahmat
memang diturunkan
kepada kita, seperti partikel di udara, tak terbilang,
tak pernah terhenti. Begitu ada ruang kosong, masuk
dia (baca: udara). Itulah rahmat Allah. Rahmat yang
mengimplikasikan barakah ridho dan keabadian karunia
di alam baqa, yang bermula dari karsa. Karena itu
kita sudah dimerdekakan oleh Allah untuk membangun
sendiri karsa dikehidupan. Kita berada dalam track
kehidupan yang seperti itu.
Allah Allah
Allah Allah Karim Allah
Oh
Allah
kehidupanku, kehidupan kami adalah suatu
sense, suatu kesadaran mengenai mengenai kefakiran dan
kebutuhan yang tiada pernah henti. Suatu kebutuhan
belum tunai, datang kebutuhan lain. Aku dan kami tak
berdaya Ya Allah. Engkau beri suatu gita dalam
kehidupan kami untuk selalu butuh, padahal kami
lumpuh, buntung, tidak apapun, tapi untung Engkau maha
kaya dan pemurah. Engkau suruh kami untuk hidup secara
baik dan benar begitu diberitahukan oleh kekasihmu
Muhammad, yang selalu kami lupa. Kau suruh kami untuk
menjadi baik dan benar., Kami sedang membangun
keyakinan. Mana mungkin kami berjalan dengan baik dan
benar bila Engkau tidak akan mencukupi kami. Yang
tidak kami mintapun Engkau memberi.
Allah Allah Subhan Allah
Duh Gusti Kulo niki keliru terus Gusti. Mboten
leren-leren. (Ya Allah, kami ini banyak salahnya,
terus menerus berbuat salah). Maju sedikit mandur
banyak, maju sedikit mundur banyak lagi, maju sedikit
mundur banyak lagi. Akhirnya kemunduran yang aku
jalani. Hakekat kehidupan kita ini adalah suatu
kemunduran yang tidak bisa dibendung. Untung Engkau
Maha Suci, memberi aku, memberi kami semua
suatu track kehidupan yang positif " Innaa sholata
kaanat `alal mu'miniinaa kitaaban mauquta." Engkau
jaga kami dengan periode yang begitu close circuit,
keliru Engkau hadang dengan tasbih, Engkau beri,
Engkau luberkan kecucianMu, Engkau ajari kami bahwa
ketika
Nabi Muhammad dulu lahir, terlahir didunia ini dengan
karsa serta manifestasi dari rahmatMu, seluruh isi
cakrawala bertasbih.
Subhanallah Walhamdulillah Walaa illaahaillallah
Allahu Akbar.
Engkau suruh kami untuk berada dalam close circuit
dikehidupan ini bernyanyi bersama malaikat untuk
meraih dan menggapai Nabi Muhammad. Maha Suci Engkau
Ya Allah.
Allah Allah
Allah Allah Sulthon Allah
Engkau adalah puncak kesadaranku Ya Allah. Engkau
adalah sulthan, sulthan diantara sulthan-sulthan yang
ada. Abadilah Engkau di pusat kesadaranku Ya Allah,
bahkan di akar kesadaranku.
Saudara-saudariku,
Ketika aku dan kamu telah beranjak lebih maju untuk
mengabadikan Allah sebagai tumpuan di puncak kesadaran
kita, itulah dzikir, itulah Islam, itulah Ihsan. Anta
buddallah kaanaka taroohu fainlam takun taroohu
fainnahu yarooka (Ihsan adalah engkau menyembah Allah
seakan-akan engkau melihatNya, dan jika engkau tidak
melihatNya sesungguhnya Dia melihatmu). Kapan aku dan
kamu punya prakarsa untuk mengahadirkan Allah dalam
ruang lingkup consciousness/ kesadaran
kita. Itulah masalah kita.
Saudara-saudariku,
Aku adalah `hadam' (peladen, kacung, pelayan) dari
tarekat naqshbandi. Kalau disebut "Haqqani" hanya
karena Mursyid-ku adalah Muhammad Nazim Adil Al
Haqqani, sulthanul auliya hadzihiz zaman,
artinya siapa diantara kalian disini yang telah
related dengan Tarekat Naqshbandi, that means "same
with me". Mau Qodiriyyah naqshbandi, sama. Mau
naqshbandi kholidiyah, sama. "Naqshbandi". Naqshbandi
adalah sesuatu yang menjadi sebutan attributive untuk
menghadirkan Allah dengan sistematis yang kalau mau
diungkap gambarannya dengan abstrak akan menyebabkan
jidat kita berkerut. Aku mau bercerita, dan
dengarkanlah dengan tawajuhmu, saudara-saudariku.
1427 tahun yang lalu ketika Rosulullah SAW harus
hijrah ke Madinah. Beliau mengajak Sayyidina Abu Bakar
orang yang sangat dekat dengan Beliau untuk menjadi
pendamping Beliau dalam perjalanan menuju ke
Madinah. Sayyidinia Abu Bakar dengan penuh adab yang
bersungguh, kata kuncinya dengan "Penuh Adab yang
Bersungguh", di ajak ke Madinah. Harusnya dari
kediaman Beliau berjalannya adalah ke Utara, karena
Madinah secara geografis terletak di Utara dari Mekah,
tetapi
Rosulullah berjalan menuju ke Tenggara. Sayyidina Abu
Bakar boro-boro (baca : tak sedikitpun) complain
(mengeluh), criticizing, bertanya pun tidak, jare nang
(katanya menuju) Madinah, lha kok ngidul (kenapa lewat
Tenggara). Itu cerminan dari Adab. Dengan penuh
kecintaan, Sayyidina Abu Bakar yang lebih tua dari
Rosulullah, yang punya kelayakan psikologis untuk
mempertanyakan, untuk meminta kejelasan seperti yang
barangkali terjadi dalam kehidupan kita sekarang yang
menjadi ruh dari reformasi, segala hal dipertanyakan
sehingga batasan antara adab dan tidak adab, luber,
hilang.
Sayyidina Abu Bakar tidak bertanya, Beliau ikut saja
apa yang dibuat oleh Rosulullah, karena di hati Beliau
ada "CINTA" dan PERCAYA" dan sesuatu yang tidak lagi
perlu "TAWAR MENAWAR". Rosulullah, Al Amin,
tidak pernah keluar dari lidah Beliau sesuatu yang
tidak patut tidak dipercaya. Pribadinya penuh pancaran
kecintaan. Mencintai dan sangat pantes dicintai.
Pribadinya begitu rupa menimbulkan `desire',
suatu kerinduan. Ini sebenarnya yang menjadi sangat
penting untuk dijelaskan.
Beliau berjalan, dan Sayyidina Abu Bakar mengikuti.
Ketika akan sampai, agak 8 km dari arah Masjidil
Haram, baru Sayyidina Abu Bakar sadar. "Ooo
mau
istirahat ke Jabal/Gua Tsur, karena sudah mendekati
Gunung Tsur. Ketika Rosulullah naik, Oooo
kesimpulan
Sayyidina Abu Bakar, with no curiousity, tidak dengan
rewel, tidak dengan mempertanyakan, memaklumi.
Islam adalah tuntunan dari Allah Ta'ala. Pertama-tama
kita bukan `ngerti'. Pertama yang harus kita buat
adalah Cinta, menghargai, kesediaan mematuhi dengan
sangka baik. Tanpa kaca mata tersebut, kita tidak akan
mengerti Islam. Islam hanya menjadi "The
Matter of Transaction", tawar menawar. Itu tidak
terjadi pada Abu Bakar. Begitu Rosulullah mau naik ke
arah gua, di Jabal Tsur itu, maka kemudian Beliau (Abu
Bakar) menarik kesimpulan "Oooo
Rosulullah mau
istirahat di Gua Tsur." Beliau (Abu Bakar) mengerti
sebagai orang gurun, tidak akan pernah ada lubang
bebatuan di gunung, pasti ada ular berbisanya. Itu
`Reason', pikiran digunakan sesudah Cinta, sesudah
tulus, sesudah bersedia untuk patuh. Itu namanya
pikiran yang Well Enlighted, pikiran yang tercerahkan,
bukan pikiran yang cluthak (pikiran liar), yang bisa
bertingkah macam-macam menimbulkan problem. Beliau
Abu Bakar kemudian mendekati Rosulullah "Kasih aku
kesempatan masuk. Rosulullah dan Abu Bakar,
interespecting, saling menghargai. Sayyidina Abu Bakar
masuk gua. Gua itu kecil kalau diisi 3 orang, Pak
Joko, Pak Amin dan saya (Syaikh Mustafa), barangkali
sudah kruntelan disitu, kayak bako susur yang
dijejel-jejelkan (dimasukkan) ke mulut. Sayyidina Abu
Bakar masuk, beliau cari, bener ada lubang disitu.
Beliau buka slippernya/ sandalnya, ditaruhnya kaki
kanannya di mulut lubang itu. Dengan cinta, Beliau
korbankan kakinya untuk Rosulullah. Beliau
tidak mau Rosulullah digigit ular. Akhirnya kakinya di
catel, digigit oleh ular. Kemudian Beliau bilang,
Silakan Masuk Rosulullah dengan penuh cinta, dengan
penuh pengorbanan dan husnudzon. Rosul masuk dan
berbaring dipaha Abu Bakar. Rupanya Rosulullah terkena
angin sepoi-sepoi pagi. Beliau tertidur. Ketika Beliau
tertidur, ketika itu pulalah Abu Bakar menahan bisa
dari ular yang sudah mulai menjalar ke seluruh tubuh.
Abu Bakar berkeringat, dan diriwiyatkan
bahwa keringatnya sudah berisi darah. Tetesan keringat
Abu Bakar mengenai Rosulullah. "Nangis kamu, kata
Rosulullah." "Tidak, jawab Abu Bakar, kakiku digigit
ular." There was something happen.
Ditariknya kaki Abu Bakar dari lubang itu, maka
kemudian Rosulullah membentak si Ular " Hai
Tahu nggak
kamu, jangankan daging, atau kulit Abu Bakar, bulunya
pun haram sama kau." Dialog Rosulullah dengan Ular itu
didengar pula oleh Abu Bakar As Shidiq, berkat
mukjizat Beliau. Jawab si Ular "Ya aku ngerti kamu,
bahkan sejak ribuan tahun yang lalu ketika Allah
mengatakan "Barang siapa memandang kekasihKu-Muhammad-
fi ainil mahabbah / dengan mata
kecintaan", Aku anggap cukup untuk menggelar dia ke
surga. Kata Ular " Ya Rabb, beri aku kesempatan yang
begitu cemerlang dan indah.
Aku (ular) ingin memandang wajah kekasihMu fi ainal
mahabbah. Jawab Allah " Silakan pergi ke Jabal Tsur,
tunggu disana, kekasihKu akan datang pada waktunya.
Ribuan tahun aku menunggu disini. Aku digodok
oleh kerinduan untuk jumpa engkau, Muhammad. Tapi
sekarang ditutup oleh kaki Abu Bakar, maka kugigitlah
dia. Aku tidak ada urusan dengan Abu Bakar, aku ingin
ketemu kamu, ya Muhammad. "Lihatlah, ini
lihatlah wajahku, kata Rosulullah." Ular itu memandang
Rosulullah dengan penuh kecintaan, sesudah itu matilah
dia. Datang ajalnya yang ma'tub, meninggal dengan
sempurna. Ular itu telah mendahului kita
untuk menyimpan rindu untuk bertemu Rosulullah ribuan
tahun yang lalu.
Aku dan kamu setiap hari secara mauqut diberikan
kesempatan untuk mengucapkan "Assalamu'alaika ya
ayyuhan nabiyyu warahmatullah". Tapi with no sense,
with no heart, belum sempat Rosulullah kita pindahkan
ke perasaan, ke hati kita, belum sempat
akherat kita hadirkan ke dalam rasa kita Bagaimana aku
dan kamu bisa menjadi `abid, bagaimana aku dan kamu
menjadi shakir, bagaimana aku dan kamu menjadi
muttaqiin dan seterusnya dan seterusnya. Itulah
persoalan kita. Maha mulia Allah yang memberi kita
rahmat dan taufiq pagi ini, supaya aku dan kamu
berkhitmad.
Sesungguhnya persoalan hidup kita sederhana,
berhentilah dari lalai, berhentilah dari sembrono,
berhentilah dari kebiasaan suka menunda, berhentilah
dan keluar dari benua tidak tanggung jawab.
Kalau ada kewajiban untuk membersihkan, kenapa harus
nyuruh orang, kalau itu bisa dilakukan sendiri.
Sedangkan kalau ada keenakan, cepat-cepat ditarik dan
dimasukkan ke kantong sendiri. Keluarlah aku dan kamu,
saudara saudariku dari semua kebiasaan buruk itu.
Nggak ada cerita Islam, nggak ada cerita Iman, nggak
ada cerita Ihsan tanpa usaha kita untuk membebaskan
diri dari hal yang nista. Kegiatan Abu Bakar As
Shiddiq membersihkan diri dari hal-hal yang nista. Ini
pelajaran yang sangat essential, bukan textual. Cerita
tentang Islam seperti terdeskripsi dalam qur'an, dalam
hadits, tidak dapat kita tangkap muatan sebenarnya
yang ada didalamnya bila tidak dengan hati, with no
sense, with no heart. Gaya hidup di dada Abu Bakar
dalam bercinta, dalam berkerendahan hati, dalam
berketulusan,
dalam berkesediaan untuk patuh, dan untuk membuat
pengkhidmatan, itu adalah rukun Islam yang tidak
tertulis. Semua ini adalah muatan di
dalam kehidupan Rosulullah. Seperti yang saya sebut
dengan cerita tadi, ketika sudah mati ular yang mulia
itu, Rosulullah meminta jin yang sedang ada di gua itu
untuk mengebumikan jenazah ular min ahlil
jannah itu. Maka kemudian dikebumikanlah ular itu oleh
jin penjaga gua.
Ketika itulah terjadilah kongregasi, dari ruhaniah
yang dijemput dari alam barzah maupun alam azali.
Semua orang yang sudah barzahi atau yang masih azali
ruhnya dihadirkan untuk berkhitdmat, berdzikir kepada
Allah Ta'ala, yang mana dzikirnya disebut "Khtm
Khwjagan". Inilah yang disebut "Naqshbandi". Aku
berkhidmat untuk itu. Tarekat itu seperti kemasan
permen fisherman ini. Kalau kemasan
permen ini dibuka, isinya "Islam Plus Sungguh". Islam
yang cuman textual dan yang spiritually diajarkan oleh
Rosulullah, itu tergambarkan begini : "Yang namanya
"Ulama adalah orang yang tahu
bagaimana mengartikulasikan perintah-perintah Allah
yang ada di qur'an dan yang ada di hadits nabi.
Seseorang yang punya kapasitas untuk menggambarkan
apa-apa perintah Allah. Tapi orang yang tahu
menterjemahkan irodah/ kehendah Allah, bukan Amru
Allah itu adalah wali. Wali adalah manusia-manusia
yang bisa menarik sesuatu yang merupakan dari diri
Rosulullah.
Kisah Uways Al Qorni
Ketika Rosulullah mau wafat, beliau berpesan kepada
Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali agar baju yang
dipakainya diberikan kepada Uways Al Qorni Al Yamani.
Sayyidina Ali bertanya dalam hati : Siapa dia,
begitu istimewanya mendapatkan atensi yang besar dari
Rosulullah.
Uways Al Qorni adalah orang yang tidak pernah ketemu
Rosulullah physically, tapi tidak sedetikpun berpisah
dengan Rosulullah. Dia juga sangat mulia
pengkhidmatannya pada ibunya. Sayyidina Umar
kurang senang mendengar Rosulullah yang dicintai,
bicara tentang kematiannya. Setelah Rosulullah wafat
dan selesai dimakamkan, Sayyidina Ali bertanya kepada
Sayyidina Umar, Ingatkah kau pesan
Rosulullah." Tentu aku ingat pesan Rosulullah untuk
berpegang kepada qur'an dan sunnah Beliau. "Bukan itu,
jawab Sayyidina Ali, tapi menyerahkan baju yang
dikenakan Rosulullah ini kepada Uways Al
Qorni. Oh..ya kelalen aku...lupa aku. Keduanya
kemudian menuju ke Yaman, suatu kota kecil yang
entitasnya kecil. Ketika sampai di Yaman, Beliau Tanya
kepada orang-orang disana, dan banyak orang yang
tidak mengenal nama "Uways Al Qorni. Rupanya Uways Al
Qorni, itu di Yaman, di desanya namanya tidak
terkernal, kalau disini seperti "Sarimin" atau
"Sariman". Akhirnya, singkat cerita, keduanya
ketemu Uways Al Qorni yang sedang menyulam kurma
dengan ibunya.
Uways Al Qorni membelakangi Ali dan Umar, tapi bisa
mengatakan "Cepat kesini, serahkan baju itu kepadaku.
Ali dan Umar heran, tidak melihat kenapa bisa tahu.
Lebih heran lagi Uways Al Qorni bisa mengetahui siapa
yang sedang berhadapan dengannya, yaitu
Ali dan Umar. Berkat kecintaan Uways Al Qorni ini
dibukakan oleh Allah Basyirah. Jadi, syarat datang ke
Islam adalah membawa kecintaan, karena sudah
ditanamkan sejak jaman azali, dan akhlaq yang kita
bangun adalah menghadirkan Rosulullah ke dalam diri
kita.
Uways Al Qorni adalah salah satu sosok yang hidup pada
masa Rosulullah, tapi tidak pernah bertemu secara
fisik, namun tak sedetikpun terlepas dengan kehadiran
Rosulullah.
Allahumma inna nas aluka antas toyyiqabana minal
ghaflah ilal khudur amma naka wa ammanar rosul wa
ammanal masayih. (Mohon maaf bila kesalahan text
kalimat, karena keterbatasan penulis). Ya Allah, aku
mohon kepadaMu, bangkitkan aku dari lalai, untuk
selalu terus dengan Kamu, dan selalu terkait dengan
Rosul, dan selalu terkait Syaikh.
Wa min Allah at taufiq
Al Fatehah
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
SUMBER : http://www.mail-archive.com/
kmnu2000@yahoogroups.com/msg05188.html