"Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak" (Ar-Rahman: 37)





















Tawassul

Yaa sayyid as-Saadaat wa Nuur al-Mawjuudaat, yaa man huwaal-malja’u liman massahu dhaymun wa ghammun wa alam.Yaa Aqrab al-wasaa’ili ila-Allahi ta’aalaa wa yaa Aqwal mustanad, attawasalu ilaa janaabika-l-a‘zham bi-hadzihi-s-saadaati, wa ahlillaah, wa Ahli Baytika-l-Kiraam, li daf’i dhurrin laa yudfa’u illaa bi wasithatik, wa raf’i dhaymin laa yurfa’u illaa bi-dalaalatik, bi Sayyidii wa Mawlay, yaa Sayyidi, yaa Rasuulallaah:

(1) Nabi Muhammad ibn Abd Allah Salla Allahu ’alayhi wa alihi wa sallam
(2) Abu Bakr as-Siddiq radiya-l-Lahu ’anh
(3) Salman al-Farsi radiya-l-Lahu ’anh
(4) Qassim ibn Muhammad ibn Abu Bakr qaddasa-l-Lahu sirrah
(5) Ja’far as-Sadiq alayhi-s-salam
(6) Tayfur Abu Yazid al-Bistami radiya-l-Lahu ’anh
(7) Abul Hassan ’Ali al-Kharqani qaddasa-l-Lahu sirrah
(8) Abu ’Ali al-Farmadi qaddasa-l-Lahu sirrah
(9) Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani qaddasa-l-Lahu sirrah
(10) Abul Abbas al-Khidr alayhi-s-salam
(11) Abdul Khaliq al-Ghujdawani qaddasa-l-Lahu sirrah
(12) ’Arif ar-Riwakri qaddasa-l-Lahu sirrah
(13) Khwaja Mahmoud al-Anjir al-Faghnawi qaddasa-l-Lahu sirrah
(14) ’Ali ar-Ramitani qaddasa-l-Lahu sirrah
(15) Muhammad Baba as-Samasi qaddasa-l-Lahu sirrah
(16) as-Sayyid Amir Kulal qaddasa-l-Lahu sirrah
(17) Muhammad Bahaa’uddin Shah Naqshband qaddasa-l-Lahu sirrah
(18) ‘Ala’uddin al-Bukhari al-Attar qaddasa-l-Lahu sirrah
(19) Ya’quub al-Charkhi qaddasa-l-Lahu sirrah
(20) Ubaydullah al-Ahrar qaddasa-l-Lahu sirrah
(21) Muhammad az-Zahid qaddasa-l-Lahu sirrah
(22) Darwish Muhammad qaddasa-l-Lahu sirrah
(23) Muhammad Khwaja al-Amkanaki qaddasa-l-Lahu sirrah
(24) Muhammad al-Baqi bi-l-Lah qaddasa-l-Lahu sirrah
(25) Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi qaddasa-l-Lahu sirrah
(26) Muhammad al-Ma’sum qaddasa-l-Lahu sirrah
(27) Muhammad Sayfuddin al-Faruqi al-Mujaddidi qaddasa-l-Lahu sirrah
(28) as-Sayyid Nur Muhammad al-Badawani qaddasa-l-Lahu sirrah
(29) Shamsuddin Habib Allah qaddasa-l-Lahu sirrah
(30) ‘Abdullah ad-Dahlawi qaddasa-l-Lahu sirrah
(31) Syekh Khalid al-Baghdadi qaddasa-l-Lahu sirrah
(32) Syekh Ismaa’il Muhammad ash-Shirwani qaddasa-l-Lahu sirrah
(33) Khas Muhammad Shirwani qaddasa-l-Lahu sirrah
(34) Syekh Muhammad Effendi al-Yaraghi qaddasa-l-Lahu sirrah
(35) Sayyid Jamaaluddiin al-Ghumuuqi al-Husayni qaddasa-l-Lahu sirrah
(36) Abuu Ahmad as-Sughuuri qaddasa-l-Lahu sirrah
(37) Abuu Muhammad al-Madanii qaddasa-l-Lahu sirrah
(38) Sayyidina Syekh Syarafuddin ad-Daghestani qaddasa-l-Lahu sirrah
(39) Sayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh ‘Abd Allaah al-Fa’iz ad-Daghestani qaddasa-l-Lahu sirrah
(40) Sayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh Muhammad Nazhim al-Haqqaani qaddasa-l-Lahu sirrah

Syahaamatu Fardaani
Yuusuf ash-Shiddiiq
‘Abdur Ra’uuf al-Yamaani
Imaamul ‘Arifin Amaanul Haqq
Lisaanul Mutakallimiin ‘Aunullaah as-Sakhaawii
Aarif at-Tayyaar al-Ma’ruuf bi-Mulhaan
Burhaanul Kuramaa’ Ghawtsul Anaam
Yaa Shaahibaz Zaman Sayyidanaa Mahdi Alaihis Salaam 
wa yaa Shahibal `Unshur Sayyidanaa Khidr Alaihis Salaam

Yaa Budalla
Yaa Nujaba
Yaa Nuqaba
Yaa Awtad
Yaa Akhyar
Yaa A’Immatal Arba’a
Yaa Malaaikatu fi samaawaati wal ardh
Yaa Awliya Allaah
Yaa Saadaat an-Naqsybandi

Rijaalallaah a’inunna bi’aunillaah waquunuu ‘awnallana bi-Llah, ahsa nahdha bi-fadhlillah .
Al-Faatihah













































Mawlana Shaykh Qabbani

www.nurmuhammad.com |

 As-Sayed Nurjan MirAhmadi

 

 

 
NEW info Kunjungan Syekh Hisyam Kabbani ke Indonesia

More Mawlana's Visitting











Durood / Salawat Shareef Collection

More...
Attach...
Audio...
Info...
Academy...
أفضل الصلوات على سيد السادات للنبهاني.doc.rar (Download Afdhal Al Shalawat ala Sayyid Al Saadah)
كنوز الاسرار فى الصلاة على النبي المختار وعلى آله الأبرار.rar (Download Kunuz Al Asror)
كيفية الوصول لرؤية سيدنا الرسول محمد صلى الله عليه وسلم (Download Kaifiyyah Al Wushul li ru'yah Al Rasul)
Download Dalail Khayrat in pdf





















C E R M I N * R A H S A * E L I N G * W A S P A D A

Rabu, 31 Oktober 2007

SERAT KALATIDHA

Amenangi jaman édan
ewuh-aya ing pambudi
mèlu édan nora tahan
yèn tan milu anglakoni
boya keduman mélik
kaliren wekasanipun
dilalah karsa Alah
begja-begjané kang lali
luwih begja kang éling lawan waspada

SUMBER : http://www.muurgedichten.nl/ranggawarsita.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Sabtu, 27 Oktober 2007

SUDUT PANDANG

DIALOG PERDAGANGAN UNTUK MENGINAP

Asalkan memajukan dan memenangkan sebuah argumentasi tentang
agama Buddha dengan orang-orang yang tinggal di sana,
seorang bhikshu kelana boleh menginap di sebuah vihara Zen.
Jika kalah, ia harus pergi dan melanjutkan perjalanan.

Di sebuah vihara di belahan utara Jepang, tinggallah dua
orang bhikshu. Yang lebih tua adalah seorang terpelajar,
sedangkan yang lebih muda adalah orang bodoh dan hanya
mempunyai sebuah mata.

Seorang bhikshu datang dan memohon untuk menginap.
Sebagaimana biasanya, ia menantang mereka untuk berdebat
tentang ajaran yang tertinggi. Saudara yang lebih tua,
karena keletihan belajar sepanjang hari itu, meminta saudara
mudanya untuk menggantikannya. "Pergilah dan hadapi
dialognya dengan tenang," ia memperingatkan.

Demikianlah, bhikshu muda dan orang asing itu pergi ke altar
dan duduk.

Tidak lama kemudian, pendatang itu bangkit dan menghampiri
saudara tua dan berkata, "Saudara muda anda adalah seorang
yang mengagumkan. Ia mengalahkan aku."

"Ceritakan dialog itu kepadaku," kata saudara yang tua.

"Baiklah," jelas si pendatang, "Pertama-tama, saya
mengacungkan sebuah jari, melambangkan Buddha, Ia yang
mencapai Pencerahan. Ia pun mengacungkan dua jari,
melambangkan Buddha beserta ajaran Beliau. Saya mengacungkan
tiga jari, melambangkan Buddha, ajaran, dan pengikut Beliau,
yang hidup dalam keharmonisan. Kemudian, ia melayangkan
kepalan tinjunya ke wajah saya, menunjukkan bahwa
ketiga-tiganya berasal dari kebijaksanaan. Demikianlah dia
menang dan saya tidak berhak untuk menetap. " Setelah itu,
si pendatang pun pergi.

"Kemanakah rekan itu?" tanya saudara muda, berlari menjumpai
saudara tuanya.

"Saya tahu anda memenangkan perdebatan tadi."

"Menang apa! Saya ingin memukulnya."

"Ceritakanlah tentang perdebatan tadi," pinta saudara tua
itu.

"Mengapa, begitu melihat saya, ia mengacungkan satu jari,
menghina saya dengan menyindir bahwa saya hanya mempunyai
sebuah mata. Oleh karena ia adalah pendatang, saya kira saya
harus bertindak sopan terhadapnya, sehingga saya
mengacungkan dua jari, bersyukur baginya karena mempunyai
dua mata. Kemudian, bedebah yang tidak sopan itu
mengacungkan tiga jari, menyiratkan bahwa di antara kita
berdua hanya ada tiga bola mata. Oleh karenanya, saya marah
dan mulai meninjunya, tetapi ia berlari keluar dan
perdebatan itu pun berakhir."

(baca cerita sejenis dari tradisi Islam dan Kristiani)

---------------------
Daging ZEN Tulang ZEN
Bunga Rampai Karya Tulis Pra-Zen dan Zen
Dikumpulkan oleh: Paul Reps
Edisi Keenam Oktober 1996
Yayasan Penerbit Karaniya
Anggota IKAPI, Kotakpos 1409 Bandung 40001

SUMBER : http://media.isnet.org/sufi/Zen/Perdagangan.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

TEROWONGAN

Zenkai,  putera seorang samurai, melakukan perjalanan ke Edo
dan di sana menjadi pelayan seorang pejabat tinggi. Ia jatuh
cinta dengan isteri pejabat itu dan ketahuan. Sebagai usaha
perlindungan diri, ia membunuh pejabat itu. Kemudian, ia
melarikan diri dengan isteri pejabat itu.

Keduanya kemudian menjadi pencuri. Akan tetapi, wanita ini
sedemikian rakusnya sehingga Zenkai menjadi jijik
melihatnya. Akhirnya, ia meninggalkan wanita itu, melakukan
perjalanan jauh ke propinsi Buzen, di sanalah ia menjadi
seorang pengemis yang berkelana.

Untuk menghapuskan kesalahan masa lampaunya, Zenkai bertekad
untuk melakukan beberapa kebajikan selama hidupnya. Karena
tahu bahwa ada sebuah jalan yang berbahaya di sebuah tebing
yang telah mengakibatkan kematian dan kecelakaan bagi banyak
orang, ia memutuskan untuk menggali sebuah terowongan
menembusi gunung di sana.

Siang hari mengemis makanan, pada malam harinya Zenkai
bekerja menggali terowongan. Setelah tiga puluh tahun
berlalu, terowongan yang berhasil digalinya itu telah
mencapai sepanjang 2280 kaki, dengan tinggi 20 kaki, dan
lebamya 30 kaki.

Dua tahun sebelum tugas ini diselesaikan, putera dari
pejabat yang telah dibunuhnya, yang merupakan seorang
serdadu yang trampil, menemukan Zenkai dan datang untuk
membunuhnya sebagai pembalasan dendam.

"Saya akan memberikan kepada anda nyawa saya secara rela,"
kata Zenkai, "Biarkanlah saya menyelesaikan pekerjaan ini
terlebih dahulu. Pada saat terowongan ini telah selesai,
kamu boleh membunuhku."

Dengan demikian, serdadu itu menunggu waktu. Beberapa bulan
berlalu dan Zenkai masih saja tetap menggali. Anak muda
tersebut menjadi bosan menunggu dan mulai membantu menggali.
Setelah membantu selama lebih dari satu tahun, ia menjadi
kagum atas tekad kuat dan karakter Zenkai.

Akhirnya terowongan itu pun jadi dan orang-orang bisa
menggunakannya serta berjalan melaluinya dengan aman.

"Sekarang penggallah kepala saya," kata Zenkai, "Pekerjaan
saya telah tuntas."

"Bagaimana bisa saya memenggal kepala guru saya sendiri?"
tanya anak muda itu dengan tetes air mata di matanya.

---------------------
Daging ZEN Tulang ZEN
Bunga Rampai Karya Tulis Pra-Zen dan Zen
Dikumpulkan oleh: Paul Reps
Edisi Keenam Oktober 1996
Yayasan Penerbit Karaniya
Anggota IKAPI, Kotakpos 1409 Bandung 40001

sumber : http://media.isnet.org/sufi/Zen/Terowongan.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Jumat, 26 Oktober 2007

CINTA KEPADA ALLAH

BAB 8 : CINTA KEPADA ALLAH

Kecintaan kepada Allah adalah topik yang paling penting dan merupakan tujuan akhir pembahasan kita sejauh ini. Kita telah berbicara tentang bahaya-bahaya ruhaniah karena mereka menghalangi kecintaan kepada Allah di hati manusia. Telah pula kita bicarakan tentang berbagai sifat baik yang diperlukan untuk itu. Penyempurnaan kemanusiaan terletak di sini, yaitu bahwa kecintaan kepada Allah mesti menaklukkanhati manusia dan menguasainya sepenuhnya. Kalaupun kecintaan kepada Allah tidak menguasainya sepenuhnya, maka hal itu mesti merupakan perasaan yang paling besar di dalam hatinya, mengatasi kecintaan kepada yang lain-lain. Meskipun demikian, mudah dipahami bahwa kecintaan kepada Allah adalah sesuatu yang sulit dicapai, sehingga suatu aliran teologi telah kenyataan sama sekali menyangkal, bahwa manusia bisa mencitai suatu wujud yang bukan merupakan spesiesnya sendiri. Mereka telah mendefinisikan kecintaan kepada Allah sebagai sekedar ketaatan belaka. Orang-orang yang berpendapat demikian sesungguhnya tidak tahu apakah agama itu sebenarnya.

Seluruh muslim sepakat bahwa cinta kepada Allah adalah suatu kewajiban. Allah berfirman berkenaan dengan orang-orang mukmin: "Ia mencintai mereka dan mereka mencitaiNya." Dan Nabi saw. Bersabda, "Sebelum seseorang mencintai Allah dan NabiNya lebih daripada mencintai yang lain, ia tidak memiliki keimanan yang benar." Ketika Malaikat Maut datang untuk mengambil nyawa Nabi Ibrahim, Ibrahim berkata: "Pernahkan engkau melihat seorang sahabat mengambil nyawa sahabatnya?" Allah menjawabnya, "Pernahkan engkau melihat seorang kawan yang tidak suka untuk melihat kawannya?" Maka Ibrahim pun berkata, "Wahai Izrail, ambillah nyawaku!"

Doa berikut ini diajarkan oleh Nabi saw. kepada para sahabatnya; "Ya Allah, berilah aku kecintaan kepadaMu dan kecintaan kepada orang-orang yang mencintaiMu, dan apa saja yang membawaku mendekat kepada cintaMu. Jadikanlah cintaMu lebih berharga bagiku daripada air dingin bagi orang-orang yang kehausan." Hasan Basri seringkali berkata: "Orang yang mengenal Allah akan mencintaiNya; dan orang yang mengenal dunia akan membencinya."

Sekarang kita akan membahas sifat esensial cinta. Cinta bisa didefinisikan sebagai suatu kecenderungan kepada sesuatu yang menyenangkan. Hal ini tampak nyata berkenaan dengan lima indera kita. Masing-masing indera mencintai segala sesuatu yang memberinya kesenangan. Jadi, mata mencintai bentuk-bentuk yang indah, telinga mencintai musk, dan seterusnya. Ini adalah sejenis cinta yang juga dimiliki oleh hewan-hewan. Tetapi ada indera keenam, yakni fakultas persepsi, yang tertanamkan dalam hati dan tidak dimiliki oleh hewan-hewan. Dengannya kita menjadi sadar akan keindahan dan keunggulan ruhani. Jadi, seseorang yang hanya akrab dengan kesenangan-kesenangan inderawi tidak akan bisa memahami apa yang dimaksud oleh Nabi saw. ketika bersabda bhwa ia mencintai shalat lebih daripada wewangian dan wanita, meskipun keduanya itu juga menyenangkan baginya. Tetapi orang yang mata-hatinya terbuka untuk melihat keindahan dan kesempurnaan Allah akan meremehkan semua penglihatan-penglihatan luar, betapa pun indah tampaknya semua itu.

Manusia yang hanya akrab dengan kesenangan-kesenangan inderawi akan berkata bahwa keindahan ada pada warna-warni merah putih, anggota-anggota tubuh yang serasi dan seterusnya, sedang ia buta terhadap keindahan moral yang dimaksudkan oleh orang-orang ketika mereka berbicara tentang orang ini dan orang itu yang memiliki tabiat baik. Tetapi orang-orang yang memiliki persepsi yang lebih dalam merasa sangat mungkin untuk bisa mencintai orang-orang besar yang telah jauh mendahului kita - seperti kata Khalifah Umar dan Abu Bakar - berkenaan dengan sifat-sifat mulia mereka, meskipun jasad-jasad mereka telah sejak dahulu sekali bercampur dengan debu. Kecintaan seperti itu tidak diarahkan kepada bentuk luar melainkan kepada sifat-sifat ruhaniah. Bahkan ketika kita ingin membangkitkan rasa cinta di dalam diri seorang anak kepada orang lain, kita tidak menguraikan keindahan luar bentuk itu atau yang lainnya, melainkan kunggulan-keunggulan ruhaniahnya.

Jika kita terapkan prinsip ini untuk kecintaan kepada Allah, maka akan kita dapati bahwa Ia sendiri sajalah yang pantas dicintai. Dan jika seseorang tidak mencintaiNya, maka hal itu disebabkan karena ia tidak mengenaliNya. Karena alasan inilah, maka kita mencintai Muhammad saw., karena ia adalah Nabi dan kecintaan Allah; dan kecintaan kepada orang-orang berilmu dan bartakwa adalah benar-benar kecintaan kepada Allah. Kita akan melihat hal ini lebih jelas kalau kita membahas sebab-sebab yang bisa membangkitkan kecintaan.

Sebab pertama adalah kecintaan seseorang atas dirinya dan kesempurnaan sifatnya sendiri. Hal ini membawanya langsung kepada kecintaan kepada Allah, karena kemaujudan asasi dan sifat-sifat manusia tidak lain adalah anugerah Allah. Kalau bukan karena kebaikanNya, manusia tidak akan pernah tampil dari balik tirai ketidak-maujudan ke dunia kasat-mata ini. Pemeliharaan dan pencapaian kesempurnaan manusia juga sama sekali tergantung para kemurahan Allah. Sungguh aneh jika seseorang mencari perlindungan dari panas matahari di bawah bayangan sebuah pohon dan tidak bersyukur kepada pohon yang tanpanya tidak akan ada bayangan sama sekali. Sama seperti itu, kalau bukan karena Allah, manusia tidak akan maujud (ada) dan sama sekali tidak pula mempunyai sifat-sifat. Oleh sebab itu ia akan mencintai Allah kalau saja bukan karena kemasabodohan terhadapNya. Orang-orang bodoh tidak bisa mencintaiNya, karna kecintaan kepadaNya memancar langsung dari pengetahuan tentangNya. Dan sejak kapankah seorang bodoh mempunyai pengetahuan?

Sebab kedua dari kecintaan ini adalah kecintaan manusia kepada sesuatu yang berjasa kepadanya, dan sebenarnyalah satu-satunya yang berjasa kepadanya hanyalah Allah; karena, kebaikan apa pun yang diterimanya dari sesama manusia disebabkan oleh dorongan langsung dari Allah. Motif apa pun yang menggerakkan seseorang memberikan kebaikan kepada orang lain, apakah itu keinginan untuk memperoleh pahala atau nama baik, Allah-lah yang mempekerjakan motif itu.

Sebab ketiga adalah kecintaan yang terbangkitkan oleh perenungan tentang sifat-sifat Allah, kekuasaan dan kebijakanNya, yang jika dibandingkan dengan kesemuanya itu kekuasaan dan kebijakan manusia tidak lebih daripada cerminan-cerminan yang paling remeh. Kecintaan ini mirip dengan cinta yang kita rasakan terhadap orang-orang besar di masa lampau, seperti Imam Malik dan Imam Syafi'i, meskipun kita tidak pernah mengharap untuk menerima keuntungan pribadi dari mereka. Dan oleh karenanya, cinta ini merupakan jenis cinta yang lebih tak berpamrih. Allah berfirman kepada Nabi Daud, "AbdiKu yang paling cinta kepadaKu adalah yang tidak mencariku karena takut untuk dihukum atau berharap mendapatkan pahala, tetapi hanya demi membayar hutangnya kepada KetuhananKu." Di dalam Injil tertulis: "Siapakah yang lebih kafir daripada orang yang menyembahKu karena takut neraka atau mengharapkan surga? Jika tidak Kuciptakan semuanya itu, tidak akan pantaskah Aku untuk disembah?"

Sebab KEEMPAT dari kecintaan ini adalah "persamaan" antara manusia dan Allah. Hal inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi saw.: "Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diriNya sendiri." Lebih jauh lagi Allah telah berfirman: "Hambaku mendekat kepadaKu sehingga Aku menjadikannya sahabatKu. Aku pun menjadi telinganya, matanya dan lidahnya." Juga Allah berfirman kepada Musa as.: "Aku pernah sakit tapi engkau tidak menjengukku!" Musa menjawab: "Ya Allah, Engkau adalah Rabb langit dan bumi; bagaimana Engkau bisa sakit?" Allah berfirman: "Salah seorang hambaKu sakit; dan dengan menjenguknya berarti engkau telah mengunjungiKu."

Memang ini adalah suatu masalah yang agak berbahaya untuk diperbincangkan, karena hal ini berada di balik pemahaman orang-orang awam. Seseorang yang cerdas sekalipun bisa tersandung dalam membicarakan soal ini dan percaya pada inkarnasi dan kersekutuan dengan Allah. Meskipun demikian, "persamaan" yang maujud di antara manusia dan Allah menghilangkan keberatan para ahli Ilmu Kalam yang telah disebutkan di atas itu, yang berpendapat bahwa manusia tidak bisa mencintai suatu wujud yang bukan dari spesiesnya sendiri. Betapa pun jauh jarak yang memisahkan mereka, manusia bisa mencintai Allah karena "persamaan" yang disyaratkan di dalam sabda Nabi: "Allah menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diriNya sendiri."

Menampak Allah

Semua muslim mengaku percaya bahwa menampak Allah adalah puncak kebahagiaan manusia, karena hal ini dinyatakan dalam syariah. Tetapi bagi banyak orang hal ini hanyalah sekedar pengakuan di bibir belaka yang tidak membangkitkan perasaan di dalam hati. Hal ini bersifat alami saja, karena bagaimana bisa seseorang mendambakan sesuatu yang tidak ia ketahui? Kami akan berusaha untuk menunjukkan secara ringkas, kenapa menampak Allah merupakan kebahagiaan terbesar yang bisa diperoleh manusia.

Pertama sekali, semua fakultas manusia memiliki fungsinya sendiri yang ingin dipuasi. Masing-masing punya kebaikannya sendiri, mulai dari nafsu badani yang paling rendah sampai bentuk tertinggi dari pemahaman intelektual. Tetapi suatu upaya mental dalam bentuk rendahnya sekalipun masih memberikan kesenangan yang lebih besar daripada kepuasan nafsu jasmaniah. Jadi, jika seseorang kebetulan terserap dalam suatu permainan catur, ia tidak akan ingat makan meskipun berulang kali dipanggil. Dan makin tinggi pengetahuan kita makin besarlah kegembiraankita akan dia. Misalnya, kita akan lebih merasa senang mengetahui rahasia-rahasia seorang raja daripada rahasia-rahasia seorang wazir. Mengingat bahwa Allah adalah obyek pengetahuan yang paling tinggi, maka pengetahuan tentangNya pasti akan memberikan kesenangan yang lebih besar ketimbang yang lain. Orang yang mengenal Allah, di dunia ini sekalipun, seakan-akan merasa telah berada di surga "yang luasnya seluas langit dan bumi"; surga yang buah-buahnya sedemikian nikmat, sehingga tak ada seorang pun yang bisa mencegahnya untuk memetiknya; dan surga yang tidak menjadi lebih sempit oleh banyaknya orang yang tinggal di dalamnya.

Tetapi nikmatnya pengetahuan masih jauh lebih kecil daripada nikmatnya penglihatan, persis seperti kesenangan kita di dalam melamunkan orang-orang yang kita cintai jauh lebih sedikit daripada kesenangan yang diberikan oleh penglihatan langsung akan mereka. Keterpenjaraan kita di dalam jasad yang terbuat dari lempung dan air ini, dan kesibukankita dengan ihwal inderawi, menciptakan suatu tirai yang menghalangi kita dari menampak Allah, meskipun hal itu tidak mencegah kita dari memperoleh beberapa pengethuan tentangNya. Karena alasan inilah, Allah berfirman kepada Musa di Bukit Sinai: "Engkau tidak akan bisa melihatKu."

Hal yang sebenarnya adalah sebagai berikut. Sebagaimana benih manusia akan menjadi seorang manusia dan biji korma yang ditanam akan menjadi pohon korma, maka pengetahuan tentang Tuhan yang diperoleh di bumi akan menjelma menjadi penampakan Tuhan di akhirat kelak, dan orang yang tak pernah mempelajari pengetahuan itu tak akan pernah mengalami penampakan itu. Penampakan ini tak akan terbagi sama kepada orang-orang yang tahu, melainkan kadar kejelasannya akan beragam sesuai dengan pengetahuan mereka. Tuhan itu satu, tetapi Ia akan terlihat dalam banyak cara yang berbeda, persis sebagaimana suatu obyek tercerminkan dalam berbagai cara oleh berbagai cermin; ada yang mempertunjukkan bayangan yang lurus, ada pula yang baur, ada yang jelas dan yang lainny akabur. Sebuah cermin mungkin telah sedemikian rusak sehingga bisa membuat bentuk yang indah sekalipun tampa buruk, dan seseorang mungkin membawa sebuah hati yang sedemikian gelap dan kotor ke akhirat, sehingga penglihatan yang bagi orang lain merupakan sumber kebahagiaan dan kedamaian, baginya malah menjadi sumber kesedihan. Seseorang yang di hatinya cinta terhadap Tuhan telah mengungguli yang lain akan menghirup lebih banyak kebahagiaan dari penglihatan ini dibanding orang yang di hatinya cinta itu tak sedemikian unggul; persis seperti halnya dua manusia yang sama memiliki pandangan mata yang tajam; ketika menatap sebentuk wajah yang cantik, maka orang yang telah mencintai pemilik wajah itu akan lebih berbahagia dalam menatapnya daripada orang yang tidak mencinta. Agar bisa menikmati kebahagiaan sempurna, pengetahuan saja tanpa disertai cinta belumlah cukup. Dan cinta akan Allah tak bisa memenuhi hati manusia sebelum ia disucikan dari cinta akan dunia yang hanya bisa didapatkan dengan zuhud. Ketika berada di dunia ini, keadaan manusia berkenaan dengan menampak Allah adalah seperti seorang pencinta yang akan melihat wajah kasihya di keremangan fajar, sementara pakaiannya dipenuhi dengan lebah dan kalajengking yang terus menerus menyiksanya. Tetapi jika matahari terbit dan menampakkan wajah sang kekasih dalam segenap keindahannya dan binatang berbisa berhenti menyiksanya, maka kebahagiaan sang pencinta akan menjadi seperti kecintaan hamba Allah yang setelah keluar dari keremangan dan terbebaskan dari bala yang menyiksa di dunia ini, melihatNya tanpa tirai. Abu Sulaiman berkata: "Orang yang sibuk dengan dirinya sekarang, akan sibuk dengan dirinya kelak; dan orang yang tersibukkan dengan Allah sekarang, akan tersibukkan denganNya kelak."

Yahya Ibnu Mu'adz meriwayatkan bahwa ia mengamati Bayazid Bistami dalam shalatnya sepanjang malam. Ketika telah selesai, Bayazid berdiri dan berkata: "O Tuhan! Beberapa hamba telah meminta dan mendapatkan kemampuan untuk membuat mukjizat, berjalan di atas permukaan air, terbang di udara, tapi bukan semua itu yang kuminta; beberapa yang lain telah meminta dan mendapatkan harta benda, tapi bukan itu pula yang kuminta." Kemudian Bayazid berpaling dan ketika melihat Yahya, ia bertanya: "Engkaulah yang di sanan itu Yahya?" Ia jawab: "Ya." Ia bertanya lagi: "Sejak kapan?" "Sudah sejak lama." Kemudian Yahya memintanya agar mengungkapkan beberapa pengalaman ruhaniahnya. "Akan kuungkapkan", jawab Bayazid, "apa-apa yang halal untuk diceritakan kepadamu." Yang Kuasa telah mempertunjukkan kerajaanNya kepadaku, dari yang paling mulia hingga yang terenah. Ia mengangkatku ke atas 'Arsy dan KursiNya dan ketujuh langit. Kemudian Ia berkata: 'Mintalah kepadaKu apa saja yang kau ingini.' Saya jawab: 'Ya Allah! Tak kuingini sesuatu pun selain Engkau.' 'Sesungguhnya,' kataNya, 'engkau adalah hambaKu."

Pada kali lain Bayazid berkata: "Jika Allah akan memberikan padamu keakraban dengan diriNya atau Ibrahim, kekuatan dalam doa Musa dan keruhanian Isa, maka jagalah agar wajahmu terus mengarah kepadaNya saja, karena Ia memiliki khazanah-khazanah yang bahkan melampaui semuanya ini." Suatu hari seorang sahabatnya berkata kepadanya: "Selama tigapuluh tahun aku telah berpuasa di siang hari dan bersembahyang di malam hari, tapi sama sekali tidak kudapati kebahagiaan ruhaniah yang kamu sebut-sebut itu." Bayazid menjawab: "Kalaupun engkau berpuasa dan bersembahyang selama tigaratus tahun, engkau tetap tak akan mendapatinya." "Kenapa?" tanya sang sahabat. "Karena," kata Bayazid, "perasaan mementingkan-diri-sendirimu telah menjadi tirai antara engkau dan Allah." "Jika demikian, katakan padaku cara penyembuhannya." "Cara itu takkan mungkin bisa kaulaksanakan." Meskipun demikian ketika sahabatnya itu memaksanya untuk mengungkapkannya, Bayazid berkata: "Pergilah ke tukang cukur terdekat dan mintalah ia untuk mencukur jenggotmu. Bukalah semua pakaianmu kecuali korset yang melingkari pinggangmu. Ambillah sebuah kantong yang penuh dengan kenari, gantungkan di lehermu, pergilah ke pasar dan berteriaklah: 'Setiap orang yang memukul tengkukku akan mendapatkan buah kenari'. Kemudian dalam keadaan seperti itu pergilah ke tempat para qadhi dan faqih." "Astaga!" kata temannya, "saya benar-benar tak bisa melakukannya. Berilah cara penyembuhan yang lain." "Itu tadi adalah pendahuluan yang harus dipenuhi untuk penyembuhannya," jawab Bayazid. "Tapi, sebagaimana telah saya katakan padamu, engkau tak bisa disembuhkan."

Alasan Bayazid untuk menunjukkan cara penyembuhan seperti itu adalah kenyataan bahwa sahabatnya itu adalah seorang pengejar kedudukan dan kehormatan yang ambisius. Ambisi dan kesombongan adalah penyakit-penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan cara-cara seperti itu. Allah berfirman kepada Isa: "Wahai Isa, jika Kulihat di hati para hambaKu kecintaan yang murni terhadap diriKu yang tidak terkotori dengan nafsu-nafsu mementingkan diri-sendiri berkenaan dengan dunia ini atau dunia yang akan datang, maka Aku akan menjadi penjaga cinta itu." Juga ketika orang-orang meminta Isa a.s. menunjukkan amal yang paling mulia, ia menjawab: "Mencintai Allah dan memasrahkan diri kepada kehendakNya." Wali Rabi'ah pernah ditanya cintakah ia kepada Nabi. "Kecintaan kepada Sang Pencipta," katanya, "telah mencegahku dari mencintai mahluk." Ibrahim bin Adam dalam doanya berkata: "Ya Allah, di mataku surga itu sendiri masih lebih remeh daripada sebuah agas jika dibandingkan dengan kecintaan kepadaMu dan kebahagiaan mengingat Engkau yang telah Kauanugerahkan kepadaku."

Orang yang menduga bahwa mungkin saja untuk menikmati kebahagiaan di akhirat tanpa mencintai Allah, sudah terlalu jauh tersesat, karena inti kehidupan masa yang akan datang adalah untuk sampai kepada Allah sebagaimana sampai pada suatu obyek keinginan yang sudah lama didambakan dan diraih melalui halangan-halangan yang tak terbilang banyaknya. Penikmatan akan Allah adalah kebahagiaan. Tapi jika ia tidak memiliki kesenangan akan Allah sebelumnya, ia tidak akan bergembira di dalamnya kelak; dan jika kebahagiaannya di dalam Allah sebelumnya sangat kecil sekali, maka kelak ia pun akan kecil. Ringkasnya, kebahagiaan kita di masa datang akan sama persis kadarnya dengan kecintaan kita kepada Allah sekarang.

Tetapi na'udzu billah, jika di dalam hati seseorang telah tumbuh suatu kecintaan terhadap sesuatu yang bertentangan dengan Allah, maka keadaan kehidupan akhirat akan saa sekali asing baginya. Dan apa-apa yang akan membuat orang lain bahagia akan membuatnya bersedih.

Hal ini bisa diterangkan dengan anekdot berikut ini. Seorang manusia pemakan bangkai pergi ke sebuah pasar yang menjual wangi-wangian. Ketika membaui aroma yang wangi ia jatuh pingsan. Orang-orang mengerumuninya dan memercikkan air bunga mawar padanya, lalu mendekatkan misyk (minyak wangi) ke hidungnya; tetapi ia malah menjadi semakin parah. Akhirnya seseorang datang; dia sendiri adalah juga pemakan bangkai. Ia mendekatkan sampah ke hidung orang itu, maka orang itu segera sadar, mendesah penuh kepuasan: "Wah, ini baru benar-benar wangi-wangian!" Jadi, di akhirat nanti manusia tak akan lagi mendapati kenikmatan-kenikmatan cabul dunia ini; kebahagiaan ruhaniah dunia itu akan sama sekali baru baginya dan malah akan meningkatkan kebobrokannya. Karena, akhirat adalah suatu dunia ruh dan merupakan pengejawantahan dari keindahan Allah; kebahagiaan adalah bagi manusia yang telah mengejarnya dan tertarik padanya. Semua kezuhudan, ibadah dan pengkajian-pengkajian akan menjadikan rasa tertarik itu sebagai tujuannya dan itu adalah cinta. Inilah arti dari ayat al-Qur'an: "Orang yang telah menyucikan jiwanya akan berbahagia." Dosa-dosa dan syahwat langsung bertentangan dengan pencapaian rasa tertarik ini. Oleh karena itu, al-Qur'an berkata: "Dan orang yang mengotori jiwanya akan merugi." Orang-orang yang dianugerahi wawasan ruhaniah telah benar-benar memahami kebenaran ini sebagai suatu kenyataan pengalaman, bukan sekadar sebuah pepatah tradisional belaka. Pencerapan mereka yang amat jelas terhadap kebenaran ini membawa mereka kepada keyakinan bahwa orang yang membawa kebenaran itu adalah benar-benar seorang Nabi, sebagaimana yakinnya seseorang yang telah mempelajari pengobatan ketika ia mendengarkan omongan seorang dokter. Ini adalah sejenis keyakinan yang tidak membutuhkan dukungan berupa mukjizat-mukjizat, seperti mengubah sebatang kayu menjadi seekor ular yang masih mungkin digoncangkan dengan mukjizat-mukjizat luar biasa sejenisnya yang dilakukan oleh para ahli sihir.

Tanda-tanda Kecintaan kepada Allah

Banyak orang mengaku telah mencintai Allah, tetapi masing-masing mesti memeriksa diri sendiri berkenaan dengan kemurnian cinta yang ia miliki. Ujian pertama adalah: dia mesti tidak membenci pikiran tentang mati, kerena tak ada seorang "teman" pun yang ketakutan ketika akan bertemu dengan "teman"nya. Nabi saw. Berkata: "Siapa yang ingin melihat Allah, Allah pun ingin melihatnya." Memang benar bahwa seorang pencinta Allah yang ikhlas mungkin saja bisa takut akan kematian sebelum ia menyelesaikan persiapannya untuk ke akhirat, tapi jika ia ikhlas ia akan rajin dalam membuat persiapan-persiapan itu.

Ujian keikhlasan yang kedua ialah seseorang mesti rela mengorbankan kehendaknya demi kehendak Allah; mesti berpegang erat-erat kepada apa yang membawanya lebih dekat kepada Allah; dan mesti menjauhkan diri dari tempat-tempat yang menyebabkan ia berada jauh dari Allah.

Kenyataan bahwa seseorang telah berbuat dosa bukanlah bukti bahwa dia tidak mencintai Allah sama sekali, tetapi hal itu hanya membuktikan bahwa ia tidak mencintaiNya dengan sepenuhhati. Wali Fudhail berkata pada seseorang: "Jika seseorang bertanya kepadamu, cintakah engkau kepada Allah, maka diamlah; karena jika engkau berkata: 'Saya tidak mencintaiNya,' maka engkau menjadi seorang kafir; dan jika engkau berkata: 'Ya, saya mencintai Allah,' padahal perbuatan-perbuatanmu bertentangan dengan itu."

Ujian yang ketiga adalah bahwa dzikrullah mesti secara otomatis terus tetap segar di dalam hati manusia. Karena, jika seseorang memang mencintai, maka ia akan terus mengingat-ngingat; dan jika cintanya itu sempurna, maka ia tidak akan pernah melupakan-Nya. Meskipun demikian, memang mungkin terjadi bahwa sementara kecintaan kepada Allah tidak menempati tempat utama di hati seseorang, kecintaan akan kecintaan kepada Allahlah yang berada di tempat itu, karena cinta adalah sesuatu dan kecintaan akan cinta adalah sesuatu yang lain.

Ujian yang keempat adalah bahwa ia akan mencintai al-Qur'an yang merupakan firman Allah - dan Muhammad Nabiyullah. Jika cintanya memang benar-benar kuat, ia akan mencintai semua manusia, karena mereka semua adalah hamba-hamba Allah. Malah cintanya akan melingkupi semua mahluk, karena orang yang mencintai seseorang akan mencintai karya-karya cipta dan tulisan tangannya.

Ujian kelima adalah, ia akan bersikap tamak terhadap 'uzlah untuk tujuan ibadah. Ia akan terus mendambakan datangnya malam agar bisa berhubungan dengan Temannya tanpa halangan. Jika ia lebih menyukai bercakap-cakap di siang hari dan tidur di malam hari daripada 'uzlah seperti itu, maka cintanya itu tidak sempurna. Allah berkata kepada Daud a.s.: "Jangan terlalu dekat dengan manusia, karena ada dua jenis orang yang menghalangi kehadiranKu: orang-orang yang bernafsu untuk mencari imbalan dan kemudian semangatnya mengendor ketika telah mendapatkannya, dan orang-orang yang lebih menyukai pikiran-pikirannya sendiri daripada mengingatKu. Tanda-tanda ketidak-hadiranKu adalah bahwa Aku meninggalkannya sendiri.

Sebenarnyalah, jika kecintaan kepada Allah benar-benar menguasai hati manusia, maka semua cinta kepada yang lain pun akan hilang. Salah seorang dari Bani Israil mempunyai kebiasaan untuk sembahyang di malam hari. Tetapi ketika tahu bahwa seekor burung bisa bernyanyi dengan sangat merdu di atas sebatang pohon, ia pun mulai sembahyang di bawah pohon itu agar dapat menikmati kesenangan mendengarkan burung itu. Allah memerintahkan Daut a.s. untuk pergi dan berkata kepadanya: "Engkau telah mencampurkan kecintaan kepada seekor burung yang merdu dengan kecintaan kepadaKu; maka tingkatanmu di kalangan para wali pun terendahkan." Di pihak lain, beberapa orang telah mencintai Allah dengan kecintaan sedemikian rupa, sehingga ketika mereka sedang berkhidmat dalam ibadah, rumah-rumah mereka telah terbakar dan mereka tidak mengetahuinya.

Ujian keenam adalah bahwa ibadah pun menjadi mudah baginya. Seorang wali berkata: "Selama tigapuluh tahun pertama saya menjalankan ibadah malamku dengan sudah payah, tetapi tiga puluh tahun kemudian hal itu telah menjadi suatu kesenangan bagiku." Jika kecintaan kepada Allah sudah sempurna, maka tak ada kebahagiaan yang bisa menandingi kebahagiaan beribadah.

Ujian ketujuh adalah bahwa pencinta Allah akan mencintai orang-orang yang menaatiNya, dan membenci orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak taat, sebagaimana kara al-Qur'an: "Mereka bersikap keras terhadap orang kafir dan berkasih sayang dengan sesamanya." Nabi saw pernah bertanya kepada Allah: "Ya Allah, siapakah pencinta-pencintaMu?" Dan jawabannya pun datang: "Orang-orang yang berpegang erat-erat kepadaKu sebagaimana seorang anak kepada ibunya; yang berlindung di dalam pengingatan kepadaKu sebagaimana seekor burung mencari naungan pada sarangnya; dan akan sangat marah jika melihat perbuatan dosa sebagaimana seekor macan marah yang tidak takut kepada apa pun."

sumber : http://media.isnet.org/sufi/gbahagia/index.html



Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Kang Sejo Melihat Tuhan

KANG SEJO MELIHAT TUHAN

Bukan salah saya kalau suatu hari saya ceramah agama di
depan sejumlah mahasiswa Monash yang, satu di antaranya,
Islamnya menggebu. Artinya, Islam serba berbau Arab. Jenggot
mesti panjang. Ceramah mesti merujuk ayat, atau Hadis. Lauk
mesti halal meat. Dan, semangat mesti ditujukan buat
meng-Islam-kan orang Australia. Tanpa itu semua jelas tidak
Islami.

Saya pun dicap tidak Islami. Iman saya campur aduk dengan
wayang. Dus, kalau pakai kaca mata Geertz, seislam-islamnya
saya, saya ini masih Hindu. Memang salah saya, sebab ketika
itu saya main ibarat: Gatutkaca itu sufi. Ia satria-pandita.
Tiap saat seperti tidur, padahal berzikir qolbi. Jasad di
bumi, roh menemui Tuhan. Ini turu lali, mripat turu, ati
tangi: mata tidur hati melek, seperti olah batin dalam dunia
kaum sufi.

Biar masih muda, hidup Gatutkaca seimbang, satu kaki di
dunia satu lagi di akhirat. Mirip Nabi Daud: hari ini puasa,
sehari esoknya berbuka. Dan saya pun dibabat ...

Juli tahun lalu saya dijuluki Gus Dur sebagai orang yang
doanya pendek. Bukan harfiah cuma berdoa sebentar.
Maksudnya, tak banyak doa yang saya hafal. Namun, yang tak
banyak itu saya amalkan.

"Dan itu betul. Artinya, banyak ilmu ndak diamalkan buat
apa?" kata Pak Kiai sambil bergolek-golek di Hotel
Sriwedari, Yogya. Apa yang lebih indah dalam hidup ini,
selain amal yang memperoleh pengakuan Romo Kiai? Saya merasa
hidup jadi kepenak, nikmat.

Dalam deretan Sufi, Al Adawiah disebut "raja." Wanita ini
hamba yang total. Hidupnya buat cinta. Gemerlap dunia tak
menarik berkat pesona lain: getaran cinta ilahi. Pernah ia
berkata, "Bila Kau ingin menganugerahi aku nikmat duniawi,
berikan itu pada musuh-musuh-Mu. Dan bila ingin Kau
limpahkan padaku nikmat surgawi, berikanlah pada
sahabat-sahabat-Mu. Bagiku, Kau cukup."

Ini tentu berkat ke-"raja"-annya. Lumrah. Lain bila itu
terjadi pada Kang Sejo. Ia tukang pijit -maaf, Kang, saya
sebut itu- tunanetra.

Kang Sejo pendek pula doanya. Bahasa Arab ia tak tahu.
Doanya bahasa Jawa: Gusti Allah ora sare (Allah tak pernah
tidur): potongan ayat Kursi itu. Zikir ia kuat. Soal ruwet
apa pun yang dihadapi, wiridannya satu: "Duh, Gusti, Engkau
yang tak pernah tidur ..." Cuma itu.

"Memang sederhana, wong hidup ini pun dasarnya juga
sederhana," katanya, sambil memijit saya.

Saya tertarik cara hidupnya. Saya belajar. Guru saya ya
orang macam ini, antara lain. Rumahnya di Klender.
Kantornya, panti pijat itu, di sekitar Blok M. Ketika saya
tanya, apa yang dilakukannya di sela memijit, dia bilang,
"Zikir Duh, Gusti ..." Di rumah, di jalan, di tempat kerja,
di mana pun, doanya ya Duh, Gusti ... itu. Satu tapi jelas
di tangan.

"Berapa kali Duh Gusti dalam sehari?" tanya saya.

"Tidak saya hitung."

"Lho, apa tak ada aturannya? Para santri kan dituntun kiai,
baca ini sekian ribu, itu sekian ribu," kata saya

"Monggo mawon (ya, terserah saja)," jawabnya. "Tuhan memberi
kita rezeki tanpa hitungan, kok. Jadi, ibadah pun tanpa
hitungan."

"Sampeyan itu seperti wali, lo, Kang," saya memuji.

"Monggo mawon. Ning (tapi) wali murid." Dia lalu ketawa.

Diam-diam ia sudah naik haji. Langganan lama, seorang
pejabat, mentraktirnya ke Tanah Suci tiga tahun yang lalu.

'Senang sampeyan, Kang, sudah naik haji?"

"Itu kan rezeki. Dan rezeki datang dari sumber yang tak
terduga," katanya.

"Ayat menyebutkan itu, Kang."

"Monggo mawon. Saya tidak tahu."

Ketularan bau Arab, saya tanya kenapa doanya bahasa Jawa.

"Apa Tuhan tahunya cuma bahasa Arab?"

"Kalau sampeyan Dah Duh Gusti di bis apa penumpang lain ..."

"Dalam hati, Mas. Tak perlu diucapkan."

Ia, konon, pernah menolak zakat dari seorang tetangganya.
Karena disodor-sodori, ia menyebut, "Duh, Gusti, yang tak
pernah tidur ..." Pemberi zakat itu, entah bagaimana,
ketakutan. Ia mengaku uang itu memang kurang halal. Ia minta
maaf.

"Mengapa sampeyan tahu uang zakat itu haram"? tanya saya.

"Rumah saya tiba-tiba panas. Panaaaas sekali."

"Kok sampeyan tahu panas itu akibat si uang haram?"

"Gusti Allah ora sare, Mas," jawabnya.

Ya, saya mengerti, Kang Sejo. Ibarat berjalan, kau telah
sampai. Dalam kegelapan matamu kau telah melihatNya. Dan
aku? Aku masih dalam taraf terpesona. Terus-menerus

---------------


Mohammad Sobary, Tempo 12 Januari 1991

sumber : http://media.isnet.org/sufi/Sejo/KangSejo.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

TERSERAH TUHAN

TERSERAH TUHAN

Hidup di zaman kebangkitan Islam (kalau benar konsep ini
menggambarkan realitas sosial sekarang) memiliki persoalan
tersendiri. Ke dalam lingkungan mana pun saya masuk, di sana
saya jumpai orang yang semangat Islamnya menggelora.

Ketika di Universitas Muhammadiyah Jakarta saya diminta
bicara di depan segenggam mahasiswa "penjaga mesjid", saya
diingatkan agar lebih menguasai Islam secara tekstual.
Karena, pendekatan saya, kata salah seorang dari mereka,
bersifat "ilmu sosial" biasa.

Bagi banyak pihak, yang bersifat formalis macam ini, sesuatu
termasuk "agama" hanya bila ia diwarnai Quran dan Hadis.

Dari tahun ke tahun, ada saja mahasiswa Indonesia, di
Universitas Monash, yang bersemangat memburu daging halal.
Dasarnya, daging di supermarket haram karena disembelih
tidak dengan cara Islam. Penjelasan --bahwa makanan para ahli
kitab (Yahudi dan Nasrani) halal bagi Muslim-- tidak pernah
laku.

Akhir-akhir ini, saya memberi ceramah. Tanpa menyebut
sepotong pun ayat, saya bicara agama. Buat saya, agama
terpancar dalam hidup, bukan dalam kitab. Saya tidak kitab
minded, karena, agama lebih menuntut tindakan, bukan
kecanggihan ilmu, dari pemeluknya. Kita bisa jadi pemeluk
yang baik tanpa harus menjadi ahli.

Persoalan muncul. Saya diultimatum oleh wanita berjilbab:
"Lain kali, hati-hati. Kalau ceramah begitu di Indonesia
bisa pulang tinggal nama."

Betapa mengerikannya. Memang, hanya orang yang paham yang
tahu bahwa saya pun sebenarnya berpijak pada ayat Tuhan,
yakni ayat kauniah yang tak disebutkan dalam kitab suci. Mas
Djohan (Djohan Effendi) pernah bicara tentang guru yang
membikin murid bertanya-tanya. Saat pelajaran agama,
anak-anak diajak membersihkan halaman, kamar mandi dan WC.

"Pak, katanya, pelajaran agama?" tanya seorang murid.

"Ya, ini juga pelajaran agama," kata Pak Guru, tenang.
"Dasar teorinya: 'kebersihan adalah sebagian dari iman'.
Nah, dengan tindakan tadi, kita buktikan, kita pun beriman."

Anak-anak mesem. Agama, dengan begitu, masih tetap agama
biarpun tak diwarnai bunyi ayat-ayat dalam kitab suci.

Hardi itu lulusan PGA. Ia setengah kiai. Paham Quran dan
Hadis. Bahkan, juga kitab kuning. Tapi, ia gelisah. Ada yang
tak beres dalam hidupnya. Ia pun datang pada Pak Kiai, mohon
petunjuk.

"Kamu tidak butuh kiai macam saya," kata Pak Kiai. "Pergilah
kamu pada Kamin."

Hardi kaget. Orang tahu, Kamin itu cuma tukang bakso. Tahu
apa tukang bakso, yang tak pernah sekolah, tentang rahasia
hidup? "Kiai gendeng," pikirnya.

"Tidak, saya serius, Nak," kata Pak Kiai.

Hardi sungkem. Seperti sujud, ia mencium dengkul Pak Kiai,
sambil minta maaf atas gendeng-nya tadi.

Tapi, mengapa Kamin? Ia masih penasaran. Tentu saja, Pak
Kiai bermaksud baik. Bukankah, kadang, kiai tak mau bicara
langsung?

Dengan rumusan itu di kepala, ia pergi ke rumah Kamin. Tak
ada yang istimewa di sana, selain bahwa Kamin sekeluarga
bekerja keras. Anak-anaknya dikerahkan untuk membantu
mencuci gelas. Yang lain mengerok kelapa muda untuk campuran
es. Yu Ginah, istrinya, menggoreng krupuk.

Setelah periksa sana periksa sini, Kamin ke warung kecil di
depan rumahnya itu, melayani pembeli. Warung itu maju.
Bakso, krupuk udang, dan es kelapa, jadi pasangan serasi.
Pembeli berjejal.

Anak-anak Kamin, empat orang, semua sekolah. Biayanya, ya,
dari warung kecil itu. Biaya sekolah dari situ. Biaya hidup
dari situ. Mereka hidup tentram.

Hardi mulai tertarik. Ia mencoba mengamati lebih dekat,
lebih dalam. Setelah salat bersama pada suatu hari, mereka
dialog. Tapi, Kamin itu pendiam. Ia bicara sedikit.

"Apa doa kang Kamin sehabis salat?" tanya Hardi.

"Saya serahkan hidup ini pada Tuhan," jawabnya, polos.

"Warung Anda maju. Apa rahasianya?"

"Tidak ada. Semua terserah Tuhan."

"Anak-anak Anda sekolah. Apa rencana Anda untuk mereka?"

"Semua saya serahkan Tuhan."

"Maksudnya?"

"Saya orang bodoh, tidak tahu apa mereka bisa jadi pegawai,
buruh, atau tukang bakso juga. Saya percaya, Tuhan
mahapengatur. Jadi, semua terserah Tuhan."

Hardi pernah mendengar, orang Barat yang mengagumi
Soedjatmoko menganggap bahwa almarhum adalah jenis orang
yang belum dirusak oleh sistem pendidikan tinggi. Ia masih
murni. Kamin, si tukang bakso ini, iman dan takwanya juga
murni, dan total.

Hardi sujud. Bijaksana Pak Kiai mengirim dia ke Kamin.
Ketulusan macam Kamin itu, memang, yang belum dimilikinya
selama ini.

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

HIKAYAT MISTIS

HIKAYAT-HIKAYAT MISTIS
Syaikh Al-Isyraq, Syihabuddin Yahya As-Suhrawardi

PENERBIT MIZAN
KHAZANAH ILMU-ILMU ISLAM, September 1992
Jln. Yodkali 16, Telp. 700931 (dua saluran)
Bandung 40124

VII. Bahasa Semut

Bab 6: Bunglon dan Kelelawar

(10) Suatu kali pernah timbul pertentangan antara beberapa
ekor kelelawar dan seekor bunglon. Perkelahian antara mereka
sudah sedemikian sengitnya, sehingga pertentangan itu sudah
melampaui batas. Para kelelawar setuju bahwa jika saat
petang menjelang malam telah menyebar melalui ceruk
lingkaran langit, dan matahari telah turun di hadapan
bintang-bintang menuju lingkup terbenamnya matahari, mereka
akan bersama-sama menyerang si bunglon dan, setelah
menjadikannya tawanan mereka, menghukumnya sesuka hati dan
melampiaskan dendam. Ketika saat yang dinantikan tiba,
mereka menyerang dengan tiba-tiba, dan semuanya bersama-sama
menyeret bunglon yang malang dan tak berdaya itu ke dalam
sarang mereka. Dan malam itu mereka memenjarakannya.

Ketika fajar tiba, mereka bertanya-tanya apakah sebaiknya
bunglon itu disiksa saja. Mereka semua setuju bahwa dia
harus dibunuh, tetapi mereka masih merencanakan bagaimana
cara terbaik untuk melaksanakan pembunuhan itu. Akhirnya
mereka memutuskan bahwa siksaan yang paling menyakitkan
adalah dihadapkan pada matahari. Tentu saja, mereka sendiri
tahu bahwa tidak ada siksaan yang lebih menyakitkan, selain
berada dekat dengan matahari; dan, dengan membuat analogi
dengan keadaan mereka sendiri, mereka mengancam supaya dia
memandang matahari. Bunglon itu, sudah pasti, tidak
mengharapkan yang lebih baik lagi. 'Penghukuman' semacam itu
persis seperti yang diinginkannya, sebagaimana dikatakan
oleh Husayn Manshur,

Bunuhlah aku, kawan-kawanku, sebab dengan
terbunuhnya diriku, aku akan hidup. Hidupku ada
dalam kematianku, dan kematianku ada dalam
hidupku. (keterangan: baris-baris ini terdapat
dalam Al-Hallaj, 14.1)

Maka ketika matahari terbit, mereka membawanya keluar dari
rumah mereka yang menyedihkan agar dia tersiksa oleh cahaya
matahari, siksaan yang sesungguhnya merupakan jalan
keselamatan baginya.

Janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur
dalam peperangan di jalan Allah itu mati. Tidak!
Bahkan mereka hidup. Mereka mendapat rizki dan
Tuhannya. (QS 3:169)

Kalau saja para kelelawar itu tahu betapa murah hati
tindakan mereka terhadap bunglon itu, dan betapa mereka
telah berbuat keliru, karena mereka justru memberinya
kesenangan, mereka pasti akan mati sedih. Bu-Sulayman Darani
berkata, "Jika orang-orang yang lalai itu tahu betapa mereka
telah mengabaikan kesenangan orang-orang yang sadar, mereka
pasti akan mati karena kecewa." (dikutip dalam bahasa Persia
'Aththar, Tadzkirah, hal. 282)

SUMBER :http://media.isnet.org/sufi/Suhrawardi/Bunglon.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

DARWIS KRISTEN

PEDAGANG DAN DARWIS KRISTEN

Karena berada dalam kesukaran, seorang pedagang yang sangat
kaya dari Tabris pergi ke Konia mencari orang yang teramat
bijaksana. Setelah mencoba mendapat nasehat dari para pemuka
agama, hakim, dan lain-lain, ia mendengar tentang Rumi; ia
pun dibawa menghadap Sang Bijaksana itu.

Pedagang itu membawa lima puluh keping uang emas sebagai
persembahan. Ketika dilihatnya Sang Maulana di ruang tamu,
pedagang itu menjadi sangat terharu. Jalaludin Rumi pun
berkata kepadanya,

"Lima puluh keping uang emasmu diterima. Tetapi kau telah
kehilangan dua ratus, itulah alasan kedatanganmu kemari.
Tuhan telah menghukummu, dan menunjukkan sesuatu kepadamu.
Sekarang segalanya akan beres." Pedagang itu terheran-heran
terhadap yang diketahui Sang Maulana. Rumi melanjutkan.

"Kau mendapat banyak kesulitan karena pada suatu hari nun
jauh di negeri Barat sana, kau melihat seorang darwis
Kristen terbaring di jalan. Dan kau meludahinya. Temui dia
dan minta maaf padanya, dan sampaikan salam kami kepadanya."

Ketika pedagang itu berdiri ketakutan karena ternyata segala
rahasianya telah diketahui, Sang Maulana itupun berkata,
"Perlukah kami tunjukkan orang itu padamu?" Rumi menyentuh
dinding ruangan itu, dan pedagang itu pun menyaksikan gambar
orang suci itu di sebuah pasar di Eropa. Iapun
terhuyung-huyung pergi meninggalkan Sang Bijaksana, terce-
ngang-cengang.

Segera saja ia mengadakan perjalanan menemui ulama Kristen
itu, dan ditemuinya orang suci tersebut telungkup di tanah.
Ketika didekatinya, darwis Kristen itu pun berkata, "Guru
kami Jalal telah menghubungi saya."

Pedagang itu melihat ke arah yang ditunjukkan darwis
tersebut, dan menyaksikan -dalam gambar- Jalaludin sedang
membaca kata-kata semacam ini, "Tak peduli kerikil atau
permata, semua akan mendapat tempat di bukitNya, ada tempat
bagi semuanya ..."

Pedagang itu pun pulang kembali, menyampaikan salam darwis
Kristen itu kepada Jalal, dan sejak itu tinggal dalam
masyarakat darwis di Konia.

Catatan

Luasnya pengaruh Jalaludin Rumi terhadap pikiran dan sastra
Barat sekarang ini semakin jelas lewat penelitian akademis.
Tak disangsikan lagi bahwa ia mempunyai banyak pengikut di
Barat, dan kisah-kisahnya muncul dalam cerita-cerita Hans
Anderson, dalam Gesta Romanorum tahun 1324, dan bahkan dalam
karya Shakespeare.

Di Timur terdengar pendapat di kalangan luas bahwa ia
mempunyai hubungan erat dengan kaum mistik dan pemikir
Barat. Versi kisah ini diterjemahkan dari karya Aflaki,
Munakib al-Arifin, kehidupan para darwis Mevlevi awal, yang
selesai ditulis tahun 1353.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

DARWIS DAN PUTRI RAJA

DARWIS DAN PUTRI RAJA

Konon, ada seorang putri raja yang keelokannya bagaikan
rembulan; semua orang mengaguminya.

Pada suatu hari, seorang darwis yang sedang akan memasukkan
makanan ke mulutnya, melihat putri tersebut. Makanan itu
jatuh ke tanah, sebab ia begitu terpesona sehingga tidak
bisa menggenggam semestinya.

Ketika darwis itu berlalu, Sang Putri tersenyum kepadanya.
Tindakan putri itu sungguh-sungguh menyebabkannya sawan,
makanannya di tanah, pikirannya lenyap separo. Dalam keadaan
mabuk kepayang semacam itu, ia tidak berbuat apapun selama
tujuh tahun. Darwis tersebut selama itu tidur di jalan,
tempat anjing-anjing tidur.

Ia menjadi gangguan bagi Sang Putri, dan para pengawalnya
memutuskan akan membunuh lelaki itu.

Tetapi Sang Putri memanggilnya, katanya, "Tak mungkin kita
berdua hidup bersama. Dan budak-budakku akan membunuhmu;
oleh karena itu menghilanglah saja,"

Lelaki yang merana itu menjawab, "Sejak kulihat Tuan, hidup
ini tak ada artinya. Mereka akan membunuhku tanpa alasan.
Namun, jawablah pertanyaanku yang satu ini, karena Tuanlah
yang akan menjadi penyebab kematianku. Mengapa pula dulu
Tuan tersenyum padaku?"

"Tolol!" kata Sang Putri. "Ketika kulihat betapa tololnya
kau waktu itu, aku tersenyum kasihan, bukan karena apa-apa."

Dan Putri pun pergi meninggalkannya.

Catatan

Dalam Parlemen Burung, Attar membicarakan kesalahpahaman
emosi subyektif yang menyebabkan orang percaya bahwa
pengalaman tertentu ("senyum Sang Putri") meruapakan hadiah
istimewa ("kekaguman"), padahal sebenarnya merupakan hal
yang sebaliknya ("kasihan").

Banyak orang yang salah menafsirkan, sebab karya semacam ini
memiliki konvensinya sendiri. Salah tafsir itu beranggapan
bahwa karangan klasik Sufi adalah cara lain dari
penggambaran teknis tentang keadaan kejiwaan.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

SUMBER : http://media.isnet.org/sufi/Idries/PutriRaja.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Rabu, 24 Oktober 2007

DOA

Kekuatan Doa PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Abu Irsyad
Sunday, 12 August 2007
ImageSemua agama mengenal doa. Doa adalah salah satu kebiasaan umat beragama yang sudah menjadi pengangan sehari-hari. Tak ada yang begitu mendarah daging seperti doa, untuk semua jenis agama sekalipun. Hampir semua orang yang kita temui pernah menceritakan pengalamannya tentang kekuatan doa, bagaimananya doanya pernah dikabulkan dan bagaimana doa telah menguatkannya dikala susah. Apapun warna kulitnya, apapun keturunannya, apapun agamanya, semua orang pasti pernah mengajukan suatu permintaan dan terkabulnya permintaan itu yang dikenal dengan istilah doa. Mungkin ada orang yang berdoa karena membutuhkan uang, dan entah bagaimana caranya tapi ia berhasi mendapatkan uang itu tampak diduga-duganya. Ada seorang wanita yang berdoa untuk meminta makan, kemudian ada yang mengantarkan makanan ke rumahnya. Tetapi sebaliknya tidak kalah drastisnya. Banyak doa yang tak terkabulkan. Orang-orang mati kelaparan, anak kecil yang meninggal dunia meskipun orang tuanya memohon dan berdoa dengan sepenuh hati sepenuh jiwanya.

Kalau ada ilmu yang mempelajari tentang doa, maka akan terungkapkan seribu satu macam kontradiksi, begitu banyak fakta yang menbingungkan dan aneh. Doa yang tak ada artinya dikabulkan, sedangkan permohonan yang sangat penting, tak mendapatkan tanggapan sama sekali. Sakit yang biasa sehari-hari disembuhkan sedangkan doa memohon kesembuhan sesorang yang sangat dicintai tidak didengarkan. Orang yang beriman dan taat akan berkata dengan rendah hati : “Ini adalah kemauan atau takdir Allah” dan ia tak akan berkata dan tak akan bimbang lagi. Tetapi orang yang sudah ma’rifat tak dapat menerima jawaban yang begitu sederhana. Mereka menyadari bahwa dalam doa pun ada hukum-hukum tertentu yang menyebarkan kekuatannya, hukum-hukum yang masih harus ditemukan, diindentifikasikan dan dimengerti.

Marilah kita mulai dengan menganalisa doa seperti yang dialami oleh hampir semua orang di dunia ini. Kata doa itu merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu Adda’a yang berarti memanggil, memohon dan meminta. Kata doa itu dipakai untuk mencakup pelbagai kegiatan dari kesadaran kita. Karena itu doa tidak dapat diteliti seakan-akan merupakan satu jenis kegiatan yang sama semuanya.

Ada doa yang khusus memohon bantuan untuk suatu keperluan fisik atau materi. Kalau kita jelaskan dengan apa yang tampak di dunia ini, maka doa ini bisa disamakan dengan suatu permohonan yang diajukan oleh seseorang pada orang lain yang lebih tinggi kedudukannya dan mempunyai posisi dan kemungkinan untuk mengabulkan permohonan itu. Dalam hal ini terkandung pengertian bahwa orang yang akan mengabulkan permohonan itu sedikit banyak harus mengurbankan diri atau berusaha, mengurbankan tenaga atau pun juga, sedikit atau pun banyak untuk memenuhi permintaan yang diajukan kepadanya. Perhatikan lagi bahwa doa disini didefinisikan sebagai permohonan kepada sesorang yang mempunyai posisi untuk mengabulkannya. Kita tidak menyebutkan bahwa doa adalah suatu petisi yang diajukan kepada Allah. Meskipun mungkin demikian, tetapi tak selalu harus demikian. Sejujurnya kita harus mengakui bahwa doa yang diucapkan di dunia ini sebagian besar meminta bantuan fisik ataupun materi. Karena itu sesungguhnya doa tidak secara langsung ditujukan kepada Allah. Orang biasanya masih tahu diri dan merasa diri tak berhak memohon materi pada Yang Maha Kuasa itu. Lagi pula ajaran agama sejak dulu kala telah mengajar manusia takut pada Allah, sehingga hubungan batin antara manusia dan Allah tidak seakrab hubungan manusia sesama manusia. Allah menjadi sesuatu yang jauh dan dingin, tak terjangkau dan tak terasakan dalam kehidupan sehari-hari di dunia ini. Allah seakan-akan seseorang yang berkuasa dan yang tinggi kedudukannya, seorang presiden direktur atau pemilik perusahaan yang maha besar, mungkin juga pemimpin suatu bank yang ternama. Karena itu kebanyakan orang merasa dirinya tak sanggup berdoa langsung kepada Allah, mereka tak yakin bahwa doa itu bisa sampai dan akan didengarkan oleh Allah. Doanya mereka arahkan kepada sesuatu ataupun orang lain yang lebih dekat jangkauannya, yang terasa lebih akrab dan memahami kesulitan dan penderitaan mereka. Mereka mencari orang atau makhluk lain yang lebih toleran dan dapat memahami kelemahan manusia dibalik petisi yang diajukan itu.

Sejauh ingatan manusia, para nelayan selalu berdoa kepada lautan atau pada sesuatu lain yang dianggapnya seakan-akan Raja lautan. Mereka berdoa memohon keselamatan dan perjalanan yang aman dan cepat dan tampak kesulitan apa-apa, mereka berdoa memohon ikan, mereka berdoa akan terlindung dari badai dan topan. Mereka juga berdoa kepada Sang Angin dan kepada Aeolus Raja Angin.Atau para nelayan yang berada dipesisir selatan berdoa kepada Nyi Roro Kidul agar diberikan kemudahan dalam menangkap ikan. Para nelayan mengurbankan atau mengirim berbagai persembahan kepada Penguasa Laut Selatan. Mereka menyebut acara tersebut dengan nama Labuh Saji. Biasanya setelah acara itu dilaksanakan,mereka mendapatkan hasil tangkapan ikan yang melimpah. Sehingga mereka percaya bahwa dengan memohon kepada Penguasa Laut Kidul itu, maka hasil tangkapan ikan melimpah. Fakta ini bukan menjadi persoalan dan bukan apa yang akan kita singgung dalam pembahasan ini. Tetapi makalah ini ingin mencoba menjelaskan bahwa tindakan yang mereka lakukan itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, dengan sepenuh hati dan dengan kepercayaan serta keyakinan, suatu bentuk doa yang sejati.

Contoh tersebut dikemukakan, karena merupakan contoh yang khas, yang sudah mendarah daging pada masyarakat kita. Kadang-kadang kurban dipersembahkan, kadang-kadang pula tidak. Sehingga timbul pertanyaan : Apakah doa-doa tersebut dipersembahkan kepada bentuk suatu intelegensia? Ataukah hanya merupakan suatu alat saja untuk memusatkan perhatian pada tujuan yang dikehendaki tampak menyadari bahwa dengan pemusatan perhatian itu ada mekanisme mental tertentu yang terangsang dan bekerja secara otomatis? Coba pikirkan dan pertimbangkan kemungkinan ini.

Pada agama-agama tertentu doa ditujukan kepada orang suci dari pada Tuhan sendiri. Pernah terjadi seorang pemuka agama yang tak bermoral sengaja mendorong dan merangsang kecenderungan ini dengan demikian menambah jumlah doa, jumlah kuban, jumlah prestise dan jumlah pendapatannya sendiri. Sejarah telah mengungkapkan bagaimana para imam-imam Mesir telah mendorong umatnya untuk kembali pada dewa-dewa kuno sesudah Amenhotep memproklamasikan adanya satu Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian mereka akan memperoleh kekuasannya kembali. Tetapi ini bukan suatu alat politis saja untuk mendapatkan kekuasaan, tetapi juga merupakan usaha untuk mendapatkan lebih banyak orang. Kalau Dewa atau Tuhannya diperbanyak, dengan sendirinya jumlah kurban yang dipersembahkan akan menigkat juga. Sekarang ini di India dan Tiongkok orang berdoa pada Buddha, di Rusia orang berdoa pada Santo Sergius, di Italia orang berdoa pada Santo Anthony dan semua orang Kristen berdoa pada keluarga Kudus, Yesus, Santo Yosep dan Bunda Maria. Di sebagian besar negara-negara yang menganut agama Islam biasanya berdoa kepada Nabi Muhammad SAW dan juga kepada para Waliyullah. Sesungguhnya ada beratus-ratus lain lagi, yang menjadi tumpuan doa manusia di dunia ini. Segala bentuk permohonan dan doa diajukan dengan ketulusan hati, dengan mengharapkan bahwa mereka ini akan memahami keadilan dan kebenaran permintaan tersebut, bersimpati dan memahami motivasi ia yang sudah berdoa dan akan mempergunakan kekuatan atau pengaruhnya untuk membantu nmenyediakan keuntungan materi yang diminta itu.

Jadi sudah jelas bahwa bentuk doa yang paling umum, yaitu doa meminta materi ada yang memang langsung ditujukan kepada Tuhan, tetapi lebih banyak doa ditujukan kepada sesuatu atau seseorang yang dianggap mempunyai posisi untuk mengabulkan permohonan itu, dan bisa dibujuk untuk melakukannya..

Kalau kita melihat jauh kedalam hati dan batin orang-orang tersebut kita akan menyadari bahwa doa itu seringkali bersifat kekanak-kanakan sekali. Mungkin dapat kita raba sedikit mengapa ada doa yang dikabulkan dan ada doa yang tak pernah dikabulkan. Doa itu bagaikan anak-anak yang meminta sesuatu pada orang tunya, sesuatu yang betul-betul mereka inginkan. Kadang-kadang mereka mendapatkan apa yang mereka minta, kadang-kadang juga tidak. Tetapi anak-anak itu tak pernah menyadari sepenuhnya mengapa? Anak-anak itu tak mempunyai pengertian dan keberanian yang cukup untuk berusaha mencari dan mendapatkan sendiri apa yang mereka harapkan itu.

KETUKLAH PINTU GUDANG PERSEDIAAN UNIVERSAL

Salah satu tujuan ajaran Ma’rifatullah adalah: mengajarkan manusia untuk mengangkat dirinya sendiri, keluar dari segala ketergantungan yang kekanak-kanakan itu. Mengajarkan mereka untuk mempergunakan hukum sunatullah itu dengan tenaga dan kemampuan diri sendiri. Murid-muridnya dilatih berkonsentrasi, memusatkan perhatian pada suatu objek tertentu dan tetap mempertahankan perhatian itu. Daya ingatan mereka dilatih dan diusahakan sedapat mungkin membuang segala hambatan dan ide-ide yang salah yang sudah mendarah daging pada diri mereka. Murid-murid ini ajari untuk mengajukan permohonan materi pada Sang Maha Kosmik atau Alam Ketuhanan. Gudang persediaan yang besar sekali. Diajarkan teknik-teknik tertentu yang kalau digunakan dengan cara yang baik akan berhasil mengetuk pintu gudang persediaan yang universal ini. Murid-murid ini diajari bersikap sebagai seorang dewasa menghadapi problema kebutuhan dan persediaan, diberi petunjuk tentang metode doa permuhonan materi yang praktis. Kalau seluruh hakekat problema itu sudah dipahami sedalam-dalamnya maka problema itu dapat diselesaikan dengan baik dan memuaskan.

Metode yang diajarkan itu bukan untung-untungan, lempar saja, siap tahu akan kena. Asalkan permohonan itu tidak terlalu egoistis, atau setidak-tidaknya agak egoistis saja, dan apa bila dikabulkan tidak menggangu atau merugikan orang lain, maka permohonan ini bisa mencapai bidang materi yang diharapkan. Teknik ini akan dibahas dalam makalah ini dalam bentuk sederhana.

PERMINTAAN AKAN TERANG

Dalam dunia kema’rifatan konsep doa yang lebih tinggi tarafnya, yaitu berdoa mengharapkan terang, mengharapkan instruksi dan penerangan yang dapat membantunya mempererat hubungannya dengan Allah Sang Maha Cahaya. Ini adalah aspirasi, dan selalu ditujukan pada Allah sendiri, atau kepada sesuatu bentuk Yang Maha, Maha segala-galanya. Hal ini diisyaratkan dalam sebuah Hadits Nabi Muhammad SAW :

“Ya Allah jadikanlah Cahaya dalam qalbuku, Chaya dalam kuburku, Cahaya dalam pendengaranku, Cahaya dalam penglihatanku, Cahaya dalam rambutku, Cahaya dalam kulitku, Cahaya dalam dagingku, Cahaya dalam darahku, dan Cahaya dalam tulang-tulangku. Dan Cahaya dihadapanku, Cahaya dibelakangku, Cahaya di sebelah kananku, Cahaya disebelah kiriku, Cahaya diatasku dan Cahaya dibawahku. Ya Allah, tambahkanlah Cahaya kepadaku, berikanlah Cahaya kepadaku dan jadikanlah Cahaya bagiku dan jadikanlah diriku Cahaya”. ( HR Bukhori & Muslim )

Permohonan akan Terang atau Cahaya juga difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an, yaitu :

“ Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami Cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui Segala sesuatu “. ( QS At-Tahrim 66 : 8 )

Banyak orang yang sudah ma’rifatullah berdoa dengan cara ini. Setiap manusia pernah merasakan keinginan, atau kerinduan akan aspirasi, dengan tingkatan pengertian yang berbeda-beda, pada saat dan peristiwa yang berbeda-beda pula. Ada yang memohon bantuan menyelesaikan persoalan moral atau spritual, ada yang memohon dibantu meningkatkan pertumbuhan spritualnya, ada yang memohon dilindungi dan dikuatkan dalam menghadapi godaan, ada yang memohon kebijaksanaan dan demikian seterusnya. Semua ini terus terdengar setiap saat di seluruh dunia bagaikan suatu chorus yang bisa disebutkan sebagai: “doa permohonan dari humanitas”.

Aspirasi inilah, permohonan bantuan spiritual yang tulus, yang akan menghasilkan respons dari Yang Maha Tinggi, dalam bentuk pengajaran yang berupa Wahyu dan Petunjuk. Semakin keras dan semakin kuat teriakan kemanusiaan ini bergema, semakin banyaklah petunjuk dan ungkapan spiritual yang merupakan salah satu wadah yang membantu menyalurkan petunjuk dan bimbingan sebagai respons dari hati dan jiwa yang dengan tulus memohon aspirasi, ribuan orang, jutaan orang diaman pun di dunia ini.

MEDITASI / TAFAKUR – PENYESUAIAN DENGAN ELEMEN-ELEMEN YANG LEBIH TINGGI.

Bentuk ketiga dari doa disebut meditasi atau tafakur. Dengan perantaraan meditasi atau tafakur ini para murid mencari persesuaian nada dengan elemen-elemen dirinya sendiri yang jauh lebih tinggi. Meditasi sesungguhnya juga merupakan doa, doa permohonan meminta bantuan dan petunjuk, sama dengan bentuk pertama dari doa yang kita bahas sebelum ini. Tetapi ada satu perbedaan yang utama. Pada meditasi bantuan yang diminta biasanya tidak ditujukan untuk dirinya sendiri. Kalaupun ia berdoa untuk dirinya sendiri, maka permohonan itu hanyalah permohonan untuk mendapatkan kekuatan atau kebijaksanaan, keahlian sedemikain rupa sehingga ia dapat membantu orang lain, sesama manusia.

Kita bisa memperoleh apa saja yang kita inginkan dalam hidup ini

Sekarang kita sudah mengetahui ketiga jenis doa yang dipanjatkan oleh 99 persen manusia di muka bumi ini. Bukanlah wewenang kita untuk menilai dan menentukan kualitas doa-doa itu dan menentukan doa itu baik atau buruk. Tetapi semua doa itu mempunyai satu elemen yang sama : Semuanya ditujukan kepada yang lain, memohon bantuan. Dengan kata lain: ia yang berdoa mengakui bahwa ia sendiri tak mampu melakukannya. Disinilah letak kesalahan yang utama. Sesungguhnya tak ada yang tak mungkin kita dapatkan, tak ada yang tak mungkin kita lakukan. Terserah pada kita untuk mencari tahu bagaimana caranya untuk mendapatkannya, lalu berkemampuan keras dan teguh untuk berusaha mendapatkannya sampai akhirnya memang berhasil kita dapatkan. Marilah kita bahas konsep doa menurut pandangan orang-orang yang sudah ma’rifatullah.

Untuk memahami doa yang sesungguhnya merupakan suatu kreasi mental, maka kita harus menyadari lebih dahulu bahwa doa itu merupakan proses yang ilmiah. Doa hanya bisa dilakukan kalau semua elemen-elemennya memang disediakan sebagaimana seharusnya. Kalau sampai doa itu gagal, maka berarti satu atau beberapa elemen masih kurang. Mungkin juga prosesnya sendiri yang kurang memenuhi syarat. Dapat diambil contoh misalkan seseorang yang ingin membuat kue. Untuk membuat kue yang baik kita memerlukan tepung dan air, susu dan beberapa butir telur, ditambah mentega dan penyedap. Kalau kita sudah menyediakan bahan-bahan tersebut bukan berarti kita sudah mempunyai kue. Kalau kita sendiri tidak tahu caranya mengolah bahan-bahan itu maka tak akan terbentuk suatu kue. Misalkan kita sudah tahu bagaimana caranya mencampur semua bahan-bahan tersebut dengan perbandingan dan urutan yang tepat. Sekarang adonan itu harus dibakar. Pada saat itu panas yang memegang peranan. Panasnya harus tepat dan lamanya memanaskan pun harus tepat pula. Kalau terlalu panas, kuenya gosong. Kalau kurang panas, kue tak dapat berkembang. Jadi bahan saja belum berarti apa-apa. Dibutuhkan juga pengetahuan yang cukup dan keahlian yang mahir.

Doa seorang yang sudah ma’rifatullah tak kalah kompleksnya. Tetapi kalau kita sudah tahu bagaimana caranya, sesungguhnya hal itu mudah saja. Sesederhana kompleksnya pada pandangan pertama. Tetapi sayangnya tak semua orang berhasil menguasainya. Kalau kita belajar masak kue dan ikut membantu mengocok telur dan mencampur bahan, maka sebentar saja kita sudah akan menguasai teknik memasak kue tanpa melupakan sesuatu bahan atau melewati suatu prosedur. Tetapi kalau kita menghadapi bahan pikiran yang harus disaring dan energi psykhis yang harus dipakai untuk membakar kue itu, maka prosedurnya tampak jauh lebih kompleks dan sulit. Tetapi sekali lagi yang perlu ditekankan, prosedur itu tidak sulit, sungguh-sungguh tidak sulit. Kalau kita sudah menguasainya, maka sama sederhananya, bagaikan orang yang berenang ataupun bersepeda. Bukankah prosedur itu merupakan suatu keajaiban tersendiri bagi mereka yang belum bisa? Mula-mula akan dijelaskan apa saja yang kita butuhkan untuk berdoa, dan sesudahnya akan diceritakan apa yang tak boleh dilakukan. Karena itulah kenyataannya, banyak hal-hal yang dilarang, yang tak boleh dilakukan.

DOA ADALAH VISUALISASI YANG KREATIF.

“ Apabila Rasulullah berdoa, beliau mengangkat kedua tangannya, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya “ Di dalam riwayat lain disebutkan, “Beliau menyuruh para sahabatnya untuk melkukan hal itu dan menganjurkannya “ ( HR Ibnu Majah )

“ Sebutkan petunjukmu sebagai petunjuk jalan dan kelurusan sebagai kelurusan tujuan, karena keterkabulan mengikuti penggambaran. Maka barang siapa yang penggambarannya paling baik kepada Al Haq, doanya akan terkabul “ ( HR Muslim )

“ Keabsahan penggambaran mengikuti ilmu yang benar dan kesaksian ( syuhud) yang sahih. Karena itu Rasulullah SAW bersabda “ Kalau kamu mengenal Allah, niscaya doamu dapat menggerakkan gunung “. ( HR Ibnu As Sunni )

Doa sering juga disebut visualisasi yang kreatip. Semua orang sering, atau setidak-tidaknya pernah memvisualisasi sesuatu, beberapa kali sehari. Ada yang lebih sering, ada yang lebih jelas, ada yang kurang, ada yang samar-samar. Rachmaninoff seorang pianis terkenal, pernah mengatakan bahwa sebelum main di panggung setiap nomor yang harus dimainkannya itu sudah dimainkannya dalam pikiran malam sebelumnya. Ia bisa mendengar setiap not dan tahu dimana setiap jari harus dihentakkan tanpa ada piano atau balok not didepannya. Ini merupakan visualisasi yang luar biasa, teliti dan jelas. Untuk bisa melakukannya dibutuhkan konsentrasi. Hasilnya sungguh-sungguh tak ternilai harganya.

Seorang arsitek yang baik sudah membayangkan rumah yang sedang direncanakannya sebelum ia mulai menggambar segarispun. Setiap kloset, setiap tangga sudah ditempatkan dalam visualisasinya itu, padahal gambarannya juga belum digambar. Tenaga-tenaga profesional, pemusik, arsitek dan perencana lainnya, semuanya pandai membayangkan sesuatu, memvisualisasikan sesuatu didalam pikirannya. Tetapi visualisasi itu terbentuk karena sesuatu kebutuhan, baik emosional ataupun fisik yang memang sudah nyata mereka hadapi. Arsitek akan diberi upah, pemusik sedang menghadapi konser, pengusaha harus menjual barangnya. Yang harus kita pelajari adalah memvisualisasikan sesuatu tanpa ada sesuatu kebutuhan yang memaksamu untuk mengambil tindakan.

Visualisasi tidak mengandung rahasia apapun. Semua orang mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Tetapi kita harus belajar membayangkan sesuatu sedemikian rupa sehingga apa yang kita bayangkan itu cenderung membentuk dirinya sendiri, memperlihatkan diri baik sebegai objek ataupun sebagai peristiwa dalam dunia fisik. Bagi seorang pemusik atau seorang arsitek, prosedur ini sudah merupakan prosedur sehari-hari. Yang satu sedang memainkan piano concerto dan yang lain sedang mendisain rumah. Tetapi kalau kita tak memiliki piano dan tak memiliki meja gambar,dan juga belum memilki keahlian untuk mempergunakannya maka mau tak mau kita harus mencari metode lain. Tekniknya sederhana sekali dan dapat gunakan untuk memecahkan pelbagai macam persoalan.

Tetapi sebelum kita berusaha menguasai proses ini sebaiknya kita mendalami lebih dahulu hukum-hukum yang ada kaitannya dengan proses itu sendiri. Pertama-tama kita harus tahu dengan jelas dan tepat apa sebetulnya yang akan kita manifestasikan. Kinginan kita tidak bisa menjangkau pelbagai kebutuhan sekaligus. Cari dulu kebutuhan yang paling utama, lalu objek yang primer ini kita manifestasikan lebih dahulu, diberi suatu eksistensi fisik. Kalau ini sudah berhasil baru kita melanjutkan proses dengan objek yang berikutnya.

Pikiran semua orang selalu dipenuhi oleh pelbagai pikiran yang tak ada kaitannya satu dengan yang lainnya, tak teratur dan jerat menjerat. Jadi pikiran ini kita bereskan terlebih dahulu, jernihkan pikiran itu sedemikian rupa sehingga hanya ada satu pikiran saja yang dominan, pikiran tentang apa yang kita butuhkan Sekarang kita sudah mempersiapkan diri dan sudah bisa mulai memvisualisasi. Cari dahulu tempat dimana kita tak akan terganggu oleh dunia luar, untuk tiga puluh menit berturut-turut. Memang visualisasinya sendiri tidak memakan waktu begitu lama, tetapi mungkin kita masih membutuhkan banyak waktu untuk menjernihkan dan mengosongkan pikiran dan menenangkan pikiran.

Kalau kita sudah memilih tempat yang sesuai, mulailah dengan rileks. Berusahalah dengan sadar merilekskan fisik. Rilekskan dahulu jari-jari kaki, kemudian bagian tumit, naik lagi ke betis, lutut, otot-otot paha, otot-otot wajah dan otot-otot sekitar mata, otot-otot sekitar telinga dan otot-otot kepala. Semua ini membutuhkan waktu sekitar tiga-empat menit. Sesudah rileks kita akan merasa tenang, dan tenang sekali.

Sekarang tibalah saatnya untuk mengalihkan perhatian ke pikiran. Memang sulit sekali bagi seorang awam untuk memperlambat jalannya pikiran dan menghentikannya begitu saja. Karena itu kita perlu mencari alat bantu. Tutuplah matamu dan melihatlah dengan mata pikiranmu. Apa yang terlihat? Suatu layar yang putih dan polos, bagaikan layar bioskop. Lihat bagaimana layar itu memenuhi seluruh ruang, warnanya putih terang. Sekarang secara sadar dan berhati-hati cobalah melihat dalam kesadaran pikiran gambaran dari apa yang memang ingin di manifestasikan. Lihatlah gambaran itu seakan-akan bendanya memang ada didepan kita. Untuk ini dibutuhkan: tujuan yang tunggal, imajinasi yang baik dan kemampuan berkonsentrasi. Semua ini tak akan datang begitu saja, itu sudah pasti. Tetapi kalau kita rajin berlatih, semakin lama semakin jelaslah apa yang kita inginkan itu.

Semua orang yang hidup, baik lelaki maupun wanita mempunyai kemampuan untuk menciptakan dalam bidang material. Tapi untuk dapat mencipta, kitan harus mau dan dapat mempergunakan alat-alat yang sudah disediakan. Yang pertama adalah kemampuan untuk memvisualisasi dan kedua adalah imajinasi. Kedua alat ini harus bekerja sama. Imajinasi harus menyediakan gambaran-gambaran, mungkin hasil rekoleksi atau ide-ide yang menciptakan kreasi baru. Gambaran-gambaran ini kemudian dilemparkan ke atas layar yang sudah tersedia, yaitu layar kesadaran kita dan tetap dipertahankan di situ. Visualisasi ini harus mempunyai daya tahan, kalau memang ingin terproyeksikan keluar dalam dunia dan peristiwa fisik. Semakin lama kita mampu menahan gambar itu semakin cepat gambar itu akan memanifestasikan dirinya. Disinilah alat ketiga harus digunakan yaitu kemampuan untuk berkonsentrasi.

Kita bisa berhenti sampai disini dan mengatakan: “sudah, hanya itu”. Dan kita memang tidak salah. Kita sudah memiliki semua bahan-bahan dasar yang kita perlukan. Tapi kita tahu bahwa masih banyak pertanyaan menanti, pertanyaan yang belum terjawabkan. Kita akan mencoba memperincinya lebih lanjut.

Bagi beberapa orang teknik ini tampaknya terlalu sederhana. Ada lagi yang lain yang tidak percaya teknik seperti ini akan berhasil. Dengan demikian sukses sudah dimatikan sebelum mempunyai kesempatan untuk berkembang. Karena tanpa kepercayaan memang tak akan tercapai apa-apa. Kepercayaan yang teguh bahwa apa yang akan kita visualisasikan itu benar-benar akan termanifestasikan, ini adalah dasar dari seluruh proses yang diajarkan. Ada lagi yang menganggapnya sebagai suatu proses yang sederhana sekali. Mereka kurang serius dan kurang hati-hati, sehingga segalanya hanya setengah-setengah saja. Seakan-akan mencampurkan semua bahan kue dalam satu loyang tapi tak berusaha mencampurnya dengan baik-baik. Ada yang mengalami kesulitan untuk memvisualisir sesuatu, ada pula yang sulit berkonsentrasi. Jadi nyatanya doa ini sungguh tidak mudah. Tetapi kita dapat menguasainya asalkan kita rajin berlatih, berlatih dengan teratur. Tetapi di dunia ini tak ada satu keahlianpun yang bisa dikuasai dengan sempurna tanpa latihan yang teratur dan rajin.

APA YANG KITA VISUALISASIKAN AKAN MENJADI FAKTA MATERI

Ada beberapa detail penting yang masih harus ditambahkan lagi. Contoh: kalau misalnya tujuan kita adalah perjanjian usaha yang penting atau pembukaan usaha baru, maka cobalah membentuk gambar pada saat transaksi itu akan dilaksanakan. Dengan mempertahankan gambaran itu selama 2 atau 3 menit setiap kali, terlihat terang serta kuat sekali dalam pikiranmu sendiri, maka sesungguhnya engkau sedang menciptakan situasi yang sama dalam keadaan yang nyata. Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa situasi yang kita kehendaki itu merupakan situasi yang berkaitan dengan dunia materi. Untuk merubahnya menjadi suatu materi diperlukan energi. Semakin besar perbedaannya semakin besar energi yang diperlukan. Suatu manifestasi yang sederhana mungkin merupakan hasil dari satu meditasi/tafakur yang kreatif. Proyek yang besar mungkin memerlukan meditasi sampai seratus kali. Disini berlaku juga hukum fisik sebagaimana juga seluruh alam semesta ini

.

Menciptakan suatu gambaran bisa mempergunakan berbagai macam teknik. Kita bisa membayangkan diri sendiri sebagai seorang seniman dan layar pikiran adalah kanvasnya. Sekarang gambarlah sesuka hati, dengan warna bercorak ragam apa yang terkandung dalam hati kita. Pergunakanlah seluruh imajinasi, berilah gambar itu suara dan bebauan. Kalau gambaran itu berada di luar ruangan, jangan lupa rasa panas matahari dan hembusan angin yang sejuk. Jadikanlah gambaran itu suatu yang riel, suatu yang sungguh-sungguh ada.

Pada akhir setiap periode visualisasi, putarlah gambaran itu kedalam, proses ini hampir sama dengan proses menelan. Tetapi disini kita tak mempergunakan kerongkongan untuk menelan, tetapi mempergunakan pikiran kita. Lalu lupakan sama sekali. Jangan biarkan pikiran kita kembali lagi menguak-nguak apa yang telah kita lukiskan tadi dan jangan biarkan bayangan lukisan itu mengembara ke dalam imajinasi kita. Ini penting sekali. Kalau kita tetap mempertahankan lukisan itu seakan-akan mengikatnya dengan mental kita sendiri, maka energi yang tersimpan akan terkikis habis, energi yang diperlukan untuk memanifestasikan lukisan tersebut.

Dengan memvisualisasikan objek yang kita inginkan itu secara teratur, berulang kali, maka secara tak langsung kita telah merangsang energi. Sekarang energi itu mulai bekerja. Tetapi kita sendiri harus membantu sedapat mungkin agar lukisan itu termanifestasikan dalam kehidupan yang nyata di dunia ini. Jangan duduk tenang-tenang seakan-akan hendak menantang: “Coba sekarang, manifestasikan dirimu” bantulah sedapat mungkin. Lebih mudah masuk melalui pintu yang terbuka dari pada harus menerobos pintu yang tertutup. Ingat, kita sendiri juga harus yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang kita inginkan itu memang baik dan patut dicita-citakan dan bahwa keinginanmu itu tidak akan merugikan orang lain. Ini bukan persoalan. Allah yang akan bertindak melawan segala perbuatan yang jahat dan berlawanan dengan keinginan-Nya. Memang tampaknya demikian, tetapi sesungguhnya suara hati nuranimulah yang memegang peranan. Suara hati nurani yang merasa diri bersalah akan memutuskan aliran energi. Hanya orang yang betul-betul jahat dan belum berkembang kepribadiannya sajalah yang mempunyai kemampuan untuk melawan suara hati nurani dan hambatan mental ini.

Dalam hal ini kita diperingatkan agar jangan sampai kita merencanakan sesuatu dengan gegabah. Ingat cerita jin dalam botol yang akan mengabulkan tiga buah permintaan, dan ketiga-tiganya gagal total. Setiap orang mempunyai kemungkinan yang luas sekali jangkauannya dan kreasi mental kita sendiri tetap bahagia dan sukses kalau memang sesuai dengan batas-batas nilai-nilai tertentu. Mungkin bagi kita tak ada yang tak mungkin. Memang dalam zaman sekarang ini apa yang di katakan itu hampir benar. Tetapi ini bukan berarti bahwa tak ada yang tak mungkin bagi kita. Setiap orang mempunyai limitnya sendiri. Misalkan saja tiba-tiba kita mempunyai keinginan untuk menjejakkan kaki di bulan. Kita tahu ini memang bukan merupakan sesuatu angan-angan yang tak mungkin terjadi. Tetapi bagi kita itu tak mungkin terjadi. Bukankah kita hanya akan membuang-buang energi hanya utuk memuaskan suatu keinginan yang tak mungkin tercapai ?

Ada sebuah contoh, apa akibatnya kalau hukum kreasi tidak digunakan sebagaimana semestinya. Ini adalah contoh buat kita semua : Ada seorang pekerja pabrik yang ingin mempergunakan hukum kreasi ini untuk mendapatkan uang sebesar 50.000.000 rupiah. Ia mulai memvisualisasikan apa yang diinginkannya itu setiap hari, sampai berbulan-bulan. Makin lama gambaran itu semakin jelas. Tetapi hanya itulah usahanya, ia tak berusaha melakukan tindakan apapun, tak berusaha bekerja lebih keras atau mencari akal untuk mendapatkan uang sebanyak itu. Suatu hari ia tergelincir dan jatuh di atas mesin sedemikian rupa sehingga kakinya hancur. Untung sesudah dioperasi ia masih dapat berjalan memakai sepatu khusus, tetapi kakinya mulai dari pergelangan kaki telah diamputir. Perusahaan itulah yang membayar rumah sakit, membayar gaji penuh selama ia dirawat dan memperlakukannya dengan baik. Waktu ia kembali kerja ia dipanggil menghadap pimpinan ditawari uang sebanyak 50.000.000 rupiah asalkan ia tak akan menuntut lagi perusahaan itu.

Pemutakhiran Terakhir ( Thursday, 16 August 2007 )

SUMBER : http://nurulkhatami.com/kajian-utama/kekuatan-doa-2.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

N. MUHAMMAD SAW

Home arrow Ziarah Ruhani arrow MANUSIA DENGAN CAHAYA KESUCIAN
MANUSIA DENGAN CAHAYA KESUCIAN PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Masrid'rani Wijayakusuma
Sunday, 12 August 2007

MANUSIA DENGAN CAHAYA KESUCIAN Tak banyak kaum muslimin mengetahui bagaimana bentuk fisik Rasullulah SAW. Banyak riwayat mengungkapkan, beliau adalah sosok yang sangat tampan dengan tubuh proporsional. Kulitnya putih bersih dan kemerahan, wajahnya bersinar. Dalam salah satu riwayat, Annas bin Malik mengungkapkan, Rasulullah SAW tidak berperawakan terlalu tinggi tapi juga tidak pendek; kulitnya tidak putih bule, tapi juga tidak sawo matang; rambutnya ikal tidak terlalu keriting, tapi juga tidak kaku; rambut di kepala dan janggutnya tidak ada sampai 20 lembar uban.

Dalam hadist lain, Anas bin Malik menceritakan, bentuk tubuh Rasulullah SAW sedang, tidak tinggi, tidak pula pendek. Bentuk tubuhnya bagus. Rambutnya tidak terlalu keriting, tidak pula lurus kaku, warnanya kehitam-hitaman. Beliau selalu berjalan cepat. Menurut hadist lain, perawakan Rasulullah SAW sedang, bahunya bidang; rambutnya lebat mencapai daun telinga. Jika mengenakan pakaian merah, tiada seorang pun yang lebih tampan dari beliau.

Dalam sebuah hadist, Al-Bara bin Azib menyatakan,”Aku tidak pernah melihat sosok lelaki yang berambut panjang dan terurus rapi dengan pakaian merah yang lebih tampan dari Rasulullah SAW. Rambutnya terurai mencapai kedua bahunya yang bidang; perawakannya tidak pendek, tapi tidak pula terlampau tinggi.”

Hadist lain mengisahkan, telapak tangan dan kakinya terasa tebal, kepalanya besar, demikian pula tulang persendiannya, sementara bulu dadanya panjang. Bila beliau berjalan, jalannya gontai seolah sedang turun ke dataran yang lebih rendah. “Tidak pernah aku melihat sosok seumpama beliau, baik sebelum maupun sesudahnya,” kata Al-Bara.

Menurut sahabat dan menantunya, Ali bin Abi Thalib, rambut Rasulullah SAW tidak keriting bergulung, tidak pula lurus kaku, melainkan ikal bergelombang. Tubuhnya tidak gemuk, dagunya tidak lancip, wajahnya agak bundar, sementara kulitnya putih kemerah-merahan. Matanya hitam pekat, bulu-bulu halus dan lebat memanjang dari dada sampai pusar. Jalannya tegap dan cepat, seakan-akan turun ke dataran yang rendah; dan jika berpaling, seluruh badannya ikut berpaling. Menurut Ali pula, di antara kedua bahunya Rasulullah SAW terdapat khatamun nubuwwah, “tanda kenabian”.

Dalam suatu riwayat, Jabir bin Samurah mengungkapkan perihal khatamun nubuwwah. “Aku pernah melihat khatamun nubuwwah yang terletak di antara kedua bahu Rasulullah SAW. Bentuknya seperti sepotong daging berwarna merah sebesar telur burung dara”, tuturnya. Dan menurut Abu Sa’id Al-Khudri, tanda kenabian itu ada di bagian belakang tubuh Rasulullah SAW, merupakan daging yang menyembul.

Cerita Abdullah bin Sirjis lain lagi. “Suatu hari aku menghadap Rasulullah SAW sewaktu beliau sedang berada di antara para sahabatnya. Aku mengelilingi tubuh beliau. Rupanya beliau mengerti apa yang aku inginkan. Maka beliau melepaskan selendang dari punggungnya, hingga terlihat olehku tempat khatamun nubuwwah di antara kedua bahunya, sebesar genggaman tangan, di sekitarnya terdapat tahi lalat, seperti kumpulan jerawat.”

Banyak riwayat yang menceritakan, siapa yang sempat mencium khatamun nubuwwah akan mendapat syafaat Rasulullah SAW dan bersama-sama beliau masuk surga. Di akhir khutbahnya setelah melakukan haji wada’ Rasulullah SAW minta kerelaan seluruh kaum muslimin atas segala kekhilafannya. “Kalau ada utang, silakan menagih secepatnya; kalau ada yang pernah merasa disaki, bisa menuntut qisas balik,” sabda beliau.

Tiba-tiba ada salah seorang sahabat yang berdiri. Ia menuntut qisas, karena pernah tak sengaja terkena cambuk Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW pun menyuruhnya maju untuk melakukan qisas. Beberapa sahabat tidak sabar dan bersiap mencabut pedang. “Waktu itu aku tidak mengenakan baju, ya Rasulullah,” kata si penuntut qisas. Maka Rasulullah SAW pun membuka bajunya dan bersiap menerima cambuk.

Tapi, tidak dinyana, dengan sigap secepat kilat, si penuntut qisas itu langsung memeluk Rasulullah SAW dan menciumi khatamun nubuwwah di punggung beliau. Maka para sahabat pun kontan lega dan terharu, sementara si penuntut qisas mendapat pujian Rasulullah SAW karena kecerdikannya. Hati Rasulullah sangat pemurah, ucapannya selalu benar, akhlaqnya lemah lembut, dan sangat ramah. Siapa pun yang melihatnya pasti menaruh hormat. Dan siapa pun yang pernah berkumpul dan mengenalnya, akan mencintainya.

Menurut Hind bin Halah, Rasulullah SAW sosok yang berwibawa dan berjiwa besar, wajahnya selalu cerah bagai rembulan di malam purnama, dan berjiwa sebagai pelindung. Rambutnya bergelombang, disisir rapih bersih dan belah dua; atau diuarai menjuntai melampaui daun telinga. Dahinya lebar, alisnya melengkung bagaikan dua bulan sabit terpisah, di antar keduanya terdapat urat yang kemerah-merahan. Hidungnya mancung dan bercahaya hingga tampak lebih mancung. Lehernya mulus dan tegak, kedua pipinya halus, mulutnya lebar serasi dengan bentuk wajahnya, giginya agak jarang tapi teratur rapih, bulu dadanya halus, jenggotnya lebat dan rapih. Hind bin Halah menuturkan juga, bahwa bentuk tubuh Rasulullah SAW sedang, badannya berisi, perut dan dadanya yang bidang sejajar, jarak antara kedua bahunya lebar, tulang persendiannya besar. Bagian tubuh yang tidak ditumbuhi bulu rambut bersih bercahaya. Dari pangkal leher hingga pusar tumbuh bulu tebal bagaikan garis. Kedua susu dan perutnya bersih; kedua hasta, bahu, dan dada bagian atas berbulu halus; kedua ruas tulang tangannya panjang. Kedua telapak tangan dan kakinya tebal, jemarinya panjang, lekukan telapak kakinya tidak menempel ke tanah. Kedua kakinya licin hingga, air pun tidak menempel.

Bila berjalan, beliau angkat kakinya dengan tegap, melangkah dengan mantap dan sopan. Jalannya cepat, seolah turun ke dataran yang lebih rendah. Bila menoleh, beliau memalingkan seluruh tubuhnya. Pandangannya penuh makna, terarah ke bawah, hingga pandangan ke bumi lebih lama dari pandangan ke langit. Bila ada sahabat berjalan, beliau berjalan di belakangnya; bila berpapasan, beliau menyapa dengan salam yang ramah.

Mengenai wajah Rasulullah SAW, terungkap dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Ishaq. Suatu hari seorang laki-laki bertanya kepada Al-Bara bin Azib, “Apakah wajah Rasulullah SAW lancip bagaikan pedang?” “Tidak. Wajah beliau bagai rembulan,” jawab Al-Bara. “Tak ada sesuatu pun yang aku lihat lebih indah daripada wajah Rasulullah SAW, seolah-olah matahari mengelilingi wajahnya. Tak ada seorang pun yang aku lihat lebih cepat jalannya daripada Rasulullah SAW, seolah-olah bumi terlipat. Sungguh kami bersusah payah mengikuti jalan beliau, sementara Rasulullah SAW jalan terus tidak mempedulikan kami,” Ujar Abu Hurairah.

Pemutakhiran Terakhir ( Saturday, 25 August 2007 )

SUMBER : http://nurulkhatami.com/ziarah-ruhani/manusia-dengan-cahaya-kesucian.html

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini