Manusia itu rahasiaKu dan Aku ini rahasianya"
" Kehidupan di atas dunia adalah teka-teki Allah,
siapa yang dapat menjawabnya akan memperoleh dua kebahagiaan
yaitu kebahagiaan di dunia lewat
penyaksian akan keindahan nur zat Allah d
an kebahagiaan di akherat kelak ".
Allah SWT, Tuhan semesta alam menciptakan manusia
agar menjadi orang yang bertaqwa
karena dengan taqwa ia akan mampu memecahkan teka-teki Allah
mengenai hidup dan kehidupan ini.
Teka -teki Allah bermula dari suatu
pertanyaan : untuk apakah kita hidup di dunia ini ?,
bagaimana hubungan kita
dengan Allah ?.
Dari manakah sesungguhnya manusia itu diciptakan ?.
Manusia diciptakan dari nur zat Allah
bukan dari zat Allah.
Zat Allah sendiri berada dalam kegaiban ,
tidak seorang makhlukpun yang mengetahui hakekatnya.
Zat Allah sesungguhnya tidak bisa digambarkan
dengan I'tibar (ibarat)
karena tidak ada sesuatupun
yang menyamainya (laisa kamislihi).
Tetapi sekedar untuk dapat memahamkan
hubungan kita dengan Allah,
bolehlah kita mengambil contoh kejadian yang ada di alam ini.
Ibarat matahari itu adalah zat Allah
maka bayangan matahari yang berada dalam tempayan
itulah nur zat Allah.
Manusia diciptakan dari bayangan Allah
atau dalam gambaran matahari tadi
adalah diciptakan dari bayangan matahari
yang ada di tempayan tersebut.
Sementara itu cahaya matahari adalah
ruh yang ada pada diri kita.
Sehingga pada hakekatnya ruh itu bukanlah satu yang terpisah
pada diri masing-masing makhluk hidup
tapi ruh itu menyebar dimana-mana sama halnya
dengan cahaya yang menyebar menerangi alam semesta.
Jasad kita manusia ibarat gambar yang kemudian bisa bergerak
dan diam karena ditiupkan ruh kedalamnya.
Mirip dengan aneka benda yang ada di alam raya ini yang menjadi
terlihat (nampak) setelah ada cahaya matahari.
Demikian juga hubungan Allah dengan manusia
mirip seperti manusia dan bayangannya. Atau hubungan antara
lampu dengan terang (cahaya),
kita tak kan kenal dengan lampu kalau tidak ada cahaya.
Jelas yang terang itu bukan lampu tapi tidak lain daripada lampu.
Antara cahaya dan lampu tidaklah menyatu tapi tidak juga berpisah.
Sama halnya dengan kita dengan bayangan diri kita,
tidak berpisah tapi juga tidak menyatu.
Itulah sebabnya dalam Al-Qur'an dinyatakan bahwa
Allah menyatakan Adam itu adalah sebagai gambarNya.
Manusia adalah miniatur alam semesta.
Begitulah hakekat hubungan kita dengan Allah.
Kita manusia tidak akan pernah mengenal Allah
kalau kita tidak mengenal siapa diri kita.
Untuk mengenal diri secara fisik
kita bisa bercermin
(memakai cermin, bayangan di air atau tegel yang mengkilap),
ini adalah bercermin dalam pengertian fisik-jasmani.
Tetapi bercermin dalam pengertian rohani,
maka kita harus membersihkan hati kita
agar dapat bercermin pada "wajah" Allah.
Karena hati adalah ibarat cermin
yang dapat memantulkan bayangan siapa diri kita sesungguhnya.
Jika secara fisik kita ingin mengetahui wajah kita dengan bercermin ,
maka untuk mencerahkan pikiran kita
dapat lakukan dengan membaca dan mendengarkan.
Sementara untuk mengenal diri kita secara rohani
maka dengan hati kita mampu merasakannya.
Kita membayangkan orang buta sejak lahir,
kemudian tiba-tiba dia bisa melihat keindahan dunia
maka diapun akan terkagum-kagum karenanya.
Sama halnya dengan seekor kera yang baru menemukan cermin,
lalu dia berkaca maka terheran-heranlah ia memandangi wajahnya.
Perumpamaan ini sama halnya
dengan orang yang sedang
mengalami "penyaksian" akan nur zat Allah.
Ketika tersingkap segala kegaiban dan
rahasia antara hamba dengan Tuhannya,
maka terheran-heranlah ia.
Karena selama ini ia hanya bisa menyaksikan segala yang maujud
lewat pancaindera dan mengenal pengetahuan lewat pikiran .
Pada hal ada satu indera yang kurang dimanfaatkan oleh kebanyakan manusia
yaitu mata hati yang sebenarnya dapat menembus alam gaib
melalui (persenyawaan rasa dengan Tuhan).
Karena itu sering di kemukakan bahwa pada diri seorang sufi
terkubur berbagai macam rahasia ketuhanan.
Hanya dia sendiri dan Tuhan yang tahu.
Rahasia itu terpendam rapat dalam hati
dan tidak sepantasnya diceritakan pada orang awam,
karena manakala rahasia ketuhanan itu tersiarkan
pada orang yang tidak memahami hakekat
maka bisa-bisa dianggap fitnah.
Untuk menemukan hakekat (kebenaran sejati)
orang melakukannya dengan bertarekat
(melakukan pendakian untuk mencari jalan) mengenal Allah SWT.
Upaya mengenal nur zat Allah dilakukan
dengan meninggalkan unsur kemanusiaan kita
( lepaskan pakaian wujud yang ada) yaitu dengan tidak
memfungsikan aspek jasmani (fana).
Bila hati itu bening ibarat kaca
maka kita dapat bercermin dan mengenal diri kita.
Namun jika hati itu kotor karena dosa-dosa yang kita lakukan
maka cahaya Allah (hidayah) tidak akan mampu menembus hati kita.
Setiap kali kita melakukan dosa
maka jadilah ia ibarat kotoran yang menempel ,
seperti halnya kaca cermin yang penuh debu
kalau tidak pernah dibersihkan apalagi dikotori terus
maka ia tidak akan dapat digunakan untuk bercermin.
Andaikan cahaya matari itu adalah nur zat Allah
maka sinarnya terhalang oleh mendung tebal berlapis-lapis
sehingga hanya gelap yang nampak.
Adapun untuk membersihkan
hati kita adalah dengan bertobat
dan untuk kemudian tidak mengotorinya lagi,
artinya kita tidak mengulangi dosa..
Allah SWT sebenarnya ingin mengenalkan "wajahnya" kepada manusia,
tetapi manusia terhalang oleh urusan dunia yang tiada habis-habisnya.
Sehingga hatinya menjadi tertutup karenanya.
Tiap hari urusannya tidak beranjak darimasalah makan, tidur,
minum dan kawin tak ubahnya dengan binatang
yang tidak diberi akal oleh Allah.
Barang siapa dipagi hari ketika bangun tidur,
yang dipikirkan hanya masalah dunia
maka ia akan menemui empat perkara:
kebingungan yang tak berkesudahan,
urusan yang tak kan pernah selesai,
angan-angan yang tidak pernah kesampaian,
kegelisahan yang abadi.
Rutinitas hidup berlangsung tanpa tujuan yang jelas
sampai ia masuk ke liang kubur.
Kalau begitu keadaannya betapa rendahnya derajat manusia.
Pada hal hakekatnya kita ini berasal dari Allah
dan seharusnya kita rindu untuk bertemu denganNya.
Sama halnya dengan kerinduan orang terhadap kampung halaman
atau tanah air dimana ia dilahirkan, kerinduan seorang pemuda atau
pemudi pada kekasihnya,
kerinduan kita untuk menyaksikan "tempat lahir" kita
meskipun ia terhimpit di lobang yang sempit.
Ketika kita sudah berjumpa denganNya
maka rahasia-rahasia yang selama ini tertutup rapat akan terkuak.
Kita dapat melihat tanpa mata, mendengar tanpa telinga,
mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi
dan kegaiban-kegaiban lainnya.
"Kalau Aku sudah mencintai hambaku,
maka dengan matanya Aku melihat,
dengan telingannya Aku mendengar...".
Tersibaklah segala rahasia Allah yang selama ini terpendam rapat.
Kita akan terkagum-kagum karenanya,
sama halnya dengan orang buta yang tiba-tiba baru bisa melihat keindahan dunia.
Alam ini adalah merupakan jembatan untuk mengenal Allah,
alam adalah merupakan cadar (dinding penghijab).
Kita masih belum mampu untuk mengel Allah manakala diri
kita belum mampu untuk "membuang" perbedaan antara barat dan timur,
siang dan malam, panjang dan pendek.
Dengan kata lain selama kita masih belum
mampu memandang yang banyak pada yang satu
dan memandang yang satu dalam yang banyak maka kita belum mampu mengenalNya.
Sebab Allah itu adalah Dia yang awal dan Dia yang akhir.
Alam semesta ini merupakan pernyataan dari yang ghaib.
Alam yang zahir merupakan isyarat adanya alam batin.
Tak kan ada yang banyak tanpa adanya yang satu.
Bermacam-macam benda ada di alam ini
tetapi hakekatnya adalah benda juga.
Ribuan angka tersusun tapi sebenarnya berasal dari angka satu jua.
Bagaimana memberikan pemahaman bahwa Allah itu nyata keberadaannya ?
dapat digambarkan dengan sabuk juara seorang petinju.
Sabuk tinju diperebutkan oleh para petinju
dan hanya petinju hebat yang mampu mendapatkan sabuk tersebut.
Dilihat dari segi lahir,
sabuk tinju tersebut mungkin tidak begitu mahal harganya
tapi nilai yang terdapat dalam sabuk juara tersebut
sungguh luar biasa karena pemegang juara tinju
berarti lekat dengan kekuatan-kegagahan, kelincahan dan kehebatan.
Hal-hal yang menyangkut kegagahan, kelincahan , kekuatan
dan kehebatan adalah sesuatu yang abstrak atau ghaib,
orang tidak akan pernah mengetahui bahwa si petinju A misalnya
hebat kalau ia tidak menunjukkan bahwa ia menjuarai tinju.
Seseorang dianggap sebagai juara tinju
karena pada kenyataannya ia mampu meraih sabuk juara.
Orang kagum bukan pada sabuk juaranya
tapi kagum pada kekuatan dan kehebatan si petinju
Untuk menyatakan bahwa seorang petinju itu hebat
bisa disimbolkan dengan sabuk juara tersebut sama halnya dengan keberadaan Allah,
untuk mengenal akan keberadaanNya, Allah menciptakan alam semesta ini.
Seharusnya orang mesti kagum bukan pada alam semesta
tapi kepada kehebatan dan keagungan penciptaNYa.
Karena Allah menyatakan pada apa yang dinyatakanNYa..
Lalu siapakah yang hebat, agung dan memiliki kekuatan luar
biasa yang berada dibalik kebesaran alam semesta itu ?
tak lain adalah Allah SWT Tuhan Semesta Alam.(Ali M)
sumber :http://www.mail-archive.com/bicara@yahoogroups.com/msg01486.html