Kesadaran Sejati Bagaikan Cermin
(dikutip dari buku "Kesadaran Sejati - Wisnu Prakasa")
Kesadaran Sejati bagaikan cermin,
tidak terikat dengan gambaran
yang tampak dihadapannya.
Ketika marah datang,
maka akan memantulkan marah.
Ketika kegembiraan datang
maka akan memantulkan kegembiraan.
Ketika biru datang,
maka akan memantulkan biru.
Ketika kemuliaan datang,
maka akan memantulkan kemuliaan.
Cermin yang jernih selalu memantulkan kebenaran.
(Jakarta, Nopember 1995)
Cermin tidak akan pernah menyimpan gambaran apapun dan juga tidak pernah menolak, karena cermin selalu menerima tetapi tidak pernah menyimpannya.
Memamahi akan tidak pernah menyimpan gambaran pikiran membuka jalan pada Kekosongan Sejati, dimana Kekosongan Sejati merupakan sifat alamiah dari Kesadaran Sejati. Memahami akan tidak pernah menolak apapun membuka jalan pada Kebenaran Sejati, dimana Kebenaran Sejati juga merupakan sifat alamiah dari Kesadaran Sejati.
Pada dasarnya, kita semua takut menaruh tangan kita diatas api, kita takut mengalami sakit, dsb. Rasa takut pertama yang timbul di saat kita menyadari tangan kita telah berada di atas api, merupakan suatu sifat alamiah yang timbul.
Tetapi bilamana kita terus menerus masuk dalam ketakutan ini, maka hal ini merupakan suatu halangan. Rasa sakit yang membekas dalam pikiran kita, sehingga setiap kali kita melihat api akan selalu timbul kembali bayangan ketakutan dalam pikiran kita.
Kita tidak boleh takut akan ketakutan itu sendiri. Ketakutan itu haruslah sekedar lewat dalam Kesadaran Sejati kita, seperti pantulan burung yang terbang dipermukaan sebuah cermin. Kita memang dapat melihat gambaran burung itu, tetapi gambaran pantulan burung itu hilang seketika tanpa meninggalkan bekas gambaran apapun dipermukaan cermin.
Demikian pula dengan rasa lapar yang timbul, jangan kita berusaha untuk menolak rasa lapar ini. Rasa lapar yang timbul merupakan suatu hal yang alamiah, karena tubuh kita membutuhkan energi untuk bergerak. Bilamana kita menolak rasa lapar yang timbul, akhirnya tubuh kita akan melemah dan akhirnya mudah terserang penyakit. Dan jangan pula membiarkan rasa lapar ini berlebihan sehingga kita menjadi takut akan kelaparan.
Mereka yang selalu merasa takut akan kelaparan, akhirnya akan menumpuk makanan sedemikian banyak sehingga mereka sendiri lupa dan tidak akan pernah sanggup untuk menghabiskannya. Inilah jalan menuju pemahaman Kebenaran Sejati yang juga merupakan sifat alamiah dari Kesadaran Sejati.
Uang diciptakan sebagai alat perantara untuk tukar-menukar, maka setiap orang akan berusaha mencari uang sebanyak-banyaknya agar dapat membeli apa yang mereka inginkan. Hal ini merupakan suatu sifat alamiah dari uang, yang dapat memberikan suatu kemudahan untuk menukarkannya dengan kebutuhan dan keinginan mereka.
Tetapi bilamana manusia mulai menganggap uang sebagai segalanya, hal ini akan menjadikan dirinya terikat akan uang sehingga mereka dengan mudah menjadi lupa diri dan tidak pernah menyadari bahwa uang yang mereka miliki saat ini sebenarya tidak akan pernah habis walaupun di belanjakan sepanjang hidupnya untuk memenuhi keinginannya.
Jadikanlah kesadaran sejati laksana cermin, karena cermin tidak akan menyimpan gambaran apapun yang terpantul didalamnya, dan juga tidak akan menolak gambaran apapun yang tampak secara alamiah dihadapannya. Bilamana kita dapat menjadikan jati diri kita laksana cermin, maka kita telah kembali menyatu dengan kesadaran sejati sehingga kesadaran sejati menjadi jati diri kita yang sebenarnya tanpa beda.
Kesadaran Sejati bagaikan sebuah cermin, dimana kesadaran sejati selalu menerima apa adanya tanpa menambahkan, dan Kesadara sejati juga tidak akan pernah menyimpan gambaran yang pernah diterimanya.
Bilamana kita dapat memahami arti kesadaran sejati yang seperti cermin, maka kita akan memahami makna dari Kekosongan yang sebenarnya (Kekosongan Sejati). Arti Kekosongan bukanlah berarti mengosongkan perasaan ataupun berusaha untuk mengosongkan segalanya. Makna dari Kekosongan yang dimaksud adalah memahami kebenaran yang sesungguhnya dari kesadaran alamiah semuanya, laksana sebuah cermin yang tidak akan pernah terisi sedikitpun oleh segala macam gambaran yang terpantul didalamnya.
Master Lao-Tzu menjelaskan kekosongan dalam awal ajarannya bahwa: “Kosong tetapi berbentuk, berbentuk tetapi kosong.”. Janganlah mengartikan hanya sebagai suatu pengetahuan saja, tetapi berusahalah untuk melatihnya. Hanya dengan berlatih, kita akan mengerti arti sesungguhnya dari apa yang dimaksud oleh Lao-Tzu.
Seperti suara dan gambaran televisi. Dari televisi, kita dapat mendengar bermacam-macam suara seperti alat music, suara kendaraan, tembakan, dan macam-macam lainnya yang sebenarnya bersumber dari getaran speaker. Kita juga dapat melihat bermacam-macam gambar dari layar televisi, yang sebenarnya hanya pancaran cahaya.
Semua ini yang kita tangkap sebenarnya hanya getaran dari speaker dan pancaran cahaya dari tabung televisi, maka jangan menganggapnya sebagai sesuatu kebenaran yang mutlak. Televisi tidak pernah menjelaskan bentuknya. ini sama seperti kita yang tidak akan pernah dapat menguraikan dan menggambarkan bentuk dari Kesadaran Sejati kita.
Demikian pula halnya kita tidak dapat melihat secara langsung mata sendiri, menggigit gigi sendiri, mendengar telinga sendiri, ataupun merasakan lidah sendiri. Kita tidak akan pernah dapat melakukannya, karena semuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dari jati diri sendiri. Bilamana kita terus mencoba untuk mencari dan berusaha untuk menemukannya diluar dari diri , akhirnya hanya menjadi perbuatan yang sia-sia.
Pencarian yang tiada hentinya tersebut menunjukan bahwa sebenarnya kita tidak menyadari dan memahami apa yang kita miliki. Jika kita telah menyadari bahwa ‘kita’ adalah ‘itu’ sendiri, maka kita sebenarnya tidak perlu membuatnya dan tidak ada yang perlu dicari dimanapun juga.
Bilamana kita membina kehidupan spiritual seperti apa yang dimaksud oleh Master Lao-Tzu, maka kita akan menemukan kebenaran sejati bahwa Kesadaran Sejati bagaikan sebuah cermin. Dimana Kesadaran Sejati dapat menjadi segalanya, dan Kesadaran Sejati juga dapat menjadi tidak segalanya.
Bila telah memahami bahwa berbentuk dan kosong adalah sesuatu yang tidak terpisahkan, maka segala keterikatan akan bentuk tidak lagi menguasai kesadaran sejati; dan segala penolakan akan kekosongan tidak lagi timbul dalam kesadaran sejati.
Maksud dari master Lao-Tzu yang sebenarnya adalah Kesadaran Sejati haruslah terbebaskan dari segala ketergantungan pikiran, tetapi Kesadaran Sejati tetap mengetahui kebenaran sejati tentang pikiran dan kesadaran alamiah dari semuanya.
Sangat disayangkan sejak lahir hingga sekarang kita selalu memandang kehidupan kita berdasarkan apa yang tampak tanpa dapat membersihkannya dari kotoran dan keterikatannya, hal ini membuat Kesadaran Sejati kita semakin lama semakin tertimbun oleh debu-debu pikiran yang terus melekat.
http://www.goldenmother.org/info/Kesadaran%20Sejati/Kesadaran%20Sejati%20Bagaikan%20Cermin.htm