"Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak" (Ar-Rahman: 37)





















Tawassul

Yaa sayyid as-Saadaat wa Nuur al-Mawjuudaat, yaa man huwaal-malja’u liman massahu dhaymun wa ghammun wa alam.Yaa Aqrab al-wasaa’ili ila-Allahi ta’aalaa wa yaa Aqwal mustanad, attawasalu ilaa janaabika-l-a‘zham bi-hadzihi-s-saadaati, wa ahlillaah, wa Ahli Baytika-l-Kiraam, li daf’i dhurrin laa yudfa’u illaa bi wasithatik, wa raf’i dhaymin laa yurfa’u illaa bi-dalaalatik, bi Sayyidii wa Mawlay, yaa Sayyidi, yaa Rasuulallaah:

(1) Nabi Muhammad ibn Abd Allah Salla Allahu ’alayhi wa alihi wa sallam
(2) Abu Bakr as-Siddiq radiya-l-Lahu ’anh
(3) Salman al-Farsi radiya-l-Lahu ’anh
(4) Qassim ibn Muhammad ibn Abu Bakr qaddasa-l-Lahu sirrah
(5) Ja’far as-Sadiq alayhi-s-salam
(6) Tayfur Abu Yazid al-Bistami radiya-l-Lahu ’anh
(7) Abul Hassan ’Ali al-Kharqani qaddasa-l-Lahu sirrah
(8) Abu ’Ali al-Farmadi qaddasa-l-Lahu sirrah
(9) Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani qaddasa-l-Lahu sirrah
(10) Abul Abbas al-Khidr alayhi-s-salam
(11) Abdul Khaliq al-Ghujdawani qaddasa-l-Lahu sirrah
(12) ’Arif ar-Riwakri qaddasa-l-Lahu sirrah
(13) Khwaja Mahmoud al-Anjir al-Faghnawi qaddasa-l-Lahu sirrah
(14) ’Ali ar-Ramitani qaddasa-l-Lahu sirrah
(15) Muhammad Baba as-Samasi qaddasa-l-Lahu sirrah
(16) as-Sayyid Amir Kulal qaddasa-l-Lahu sirrah
(17) Muhammad Bahaa’uddin Shah Naqshband qaddasa-l-Lahu sirrah
(18) ‘Ala’uddin al-Bukhari al-Attar qaddasa-l-Lahu sirrah
(19) Ya’quub al-Charkhi qaddasa-l-Lahu sirrah
(20) Ubaydullah al-Ahrar qaddasa-l-Lahu sirrah
(21) Muhammad az-Zahid qaddasa-l-Lahu sirrah
(22) Darwish Muhammad qaddasa-l-Lahu sirrah
(23) Muhammad Khwaja al-Amkanaki qaddasa-l-Lahu sirrah
(24) Muhammad al-Baqi bi-l-Lah qaddasa-l-Lahu sirrah
(25) Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi qaddasa-l-Lahu sirrah
(26) Muhammad al-Ma’sum qaddasa-l-Lahu sirrah
(27) Muhammad Sayfuddin al-Faruqi al-Mujaddidi qaddasa-l-Lahu sirrah
(28) as-Sayyid Nur Muhammad al-Badawani qaddasa-l-Lahu sirrah
(29) Shamsuddin Habib Allah qaddasa-l-Lahu sirrah
(30) ‘Abdullah ad-Dahlawi qaddasa-l-Lahu sirrah
(31) Syekh Khalid al-Baghdadi qaddasa-l-Lahu sirrah
(32) Syekh Ismaa’il Muhammad ash-Shirwani qaddasa-l-Lahu sirrah
(33) Khas Muhammad Shirwani qaddasa-l-Lahu sirrah
(34) Syekh Muhammad Effendi al-Yaraghi qaddasa-l-Lahu sirrah
(35) Sayyid Jamaaluddiin al-Ghumuuqi al-Husayni qaddasa-l-Lahu sirrah
(36) Abuu Ahmad as-Sughuuri qaddasa-l-Lahu sirrah
(37) Abuu Muhammad al-Madanii qaddasa-l-Lahu sirrah
(38) Sayyidina Syekh Syarafuddin ad-Daghestani qaddasa-l-Lahu sirrah
(39) Sayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh ‘Abd Allaah al-Fa’iz ad-Daghestani qaddasa-l-Lahu sirrah
(40) Sayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh Muhammad Nazhim al-Haqqaani qaddasa-l-Lahu sirrah

Syahaamatu Fardaani
Yuusuf ash-Shiddiiq
‘Abdur Ra’uuf al-Yamaani
Imaamul ‘Arifin Amaanul Haqq
Lisaanul Mutakallimiin ‘Aunullaah as-Sakhaawii
Aarif at-Tayyaar al-Ma’ruuf bi-Mulhaan
Burhaanul Kuramaa’ Ghawtsul Anaam
Yaa Shaahibaz Zaman Sayyidanaa Mahdi Alaihis Salaam 
wa yaa Shahibal `Unshur Sayyidanaa Khidr Alaihis Salaam

Yaa Budalla
Yaa Nujaba
Yaa Nuqaba
Yaa Awtad
Yaa Akhyar
Yaa A’Immatal Arba’a
Yaa Malaaikatu fi samaawaati wal ardh
Yaa Awliya Allaah
Yaa Saadaat an-Naqsybandi

Rijaalallaah a’inunna bi’aunillaah waquunuu ‘awnallana bi-Llah, ahsa nahdha bi-fadhlillah .
Al-Faatihah













































Mawlana Shaykh Qabbani

www.nurmuhammad.com |

 As-Sayed Nurjan MirAhmadi

 

 

 
NEW info Kunjungan Syekh Hisyam Kabbani ke Indonesia

More Mawlana's Visitting











Durood / Salawat Shareef Collection

More...
Attach...
Audio...
Info...
Academy...
أفضل الصلوات على سيد السادات للنبهاني.doc.rar (Download Afdhal Al Shalawat ala Sayyid Al Saadah)
كنوز الاسرار فى الصلاة على النبي المختار وعلى آله الأبرار.rar (Download Kunuz Al Asror)
كيفية الوصول لرؤية سيدنا الرسول محمد صلى الله عليه وسلم (Download Kaifiyyah Al Wushul li ru'yah Al Rasul)
Download Dalail Khayrat in pdf





















C E R M I N * R A H S A * E L I N G * W A S P A D A

Kamis, 28 Mei 2009

Hakikat Al-Hallaj

Source :
http://www.mail-archive.com/keluarga-islam@yahoogroups.com
http://groups.yahoo.com/group/gedongpuisi

[keluarga-islam] Hakikat Al-Hallaj

arief dani
Tue, 21 Mar 2006 17:53:45 -0800
Assalamu alaikum wr wb
Bismillah hirRohman nir Rohim

Masalah Tasawuf ini banyak muncul kepermukaan saat Ibnu Taymiyah berdialog dengan Ibn Athailah Sakandari ( Penulis Kitab Al-Hikam), postingan pernah saya emailkan ke milist ini. Makin mencuat semasa Muhammad Abdul Wahab, sementara bapaknya sendiri Abdul Wahab dan kakaknya Sulayman bin Abdul Wahab malah sangat mendukung Tasawuf. Tetapi saat ini perkembangan Faham Wahabi kepada generasi muda sangat cepat, karena dukungan dana Saudi yang besar. Paham Wahabi dewasa ini sangat bertentangan dengan Tasawuf.

Dimasa sebelumnya adalah di masa Al-Hallaj dimana Sufi As-Sybli mengatakan bahwa aku selamat karena kebodohanku dan Al-Hallaj selamat karena kepintarannya.
Inilah arti daripada dua kantung hadist yang dikatakan Abu Hurairah, aku diberikan rasulullah dua kantung hadist, satu kantung aku sampaikan kepada kalian, sementara satu kantung lagi takkusampaikan, karena kalau aku buka niscaya kalian akan memenggal kepalaku.

Syaikh Naqsybandi menulis sangat bagus tentang Al-Hallaj, demikian juga Mawlana Rumi menulis tentang al-Hallaj denganbahasa sangat sederhana, berikut dibawah ini.

Rumi bicara tentang Al-Hallaj

Al Hallaj

ketika manusia dikuasai setan, hilanglah sifat kemanusiaan apapun yg dikatakan, adalah kata2 setan. Jika setan saja mampu menguasai manusia, maka Allah Sang Maha Pencipta adalah Maha Penguasa maka jika Ia merasuk dalam hati manusia maka jasad telah sirna, hanya tinggal eksistensiNya. kemudian kata2 Al- Hallaj adalah kata2Nya semata.

ketika cinta Hallaj mencapaiNya
dia menjadi musuh jasad dan nafsu
aku telah sirna, akulah Al-Haq
artinya jasadku telah sirna
hanya Allah yang ada

inilah batas kerendahan hati manusia
puncak pencapaian kehambaan cintaNya
aku telah fana, kemudian fana
kata-kata ku adalah menjelmaNya

ketika Firaun berkata "Akulah Tuhan" maka celakalah ia
ketika Al-Hallaj berkata "Akulah Tuhan" maka selamatlah ia.....

agh...manakala seorang terjatuh dalam lautan dan kau berkata "keluarlah.."
dengan riang ia berkata, "akulah lautan...tak usah pedulikan aku...."

gazelle run, mencari tahu hakikat Al-Hallaj
posted by mevlanasufi @ 10:36 PM
( maka yang perlu dilihat haikatnya ketika firaun yang sombong dan tak pernah mengakui Allah, dia mengatakan akulah Tuhan maka nerakalah tempatnya, ini berbeda dengan kemabukan al-Hallaj, yang diakui pada masanya sebagai orang yang terpelihara ibadahnya demi Allah semata, ketika dia merasa masih bereksistensi maka sesungguhnya masih ada kesombongan tetapi ketika ia mengaku dirinya hanyalah ilusi, tak ada, tak exist, nothing, maka ini dalah bukti penghambaan yang sempurna )
Mawlana Syaikh Bahaudin Naqsybandi bicara Tentang al-Hallaj
Mawlana Syaikh Bahaudin Naqshbandi bicara tentang Al-Hallaj

Image hosted by Photobucket.com Foto Mawlana Syaikh Nazim ( usia beliau 84th)
Ketika terjadi perbincangan antara Mawlana Bahaudin Naqsybandi dan Syaikh Salah.

“Segera setelah beliau membacakan bait tersebut, terlintas dalam benakku bahwa beliau merujuk pada hubungan antara Iman dan penyerahan diri pada Kehendak Ilahi. Beliau menoleh kepadaku, tertawa dan berkata, ‘Apakah engkau tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Hallaj? “Aku menolak agama Allah, dan penolakan itu adalah wajib bagiku meskipun tampak menyeramkan bagi kebanyakan Muslim”
Syaikh Bahaudin :
“Wahai Syaikh Salah, apa yang terlintas dalam benakmu, bahwa hubungan itu adalah dengan Iman dan Islam, bukanlah hal yang penting. Yang penting adalah Iman Sejati, dan Iman Sejati bagi Orang yang Benar adalah membuat hatinya menyangkal apapun selain Allah. Itulah yang membuat Hallaj berkata, “Aku menyangkal agama-Mu dan penyangkalan itu adalah wajib bagiku, meskipun tampak menyeramkan bagi Muslim”

“ Hatinya Hallaj tidak menginginkan yang lain kecuali Allah. ‘Tentu saja Hallaj tidak menyangkal Imannya dalam Islam, tetapi beliau menekankan bahwa hatinya hanya terkait kepada Allah saja. Jika Hallaj tidak menerima segala sesuatu selain Allah, bagaimana mungkin orang mengatakan bahwa sebenarnya beliau menyangkal agama Allah ? Pernyataannya tentang realitas Kesaksiannya mencakup segalanya dan membuat kesaksian Muslim yang awam menjadi mainan anak-anak”

“Syaikh Salah melanjutkan, Syah Naqsyband berkata, ‘Hamba-hamba Allah tidak bangga dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukannya karena cinta kepada Allah semata”

“Rabi’a al-‘Adawiyya berkata, “Ya Allah, Aku tidak beribadah untuk mencari balasan Surga-Mu, tidak pula karena takut akan siksa-Mu, tetapi Aku menyembah-Mu hanya untuk Cinta-Mu.’ Jika ibadahmu untuk menyelamatkan dirimu sendiri atau untuk mendapat balasan tertentu bagi dirimu sendiri, maka itu adalah syirik yang tersembunyi, karena engkau telah menyekutukan Allah baik dengan pahala maupun azab. Inilah yang dimaksud oleh Hallaj”

gazellerun 2003
( dalam pencarian hakikat al-Hallaj dengan merujuk pada dua sufi besar pecinta Mawlana Jalaludin Rumi pendiri Tariqah Mawliyah, Mevlevi dan Mawlana Bahaudin Naqsybandi pendiri Tariqah Naqsybandiyah.)

Yahoo! Mail
Bring photos to life! New PhotoMail makes sharing a breeze.

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Bebasan

Source : http://nguripuripbasajawa.blogspot.com/

Rabu, 2009 Februari 18
Bebasan

Adhang-adhang tetesing ebun : Ngarep-arep pawewehing liyan.

Andaka ketaman wisaya : Wong prekaran, bareng rumangsa arep kalah, banjur minggat.

Anak-anakan timun : Ngopeni bocah (lumrahe bocah wadon) bareng wis banjur dipek bojo .

Aji-aji waringin sungsang : Jinising aji-aji sing njalari awak bisa digdaya.

Bacin-bacin iwak ala-ala sanak : Sanajan ala, jalaran isih sedulur, mesthi ora tega yen nganti nandhang sangsara.

Bali menyang kinjeng dome : Wong cilik dadi wong ngaluhur , nanging banur dadi wong cilik maneh.

Bathang gajah : Tilas wong gedhe.

Banyu gege : Banyu diwenehi kembang lan dimantrani kanggo ngedusi bayi.

Banyu pinerang : Pasulayan ing antarane sedulur, mesthi banjur pulih maneh.

Banyu tangi : Banyu anget (banyu tawa kacampuran wedang) kanggo ngedusi bocah.

Banyu tuli : Banyu kang kanggo syarat nambani wong lara.

Banyu windu : Banyu kang diwayokake.

Bebasan godhong mlumah dikurepake, godhong mureb dilumahake : Anggone nggoleki tliti banget.

Bocah aras kembang : Gampang disihi bendara.

Bubuk oleh leng : Wong duwe sedya ala, banjur oleh dalan sing prayoga.

Byung-byungan kaya tawon kambu : Ora ngerti marang lungguhe rembug, anut grubyug ora ngerti ing rembug.

Bramara mangrurah kusuma : Kombang ngrusak kembang.

Brakithi angkara madu: Wong tumeka tiwas jalaran saka pekaremane . Brakithi = semut.

Cablek-cablek lemut : Nindakake pegaweyan sing remeh.

Caruk banyu : Gedhe cilik, ala becik dianggep padha bae, racak.

Cebol ngayuh lintang : Wong cilik (sekeng) nduweni panggayuh sing gedhe, mokal kelakone.

Cedhak kebo gupak : Sesrawungan karo wong ala, mesthi katute.

Dadia godhong moh nyuwek dadia banyu moh nyawuk : Wong sing ora gelem sesrawungan maneh.

Debog bosok galih asem : Ucape wong yen kepethuk (weruh) mayit digotong. Miturut gugon tuhon ngucap mangkono mau supaya slamet.

Dibalang kembang mbalang tai : Diapiki males ala.

Dicutat kaya cacing : Ditundhung kanthi cara kang siya-siya.

Diedu padha banyune : Diedu tunggal guru lan ngelmu.

Dikayu alakake : Dianggep wong ala , dicecamah.

Dikena iwake, aja nganti buthek banyune : Bisaa kaleksanan sing disedya, aja nganti gawe gendra.

Ditemu kuwuk : Diwales (diprawasa) dening mungsuhe ing papan kang prayoga kanggo males.

Dolanan ula mandi : Nindakake pakaryan sing mbebayani banget.

Dom sumuruping banyu : Tindak nyamar, laku dhedhemitan nganti sedyane ora kaweruhan dening wong liya.

Enggon welut didoli udet : Wong pinter diumuki kapinteran.

Gajah meta cinancang wit sidaguri, patine cineker ayam : Kraman aran Dirana (anake sratine Gajah aran Dirada ) Kepikut, dicancang ing wit sidaguri, wusanane tumeka pati dirampog sarana dicocogi dom.

Gajah ngidak rapah : Wong sing nerak wewalere (angger-anggere) dhewe.

Giri lusi janma tan kena ingina : Ingatase cacing bae bisa munggah gunung, apa maneh manungsa, babar pisan ora kena diina.

Golek banyu bening : Maguru, madhukun.

Gurem thethel-tehthel : Wong cilik (sekeng) duwe panjangka sing ora majad sarana ngedol barang darbeke.

Iwak kalebu ing wuwu : Wong sing kena krenahing mungsuh ora bisa ucul maneh.

Jangkrik mambu kili : Wong sing nduweni watak brangasan dikileni, mesthi gampang muntabe.

Jaran kembang duren : Jaran kang ulese kuning.

Jati ketlusuban ruyung : 1. Kalebon telik sandi (mata-mata). 2. Golongane wong becik lkalebon wong ala.

Kakehan gludhug kurang udan : Wong kang akeh guneme, nanging ora ana nyatane.

Kaya kinjeng tanpa soca : Tumindak nunak-nunuk jalaran ora ngerti tata-caraning panggenan sing di parani.

Kaya welut dilengani : Guneme lunyu banget, anggone padu pinter banget.

Kandhang langit kemul mega : Wong sing klambrangan, ora duwe omah.

Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang : Nemoni bebaya (reribed) ing papan sing ora mbebayani.

Kekudhung walulang macan : Aling-aling wong sing nduweni panguwasa, supaya gampang ketekan sedyane.

Kembang paes : Kembang sing sepisanan, lumrahe ora dadi woh.

Kembang setaman : Kum-kuman kembang sing apik-apik kanggo sarat mijiki temanten.

Kendhit mimang kadang dewa : Kalis saka bebaya.

Ketiban ndaru : 1. Katekan bendara utawa karawuhan wong gedhe. 2. Wong oleh kabegjan gedhe.

Ketiban pulung : Tampa kabegjan gedhe.

Kleyang kabur kanginan : Lunga menyang endi-endi ora karuwan sing dijujug.

Kriwikan dadi grojogan : Prekara sepele wusanane dadi gedhe.

Kucing kembang asem : Kucing sing ulese abang semu kuning.

Kumenthus ora pecus : Umuk, nanging bisa mrantasi gawe.

Kumrisik tanpa kanginan : Ngandhakake resike atine, jalaran kuwatir diterka.

Lawas-lawas kawongan godhong : Wong ngabdi suwe-suwe mesthi ora kanggo.

Lebak ilining banyu : Wong cilik (andhahan ) lumrah kanggo tebane kaluputan ( Kaluputane wong gedhe lumrahe ditibakake andhahane.

Londho-londho walang sangit nggendhong kebo : Katone ora nduweni ati ala, nanging satemene nduweni ati sing culika banget.

Kana nggone kana wite : Ukara iku lumrahe diucapake samangsa wong nemoni lelakon ala, maksude supaya awake dhewe utawa kulawargane ora ketaman lelakon sing kaya mangkono.

Kayu taun : kayu sing lumrah dianggo balungane omah kajaba kayu jati, kayata : kayu weru, nangka, sengon lsp.

Kayu bakar : kayu sing diaanggo urub-urub utawa adang.

Kayu apu : jejnengte tetuwuhan sing kumambang ing segara.

Kayu manis : jenenge wit sing klikane legi semu pedhes.

Kebanjiran segara madu : Oleh kabegjan sing kaluwih gedhe.

Kemladheyan ajak sempal : Sadulur sing ngajak marang karusakan.

Kutuk marani sunduk : Wong kang niyat marani bebaya.

Kutuk nggendhong kemiri : Wong manganggo (berpakaian) mompyor ngambah dalan sing mbebayani (akeh begale).

Madu angin : Ngrembug (regejegan) bab sing tanpa guna.

Mburu kidang lumayu: Mburu rejeki sing durung mesthi bisa kagayuh.

Mbuwang rase oleh kuwuk : Nampik barang ala, oleh barang sing luwih ala.

Malang nggambuhi : Jejodhowan, sing wadon awake luwih gedhe tinimbang sing lanang.

Malang kadhak : Mathentheng ngatonake kuwanene.

Mburu uceng kelangan dheleg : Ngangkah barang sepele, malah kelangan barang sing luwih gedhe.

Meneng wada uleren : Wong meneng bae naging duwe sedya ala.

Mubra-mubru blabur madu : Sarwa kecukupan uripe malah kepara turah-turah rejekine.

Mungkur gangsir : Wong sing ora gelem cawe-cawe, ora melu-melu tumindak.

Nandur pari jero : Gawe kabecikan marang wong liya kanthi pangarep-arep bisaa nampa piwales.

Nandur wiji keli : Ngopeni turune wong luhur.

Ngangsu banyu ing kranjang : Meguru, sawise oleh ngelmu ora dipigunakake.

Ngandhut godhong randhu : Pepindhane wong guneme mencla-mencle.

Ngalasake negara : Wong tumindak sageleme dhewe, ora ngelengi aturan.

Ngaub awar-awar : Ngenger utawa ngawula marang wong sekeng, wong sing ora sugih utawa ora duwe panguwasa.

Ngaturake kidang lumayu : Nuduhake rejeki sing angel pangalape (nyekele).

Nggantang sari : mbobot, meteng.

Nggarap sari : nggarap toya, menstruasi.

Nggayuh ing tawang : Wong duwe pepenginan sing tangeh bisa kaleksanan.

Nggugat kayu aking : Nggugat wong sing wis mati.

Nglancipi singating andaka : Nenangi (membangunkan) nepsune wong sarana diwaduli apa-apa sing njalari ora senenge atine.

Nglaler wilis : Wong nglakoni panggawe nistha. Wilis = ijo.

Nglangkahi oyod mimang : Bingung. Mimang = oyod wringin, asring kanggo nulak bebaya sarana dikendhitake.

Ngubak-ubak banyu bening : Gawe rerusuh ing panggonan kang wis tentrem.

Ngubak-ubak suwakane dhewe : Gawe rerusuh ing wilayahe dhewe .

Nguyahi segara : Menehi barang (sumbangan) marang wong sugih.

Nrenggiling hangapi mati : Katone ora nggatekake barang sing lagi dirembug, nanging satemene nggatekake banget.

Nyalulu nruwelu : Wong mara menyang omahe wong duwe gawe nanging satemene ora diundang.

Nyawat abalang wohe : Wong lanang ngarah wanita alantaran sedulure wong wadon iku .

Nyundhang bathang bantheng : Njunjung wong gedhe sing wis apes.

Nyumur gumuling : Wong sing babar pisan ora bisa nyimpen wewadi, yen krungu warta sing wadi dicritakake kabeh (glogok sok).

Nguthik-uthik macan dhedhe : ganggu gawe wong sing lilih nepsune.

Oleh angin becik : Ana ungup-ungpe arep tampa kabegjan.

Ora ana banyu mili mandhuwur : Watak wantune anak mesthi kaya wong tuwane.

Pancuran kaapit sendhang : Anak 3 lanange 1 dumunung ing tengah.

Pantisari : Omah sing dumunung sing tengahing patamanan.

Rampek-rampek kethek : Nyanak -nyanak wong ala mesthi kena alane.

Rebut sari : Ungkul-ungkulan apike.

Sandhing celeng boloten : Sesrawungan karo wong ala, mesthi katute.

Sandhing kirik gudhigen : Sesrawungan karo wong ala mesthi katute.

Sanggar waringin : Bisa aweh pangayoman marang kadang kadeyane.

Salin slaga : Malih kelakuwane utawa pikirane . Slaga = Sing mbungkus kembang sadurunge kembang mekar (kelopak bunga).

Sarining pangan : pathi , zat pangan sing migunani awak.

Sawahe mung didol oyodan : Sawahe didol sapanenan. Ora sataun gadhu lan rendhengan.

Semut ngadu gajah : Wong cilik nadu wong gedhe.

Semut marani gula : Wong kang marani kamelikan (rejeki, pakareman, lsp)

Semut ireng anak-anak sapi : Dewi Sapudi (garwa pangrembe Prabu Brawijaya Majapait) pekulitane ireng manis, peputra Bondhan Kejawan kang sinebut Lembu peteng.

Sendhen kayu aking : Digugat nganggo tameng wong sing mati.

Setan nunggang gajah : Wong sing mung kepengin sakepenake dhewe.

Sinawuran sari ginanda wida jebat kasturi : Disebari kembang sing di urab wewangi saka dhedhes. Ganda-wida : dhedhes lan boreh. Jebat kasturi = dhedhes (wewangi saka klanjere rase. Jebat = kasturi.

Singidan nemu macan : Nyamar malah konangan panggedhene sing wis ngerti marang sedyane.

Sirat-sirat madu : Mung kanggo lelamisan bae.

Sulung alebu geni : Akehe pepeati ing paprangan, jalaran saben wadya sing arep lumawan mesthi mati.

Sumur lumaku tinimba : Wong sing kumudu-kudu dijaluki wuruk.

Suwe mijet wohing ranti : Pegawean sing gampang banget.

Taman sari : Patamanan , papan sing kanggo suka-suka parisuka.

Tengu mangan brutune : Wong dipercaya ngreksa barang-barang, malang dicolongi dhewe.

Thathit ngima unthit : Wong gedhe sing ngatonake pangwasane.

Timun jinara : Pakaryan sing gampang banget.

Timun wungkuk jaga imbuh : Wong bodho mung dianggo sedhiyan manawa ana kekurangan.

Timun mungsuh duren : Wong ringkih memungsuhan karo wong santosa.

Timun wuku gotong wolu : Pralambange R. Sutawijaya, jumenege ratu Mataram kanthi pambiyantune priyayi wolu yaiku : 1. Ki Pamanahan 2. Ki Jurumartani 3. Ki Jurukithing 4. Ki Buyut Wirasaba 5. Ki Panjawi 6. Tumenggung Mayang 7. Adipati Batang 8. Pangeran Made Pandan.

Trahing kusuma = rembesing madu = tedhaking andawarih : turuning bangsa luhur. Danawarih = danawa (buta) + arih (arih, mungsuh) = mungsuhe buta.

Tunggal banyu : Tunggal ngelmu, tunggal guru kebatinan.

Udan kethek macan dhedhe: Udan nanging srengengene isih ketara.

Ula marani gebug : Wong kang njarag marani bebaya.

Ula marani gitik : Wong kang njarag marani bebaya.

Ula dhaulu : Ula sing sirahe loro (mung ana ing dongeng).

Uripe aji godhong jati aking : Wong sing babar pisan ora kajen, disepelekake.

Wani cur-curan banyu kendhi : Wani sumpah.

Wanita srigunung : Wanita yen disawang saka kadohan katon ayu.

Wanita sritaman : Wanita yen disawang katon ayu saka cedhakan.

Wastra bedhah kayu pokah : Ketaton nganti putung balunge.

Wedang lelaku tumper cinawetan : Bocah karam jadah disirik kanca-kancane.

Witing tresna jalaran saka kulina: Sing njalari tuwuhe rasa tresna jalaran kerep srawung.

Wringin kurung : Wringin sing dipageri mubeng ing tengahing alun-alun.

Label: PARIBASAN BEBASAN LAN SALOKA

Diposkan oleh Pak Ugeng di 20:19

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Selasa, 26 Mei 2009

Kaji Huruf Hijaiyah Dalam Tubuh Manusia

Source :
http://www.kaskus.us
http://www.scribd.com
http://kitabmengenaldiri.synthasite.com
http://ismulhaq.com
http://jalantrabas.blogspot.com


Kaji Huruf Hijaiyah Dalam Tubuh Manusia

1. alif = hidung
2. ba" = mata
3. ta" = tempat mata(lubang tempat mata)
4. tsa" = bahu kanan
5. jim = bahu kiri
6. ha = tangan kanan
7. kha = tangan kiri
8. dal = telapak tangan kanan dan kiri
9. dzal = kepala dan rambut
10. ro" = rusuk kanan
11. zai = rusuk kiri
12. sin = dada kanan
13. syin = dada kiri
14. shod = pantat kanan
15. dhod = pantat kiri
16. tho" = hati
17. zho" = gigi
18. ain = paha kanan
19. ghoin = paha kiri
20. fa" = betis kanan
21. kof = betis kiri
22. kaf = kulit
23. lam = daging
24. mim = otak
25. nun = nur/cahaya
26. wau = telapak kaki kanan dan kiri
27. HA" = sungsum tulam
28. lam alif = manusia utuh
29. hamzah = memenuhi segala
30. ya" = mulut/manusia

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Senin, 25 Mei 2009

JALAA'UL-AFHAAM SYARH AQIDATUL 'AWWAM

Source : http://aqidahku.blogspot.com/

JALAA'UL-AFHAAM SYARH AQIDATUL 'AWWAM
TERJEMAH KITAB JALAUL AFHAM

Kata Sambutan
Segala puji bagi Allah seru sekalian alam. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada utusan yang paling utama yaitu junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.
Amma ba’du : Sesungguhnya di antara nikmat Allah ta’ala atas hambaNya adalah terlihatnya buah upaya dan hasil usaha kerasnya. Tidak diragukan lagi bahwa paling agungnya buah hasil dan pohon yang paling bermanfaat adalah anak-anak kami yang telah kami bina, didik, dan ajar. Setelah itu mereka keluar ke medan pergumulan hidup untuk melaksanakan risalah dan menyampaikan amanat. Mereka menasehati diri mereka sendiri dan umatnya. Dan telah datang dari mereka orang-orang yang baik dan negara yang baik dengan keluar tumbuhannya dengan ijin Tuhannya. Dan sesungguhnya anak sholeh yaitu Al Ustadz Muhammad Ihya’ Ulumiddin termasuk hasil buah ini yang kami banggakan. Beliau tinggal bersama kami selama empat tahun sebagai murid yang gigih dalam berkhidmad sampai pulang ke negaranya. Kemudian hubungan ini tidak putus manakala beliau gigih dalam berkhidmah selama saya tinggal di jawa. Dan kini beliau mempersembahkan karya perdanananya “komentar atas kitab Aqidatul Awam” dalam rangka membela Aqidah Islam.
Semoga Allah menjadikan beliau orang yang bermanfaat, pemberi petunjuk, dan orang yang ikhlas. Alhamdulillahi Robil Alamin.
24 Muharram 1402 H
Muhammad Alawi Al Maliky
Pelayan Ilmu yang Agung di Tanah Haram

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah yang memberikan petunjuk pada kita dan kita tidak akan memperoleh petunjuk jika saja Allah tidak memberikan petunjuk pada kita. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Semoga sholawat dan salam dan berkah engkau tujukan kepada junjungan kita Nabi kita Ibrahim beserta keluarga di semesta alam ini, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Maha Terpuji lagi Maha Perkasa.
Amma Ba’du : Kitab ini adalah syarah (komentar) ringkas atas kitab “Aqidatul Awam” karya Syaikh AllauDza’i Al Allamah As Syayyid Ahmad Al Marzuqi Al Maliki, semoga Allah meberikan rahmat kepadanya.
Saya mengumpulkannya ketika mencari ilmu (belajar) di Tanah Haram Makkah Al Mukarommah pada Murobbi ruh kami Al Walid As Syaikh Al Allamah Al Muhaddits Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki, semoga Allah memberikan manfaat pada kami melalui beliau dan ilmunya. Saya mengumpulkan atas perintah beliau walaupun saya bukan ahli dalam bidang ini. Saya mengambilkan intisari dari berbagai kitab yang pernah beliau ajarkan. Oleh sebab itu kitab tersebut bukan karya saya , saya sekedar mengumpulkannya setelah melalui proses pemeriksaan (penelitian) dengan memperhatikan (menyebutkan) dalil – dari Al Qur’an dan Hadits.
Harapan saya pembaca senantiasa membantu mentashih kesalahan dalam menjelaskannya. Jika dalam penjelasan itu terdapat suatu kebenaran maka hal itu datangnya dari Allah dan jika terdapat kesalahan maka hal itu dari keterbatasan saya. Semoga Alloh membukakan pada diri saya pintu pengampunan dan semoga Alloh membalasnya dengan seutama-utamanya balasan.
Dan saya menutup perkataan sebagaimana yang dikatakan oleh Al Allamah Azaarqoni :
(فافتح له باب اعتذارفسد * معنى واًو ل مو هما اِذا ورد)
“ Bukalah pintu pengampunan baginya jika terjadi kesalahan, maknanya dan takwilkanlah sesuatu yang tidak jelas juka ada keterangannya”
Saya menamakan kitab ini (جلاءالاًفهام بشرح عقدة العوام)
Kami mohon pada Alloh semoga amal ini bermanfaat bagi kami, dan menjadikannya amal yang diterima di sisiNya sebagai amal yang ikhlas. Dan semoga Alloh senantiasa memberi petunjuk pada kami untuk berkhidmah atas kebenaran memberi kita petunjuk, dan jalan yang benar, dan jalan yang lurus, dan cukuplah Alloh sebagai wakil, tiada daya dan kekuatan selain dari Alloh yang Maha Agung dan akhir do’a kami “Segala puji bagi Alloh, seru sekalian alam”

LATAR BELAKANG PENULISAN
Suatu ketika pengarang nadhom (semoga Alloh memberikan rahmat kepadanya) bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Sedang sahabat r.a duduk mengelilingi. Kemudian Beliau berkata pada pengarang nadhom : Bacalah Mandhumah (susunan bait Syair) tauhid, barang siapa hafal mandhumah itu akan masuk surga dan akan memperoleh kebaikan yang sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah”. Pengarang bertanya : “Apa Mandhumah itu ya Rosululloh?”, para sahabat berkata : “dengarkan apa yang dikatakan oleh Rosululloh SAW”. Rosululloh berkata : “Ucapkanlah : saya memulai dengan nama Alloh dan nama Dzat Maha Pengasih”. Kemudian beliau membaca ; “saya memulai dengan nama Alloh dan nama Dzat yang Maha Pengasih” hingga bait : “kitab nabi Khalil (Nabi Ibrahim) dan Al Kalim (Nabi Musa). Dalam kitab suci mereka terdapat kalam Dzat yang Maha Bijaksana lagi mengetahui”.
Dan Rosululloh SAW mendengarkannya. Ketika bangun, beliau membaca apa yang beliau lihat dalam mimpinya dalam keadaan hafal dari awal hingga akhir bait. Kemudian beliau melihat Rosululloh kedua kalinya yaitu waktu menjelang subuh (sahur). Waktu itu Rosululloh SAW mengatakan : “bacalah apa yang engkau kumpulkan dalam hatimu”. Kemudian pengarang membacanya dari awal hingga akhir bait. Waktu itu dia sedang duduk di depan Rosululloh SAW dan para sahabat R.A. duduk mengelilingi mengucapkan: “Amin” setiap bait dari mandzumah ini dibacakan. Ketika beliau selesai membacanya, Rosululloh SAW berkata : “semoga Alloh memberikan petunjuk padamu terhadap apa yang dia ridhoi dan menerima itu semua, dan memberkatimu dan orang-orang mukmin, serta bermanfaat pada semua hamba, Amin”.
Ketika pengarang nadhom ditanya mengenai nadhom itu setelah diteliti oleh ulama’, dia menjawab pertanyaan mereka dan menambahkan isi nadhom itu, mulai dari perkataannya:
“Dan setiap apa yang disampaikan oleh Rosul maka konsekwensinya adalah pasrah dan menerima” hingga akhir bait dalam kitab.
Kabar cerita ini disampaikan sendiri oleh sang pengarang. Kami hanya menukil teks aslinya sementara akurasi transmisi perowi.
MUQODDIMAH
Pengarang nadhom rohimahulloh berkata :
(ابداًباسم الله ورحمن * وبالرحيم داًئم الاٍ حسان)
“saya memulai dengan nama Alloh, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang yang senatiasa memberikan kenikmatan tiada putusnya”.
Kosakata :
Arti الله adalah nama Dzat yang wajib ada, lagi wajib disembah.
Arti الرحمن adalah Dzat pemberi nikmat dengan seagung-agungnya nikmat, pokok-pokok nikmat seperti iman, kesehatan, rizqi, pendengaran, dsb.
Arti الرحيم adalah Dzat pemberi nikmat-nikmat yang bentuknya lembut (cabang) seperti bertambahnya iman, kesempurnaan nikmat, pendengaran, penglihatan dsb.
Arti داًئم الاٍ حسان adalah yang senantiasa memberikan kenikmatan yang tiada putusnya.
Penjelasan
Saya memulai mengarang mandhumah “Aqidatul Awam” ini dengan Basmalah seraya meminta pertolongan pada Alloh azza Wajalla yang luas Rahmatnya pada segala sesuatu, pemberian dan kenikmatanNya yang berlangsung tanpa ada putus dan bergeser.
Pertama : karena mengikuti aturan Al Qur’an yang Aziz secara urutannya bukan turunnya Al Qur’an.
Kedua : karena mengamalkan hadits Rosululloh SAW, “setiap perkara yang mempunyai kepentingan yang tidak diawali di dalamnya dengan Basmalah maka ia terputus” (1) maksudnya kurang dan sedikit kebaikan dan barokahnya.
(1) Hadist riwayat Al Khatib dari Abu Hurrairah RA secara marfu’
Ketiga : karena mengikuti teladan Nabi Muhammad SAW, karena Beliau ketika membuka kitab dan surat-suratnya diawali dengan basmalah. Sebagaimana keterangan yang ada dalam tulisan (surat) Rosululloh SAW kepada Hiraklus dan yang lainnya.
Pengarang Nadhom berkata :
(فالحمد الله القديم الاًول * الاخر الباقي بلا تحول)
“Maka segala puji bagi Alloh Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan”
Kosakata :
Arti الحمد menurut bahasa adalah pujian dengan lisan atas segala sesuatu yang tidak secara ikhtiar disertai rasa penghormatan baik nikmat itu diterima atau tidak, menurut syara’ adalah perbuatan yang tumbuh (keluar) dari penghormatan Sang Pemberi nikmat disebabkan bahwa Dia adalah pemberi nikmat walaupun tanpa ada orang yang memuji, baik perbuatan itu berupa dzikir dengan lisan, cinta dalam hati atau dilakukan dengan perbuatan.
Arti القديم adalah : Alloh yang mewujudkan tanpa diawali dan wujudnya terus berlangsung.
Arti الاًول adalah : sebelum adanya segala sesuatu tanpa ada permulaannuya.
Arti الاخر adalah : setelah adanya sesuatu tanpa ada akhirannya.
Arti الباقي adalah kekal yang terus berlangsung
Arti بلا تحول adalah : tanpa ada perubahan dan ini adalah bpenjelasan sifat Al Baqi.
Penjelasan
Dan saya juga memulai mengarang Mandzumah ini dengan menambahkan hamdalah, maksdunya adalah dengan memuji dengan lisan pada Alloh yang Qodim, Al Awwal, Al Akhir, Al Baqi disertai penghormatan padaNya dan meyakini bahwa setiap pujian itu tetap padaNya.
Alasan pertama : karena mengamalkan sabda Rosululloh SAW, “Setiap perkara yang mempunyai kepentingan yang tidak diawali didalamnya dengan hamdalah maka ia terputus” (1)
Alasan kedua : karena melaksanakan hak sesuatu yang wajib disyukuri nikmat-nikmatnya termasuk dikarangnya mandzumah ini.
Pengarang nadhom rohimahullohu berkata :
(ثم الصلاة و السلام سر مدا * على النبي خير من قد وحد)
(واله وصحبه و من تبع * سيل دين الحق غير مبتد ع)
“Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-baiknya orang yang mengEsakan Alloh”
“Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah”.
Kosakata
Kata الصلاة : menurut bahasa adalah berdo’a untuk kebaikan, jika kata الصلاة disandarkan pada Alloh Ta’ala, maka mempunyai arti penambahan nikmat yang disertai dengan pengagungan dan penghormatan. Ada riwayat dari ibnu Abbas R.A. bahwasannya : الصلاة dari Alloh berarti Rohmat, dan dari hamba berarti do’a dan dari malaikat berarti meminta ampun.
Kata السلام : berarti penghormatan yang layak pada nabi Muhammad SAW.
(1) Hadits riwayat Abu dawud dan lainnya, dan dianggap hasan oleh Ibnu Sholah
- Kata سر مدا : berarti senantiasa kekal
Kataالنبي: berarti secara mutlak adalah seorang yang ditanggung (dijamin) dialah adalah junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Arti Nabi itu sendiri mempunyai dua definisi yaitu :
Dia adalah seorang manusia, laki-laki, merdeka, diberi wahyu berupa syari’at, baik dia diperintahkan menyampaikan wahyu atau tidak, jika dia diperintahkan maka dia juga disebut seorang Rosul, maka Nabi itu lebih umum dari pada Rosul.
Dia adalah manusia, laki-laki, merdeka, diberi wahyu berupa syari’at supaya diamalkan untuk dirinya sendiri sedangkan Rosul adalah manusia, laki-laki, merdeka, diberi wahyu berupa syari’at supaya disampaikan pada orang lain dan tidak ada seorang nabi atau Rosul kecuali dia seorang laki-laki. Sebagaimana firman Alloh SWT : Tidaklah kami utusseorang sebelum kamu kecuali seorang laki-laki. Kami mewahyukan (syari’at) pada mereka (Q.S. Al Anbiya’ ayat 7 )
Dan kata Nabi tersebut ada dua tinjauan :
Ditasydid huruf ya’ nya (( نبي diambil dari kata Nubuwwah yang berarti tempat yang tinggi, disebut nabi karena beliau adalah orang yang diangkat derajatnya atau orang yang diangkat derajatnya atau orang yang mengangkat derajat orang-orang yang mengikutinya.
Dengan huruf hamzah (( نبيء diambil dari kata Naba’ yang berarti kabar karena beliau adalah orang yang memberi kabar atau orang yang diberi kabar oleh Alloh Ta’ala.
Arti خير من قد وحد adalah seutama-utamanya seluruh orang-orang yang mengesakan Alloh. Sebagaimana ucapan Syaikh Bushiri dalam burdahnya :
فاق النبين في خلق و في خلق * ولم يدانوه في علم ولا كرم
وكلهم من رسل الله ملتمس * غرفا من البحراًو رشفا من الد يا م
“ Beliau melebihi para nabi dalam segi penciptaan bentuk jasmani dan akhlaqnya. Mereka selisih jauh dengan beliau dalam keilmuan dan kedermawanannya” : seluruh mereka menimba ilmu dari Rosululloh, bagai cebok dari air lautan atau seteguk dari air hujan yang deras”.
Dan huruf alif dalam ucapan “وحدا “ menunjukkan mutlaq (dalam istilah gramatika bahasa arab).
Kata واًله : yang dimaksud dengan mereka (keluarga Nabi) yaitu dalam kedudukan do’a. Sebagaimana pengertian keluarga nabi disini adalah setiap mukmin yang bertaqwa. Berdasar hadits Nabi dari riwayat Anas bin Malik R.A. berkata : Rosululloh SAW ditanya, “Siapa keluarga Muhammad itu?” kemudian beliau menjawab : “keluarga Muhammad adalah setiap orang yang bertaqwa”. (1) Adapun dalam kedudukan zakat, Imam Malik Rahimahulloh berpendapat, mereka (keluarga Nabi) adalah bani Hasyim saja. Sedangkan Imam Syafi’i Rahimahulloh berpendapat, mereka (keluarga Nabi) adalah bani Hasyim dan Bani Mutholib.
Kata وصحبه : berarti kata benda, bentuk jama’ dari kata صاحب berarti shohabiun yaitu orang yang berkumpul dengan nabi SAW setelah datangnya risalah, beriman dan meninggal dalam keadaan beriman.
Kata غير مبتدع : berarti orang yang berbuat bid’ah yaitu orang yang keluar dari kebenaran sedangkan arti kebenaran itu sendiri adalah setiap perkara yang sesuai dengan Al Qur’an, As Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
Kata والبدعة secara bahasa : berarti sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan menurut syara’ yaitu sesuatu yang baru yang bertentangan dengan ketentuan pembuat Syara’ (Alloh).
Penjelasan
Kemudian setelah saya bersholawat dan salam pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW manusia paling utama mengEsakan Alloh, dan juga pada keluarganya, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dijalan agama yang benar dengan kebajikan hingga hari kiamat, hal itu dilakukan karena mengamalkan hadist Nabi SAW. Sabda Beliau “ setiap perkara yang mempunyai kepentingan yang tidak diawali dengan hamdalah dan bersholawat kepadaku maka dia terputus, terpotong dan terhapus dari setiap barokah” (1)
Faedah : Imam Syafi’i berpendapat, “saya lebih menyukai seseorang yang mendahulukan didepan khutbahnya dan setiap hal yang diinginkannya, dengan membaca Hamdalah pada Alloh Ta’ala, dan bersholawat pada Rosululloh SAW.





HR. Abdul Qodir Ar Rahawi dalam kitab Arbain, Syaikh Al Haitsami berpendapat sanad hadist ini tidak kuat, tetapi karena dalam bingkai keutamaan amal boleh saja diamalkan dengan kedhoifannya dengan persyaratan-persyaratannya.
PASAL PERTAMA
Mengenai Sifat-sifat Alloh Ta’ala
(Sifat Wajib, Jaiz dan Mustahil pada diri Allah Ta’ala)

Pengarang nadhom berkata :
(وبعد فاعلم بوجودالمعرفة * من واجب الله عشر ين صفة)
فا لله مو جود قد يم باقي * مخا لف للخلق با لاٍ طلا ق)
وقا ئم غنى وواحد وحي * قادر مريدعالمبكل شيء
سميع البصير والمتكلم * له صفا ت سبعة تنتظم
“ Dan setelahnya ketahuilah dengan yakin bahwa Alloh itu mempunyai 20 sifat wajib”. Alloh itu ada, Qodim, Baqi dan berbeda dengan makhlukNya secara mutlak”. “berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu”. “Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Alloh mempunyai 7 sifat yang tersusun”. “yaitu Berkuasa, Menghendaki, Mendengar, Melihat, Hidup, Mempunyai Ilmu, Berbicara secara terus berlangsung”.][

Kosakata
Kata بعد : maksudnya setelah menyebut Basmalah, Hamdalah, Sholawat dan Salam
Kata بوجودالمعرفة : berarti secara hakikat mengetahui dengan pasti yang sesuai dengan kebenaran berdasarkan dalil bukan taqlid (mengikuti apa adanya) karena taqlid itu dilarang dalam masalah aqidah jika muqalid (orang yang mengikuti) itu mempunyai keahlian dalam hal menganalisa ( menyelidiki).
Kataلاٍ طلا ق maksudnya : tanpa ada ikatan pada suatu hal, pengertiannya bahwa Alloh itu berbeda dengan makhlukNya dan segala hal.
Penjelasan :
Wajib bagi orang mukallaf (orang yang terbebani hukum Syariat) mengetahui sifat-sifat Alloh Ta’ala sifat (1) wajib yaitu tidak tergambar atau terfikirkan dalam akal seseorang tidak adanya sifat wajib itu, dan (2) sifat mustahil bagi Alloh yaitu tidak tergambar atau terfikirkan dalam akal seseorang adanya sifat mustahil itu (3) dan sifat jaiz yaitu dibenarkan dalam akal seseorang adanya dan tidak adanya sifat Alloh tersebut. Begitu pula wajib bagi seorang mukallaf mengetahui hal yang serupa sifat yang ada pada para Rosul Alaihi Sholatu Wassalam. Pengarang Nadhom memilih bait-bait ini dengan menyebutkan sifat wajib bagi Alloh Ta’ala yaitu sebanyak 20 sifat dengan perincian sebagai berikut :
1. Sifat Wujud pengertiannya tetapnya sesuatu dan pasti adanya, sifat wujud ini wajib bagi Alloh Ta’ala Dzatnya bukan Illat (Pengaruh Luar) maksudnya bahwa selain Alloh (Makhluk) tidak dapat mempengaruhi adanya Alloh. Adapun sifat wujud tanpa Dzat itu terjadi seperti keberadaan kita yaitu melalui perbuatan Alloh Ta’ala. Adapun bukti adanya Alloh yaitu adanya makhluk ini, jika Alloh SWT tidak ada, maka tidak akan ada satu makhlukpun. Alloh Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku ini adalah Alloh, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku”. (QS. Thaha : 14) dan firman Alloh Ta’ala, “Tidaklah mereka memikirkan tentang kejadian diri mereka? Alloh tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan kebenaran dan waktu yang ditetapkan. Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”. (QS. Ar Rum :8)
Seorang badui ditanya tentang bukti adanya Alloh. Dia menjawab : kotoran unta itu menunjukkan adanya unta dan kotoran hewan (teletong : jawa) menunjukkan adanya hewan keledai dan bekas kaki itu menunjukkan adanya orang yang berjalan, maka langit itu mempunyai bintang dan bumi mempunyai jalan yang terbentang dan laut mempunyai ombak yang bergelombang, apakah semua itu tidak menunjukkan atas adanya pencipta yang bijak, lagi Maha Berkuasa dan Maha Mengetahui?.
Sifat Qidam : adalah tidak ada permulaan pada wujudnya Alloh Ta’ala maksudnya bahwa Alloh Ta’ala tidak mempunyai permulaannya karena Alloh Dzat yang agung, pencipta alam semesta dan pencipta makhluk yang ada, maka sudah pasti Alloh yang mendahuluinya. Alloh Ta’ala berfirman “Dialah Alloh yang Awal, yang Akhir, yang Dhohir dan yang Bathindan dia maha mengetahui ada segala sesuatu”. (QS. Ql Hadid : 3)
2. Sifat Baqa’ adalah tidak ada pengakhiran pada wujudnya Alloh bahwa Alloh Ta’ala senantiasa ada tanpa ada ujung dan senantiasa kekal tanpa ada akhirannya. Alloh Ta’ala berfirman “Semua yang ada dibumi ini akan binasa dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai keagungan dan kemuliaan”. (QS. Ar Rohman : 26 – 27). Alloh Ta’ala berfirman, “Setiap sesuatu pasti binasa kecuali Alloh. BagiNya sesuatu itu ditentukan dan padaNya pula kamu semua kembali”. (QS. Al Qoshos : 4)
3. Sifat Mukholafatuhu lilhawadist adalah tidak ada makhluk yang menyamai Alloh SWT. Alloh Ta’ala berfirman, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. As Syuro ; 11). Alloh Ta’ala berfirman, “Tidak ada satupun yang menyamainya”.
(QS. Al Ikhlas : 6)
Sifat Qiyamuhu Binafsihi adalah Alloh tidak butuh pada tempat yang menetap padanya atau tempat yang ditempatinya atau pencipta yang mewujudkannya. Tetapi Dia Maha Kaya [tidak butuh] dari segala sesuatu selainnya (makhluk). Alloh Ta’ala berfirman, “Dan tunduklah semua (maksudnya merendah diri) pada Alloh yang kuasa hidup lagi senantiasa mengurus (makhluknya)”. (QS. Thoha : 111). Dan Alloh Ta’ala berfirman, “Wahai manusia, kamu sekalian membutuhkan Alloh, sedangkan Alloh Maha kaya (Tidak membutuhkan) lagi maha terpuji”. (QS. Faathir : 15). Dan Alloh Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Alloh sungguh Maha Kaya (Tidak membutuhkan) dari alam semesta” (QS. Al Ankabut : 6)
Sifat Al Wahdaniyah adalah tidak berbilang dalam Dzatnya, sifatnya, dan perbuatannya. Dan pengertian Esa DzatAlloh itu tidak tersusun dari bagian-bagian dan Dia tidak bersekutu dalam kerajaanNya. Pengertian Esa sifatnya adalah bahwa tidak satupun (makhluk) bersifat seperti sifatnya Alloh. Dan pengertian Esa dalam perbuatan adalah bahwa tidak satupun (makhluk) berbuat seperti perbuatan Alloh Ta’ala. Maka Alloh adalah pencipta segala sesuatu dan pembuat segala sesuatu. Maka Alloh Ta’ala berdiri sendiri (independen) dalam penciptaanya dan pembuatannya (sesuatu yang baru). Alloh Ta’ala berfirman, “Maha suci Alloh Dialah yang Maha Esa lagi Maha Pemaksa” (QS. Az Zumar : 4) dan Alloh Ta’ala berfirman, “Dan Tuhanmu sekalian adalah tuhan yang maha Esa tidak ada Tuhan kecuali Dia yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (QS. Al Baqoroh : 163). Dan Alloh ta’ala berfirman, “Katakanlah bahwa Alloh itu Esa” (QS. Al Ikhlas :1). Dan Allah Ta’ala berfirman, “Allah tidak membuat anak dan tidak ada (Tuhan yang lain) menyertaiNya, jika ada Tuhan beserta Nya maka tuhan itu membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari Tuhan-Tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain, Maha Suci Alloh dari apa yang mereka sifatkan itu” (QS. Al Mukminun : 91). Dan Alloh ta’ala berfirman...
Sifat Qudrah adalah sifat Qodim yang menetap pada Dzat Alloh Ta’ala dalam menciptakan (sesuatu) dan meniadakan (sesuatu). Alloh Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Alloh itu maha kuasa atas segala sesuatu” (QS. An Nur : 45) dan Alloh Ta’ala berfirman, Tidak ada sesuatupun yang dapat melemahkan Alloh baik dilangit maupun dibumi. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa” (QS. Faathir : 44)
Sifat Irodah adalah sifat Qodim yang menetap pada Dzat Alloh Ta’ala. Sifat Irodah ini khusus terjadi pada hal-hal yang bisa terjadi pada setiap sesuatu yang boleh terjadi. Dengan demikian Alloh SWT mengatur alam semesta ini menurut keinginan, kehendak dan ketentuan-ketentuanNya. Maka Alloh Ta’ala menjadikan sesuatu ini panjang, pendek,baik dan buruk, alim atau bodoh pada tempat ini dan lainnya. Alloh Ta’ala berfirman, “ Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya : Jadilah maka jadilah ia” (QS. An Nahl ; 40). Alloh Ta’ala berfirman, “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dia kehendaki dan memilihnya, tidak ada bagi mereka suatu pilihan. Maha Suci Alloh dan Maha Tinggidari apa yang mereka persekutukan” (QS. Al Qashas : 68). Alloh Ta’ala berfirman, “Katakanlah Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, kamu berikan kerajaan pada orang yang Kamu kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Mu lah segala kebaikan. Sesungguhnya Kamu Maha Menguasai atassegala sesuatu. (QS. Ali Imran : 26). Alloh Ta’ala berfirman, “Kepunyaan Alloh lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapa yang dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS. Asy Syuura : 94 – 50)
Sifat Ilmu adalah sifat Qodim yang menetap pada Dzat Alloh Ta’ala dalam mengetahui segala sesuatu. Alloh Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Alloh Ta’ala itu maha mengetahui atas segala sesuatu” (QS. Al Mujadalah : 7) dan Alloh Ta’alaberfirman, “Dan sesungguhnya Ilmu Alloh itu meliputi segala sesuatu” (QS. Ath-Thalaq : 12) dan Alloh Ta’ala berfirman, “Dan di sisi Allah kunci-kunci yang Ghaib, tidak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang didaratan dan dilautan dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basahatau kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata” (QS. Al An’am : 59). Alloh Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan kami lebih dekat dari pada urat lehernya” (QS. Qaaf : 16)
Sifat Hayat (Hidup) adalah sifat Qodim yang menetap pada Dzat Alloh Ta’ala. Sifat berkuasa, berkehendak, ilmu, mendengar, melihat dan berbicara. Maka jika Alloh itu tidak hidup, maka sifat-sifat tersebut tidak akan tetap (ada). Alloh Ta’ala berfirman, “Dan bertaqwalah pada Alloh yang Hidup dan tidak Mati” (QS. Al-Furqon : 58) dan Alloh Ta’ala berfirman “Dialah yang hidup tidak ada Tuhan selain Dia, maka sembahlah Dia dengan ikhlas karena beragama padaNya” (QS. Al Mukmin : 65). Dan Alloh Ta’ala berfirman, “Dan tunduklah semua (Maksudnya merendah diri) pada Alloh yang Maha Hidup lagi senantiasa mengurus (MakhlukNya)”. (QS. Thaha : 111)
(11 dan 12) Sifat Mendengar dan Melihat adalah keduanya sifat yang menetap pada Dzat Alloh Ta’ala yang dapat menyingkap (membuka) sesuatu yang ada. Maka Alloh Ta’ala Maha Mendengar segala sesuatu hingga mampu mendengar jalannya semut dipadang pasir yang hitam dimalam yang gelap dan Maha Melihat segala sesuatu yang tampak secara keseluruhan yang meliputi segala yang tampak (dapat ditemukan). Alloh Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Alloh telah mendengar ucapan seorang wanita yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya, dan mengadukannya kepada Alloh, dan Alloh mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Alloh Maha Mendengar lagi maha Melihat” (QS. Al Mujadilah : 1) dan Alloh Ta’ala berfirman “ pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”, mereka berdua berkata, “Ya tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas”, Alloh berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”. (QS. Thaha : 43-46).
(13) Sifat kalam adalah sifat Qodim yang menetap pada Dzat Alloh Ta’ala bukan berupa huruf atau bukan berupa suara yang menunjukkan pada seluruh maklumat ( ). Alloh Ta’ala berfirman, “Dan Alloh telah berbicara pada Musa dengan langsung”. (QS. An Nisa :164) dan Alloh Ta’ala berfirman, “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah kami tentukan dan tuhanNya telah berbicara langsung kepadanya”. (QS. Al A’raaf : 143). Dan Alloh Ta’ala berfirman, “Dan tidak ada seorang manusiapun bahwa Alloh berbicara dengan dia kecuali dengan perantra wahyu”. (QS. Asy-Syura : 51).
Dan jika Alloh Ta’ala mempunyai sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara maka secara otomatis Alloh Ta’ala mempunyai sifat-sifat berikut ini :
Dialah Yang Maha Perkasa
Dialah Yang Maha Berkehendak
Dialah Yang Maha Mengetahui
Dialah Yang Maha Hidup
Dialah Yang Maha Mendengar
Dialah Yang Maha Melihat
Dialah Yang Maha Berbicara
Sifat – sifat 20 ini terbagi menjadi 4 bagian :
Sifat Nafsiah adalah bernisbat pada kata nafsi (jiwa) maksudnya Dzat dan sifat nafsiah adalah tidak masuk akal bila Dzat tanpa sifat yaitu Esa Wujudnya.
Sifat Salbiah adalah bernisbat pada kata salbu maksudnya mentiadakan. dinamakan salbiah karena sifat-sifat itu tidak ada pada diri Alloh karena sifat – sifat itu tidak sesuai dengan keagunganNya. Sifat salbiyah tersebut ada 5 yaitu : Qidam, Baqa’, Mukholafatuhu Lilhawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniyah.
Sifat Ma’ani. Dinamakan Ma’ani karena sifat ini menetapkan pada Alloh Ta’ala makna Wujudnya yang menetap pada Dzatnya yang sesuai dengan kesmpurnaannya. Sifat Ma’ani ini ada 7 yaitu : sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat dan berbicara.
Sifat Ma’nawiyah adalah bernisbat pada sifat ma’ani yang berjumlah 7 yang merupakan cabang dari sifat ma’nawiyah. Disebut ma’nawiyah karena sifat itu menetap pada sifat ma’ani, yaitu bahwa Alloh Ta’ala Maha berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara.
Adapun hikmah menyebut sifat-sifat Ma’nawiyah yang terkandung dalam sifat ma’ani tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aqidah diterangkan dengan cara terperinci, karena pemikiran bodoh dalam masalah aqidah adalah masalah benar.
2. Mengcounter (menjawab) orang-orang mu’tazilah yang mengingkari sifat – sifat ma’nawiyah. Mereka berpendapat bahwa Alloh Ta’ala Maha berkuasa dengan Dzatnya, berkehendak dengan Dzatnya tanpa ada kekuasaan, dan kehendak dan sifat-sifat lainnya. Mereka bermaksud mengingkari sifat-sifat itu untuk mensucikan Alloh Ta’ala. Mereka berpendapat : Kami mensifati Alloh Ta’ala dengan sifat-sifat itu baik sifat itu hadits (baru) atau sifat-sifat itu qodim. Jika sifat-sifat itu hadits maka sifat-sifat itu menempati Alloh Ta’ala. Atau jika sifat – sifat itu Qodim maka sifat-sifat qodim itu berbilang (banyak) maka hal itu mentiadakan sifat wahdaniyah (Esa). Dan menjawab hal itu kami berpendapat : Sesungguhnya sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri dari DzatNya, hanya saja sifat-sifat itu mengikuti DzatNya yaitu sifat-sifat yang ada itu menempati DzatNya.


Sifat Jaiz bagi Alloh Ta’ala

Pengarang Nadhom ra. Berkata : “Dengan karunia dan keadilanNya, Alloh memiliki sifat boleh (wenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya”

Penjelasan
Sifat Jaiz bagi Alloh Ta’ala adalah boleh bagi Alloh mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, maka wajib bagi seorang mukallaf meyakini bahwa Alloh Ta’ala boleh menciptakan dan memilih hambaNya menurut kehendaknya, dan tidak sesuatupun (makhluknya) yang mewajibkan Alloh. Karena Alloh adalah pengatur secara mutlak, tidak ada seorangpun memilih bersamaNya karena seluruh urusan (hal) itu berada ditanganNya baik perkara baik atau buruk. Maka Dialah (Alloh) yang memberi, mencegah, memuliakan, menghinakan, memberi manfaat, memberi madhorot, mengampuni, menyiksa, menetapkan (hukum) dan memberi sanksi dan begitu seterusnya. Alloh Ta’ala berfirman : “Dan Tuhanmu menetapkan apa yang Dia kehendakidan memilihnya, tidak ada pilihan bagi mereka” (QS. Al Qashas : 68). “Katakanlah, Wahai Tuhan yang memiliki kerajaan. Kamu berikan kerajaan kepada orang yang kamu kehendaki dan kamu hinakan orang yang kamu kehendaki. ditanganMulah segala kebaikan. Sesungguhnya Kamu Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kamu masukkan malam kedalam siang dan Kamu masukkan siang kedalam malam. Kamu keluarkan yang hidup dari yang mati dan Kamu keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Kamu beri rizqi siapa saja yang Kamu kehendaki tanpa disangka-sangka” (QS. Ali Imron : 26 – 27) “Kepunyaan Allohlah segala apa yang ada dilangit dan apa yang ada didalam hatimu atau kamu menyembunyikannya niscaya Alloh akan membuat perhitungan dengan kamu atas perbuatanmu itu. Maka Alloh akan mengampuni siapa yang dikehendakiNya dan Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Al Baqarah : 284)

PASAL KEDUA
Para Nabi dan para Rosul Alaihi Sholatu Wassalam
“Sifat Wajib Rosul ‘Alaihi Sholatu Wassalam”
Pengarang nadhom r.a. berkata “Alloh telah mengutus para nabi yang memiliki 4 ifat yang wajib yaitu cerdas, jujur, menyampaikan (risalah) dan dipercaya”.

Kosakata
Arti Anbiya’ : dibuang huruf hamzah yang dipanjangkan secara darurat merupakan kata jamak dari kata nabi. Definisinya telah diterangkan sebelumnya.
Arti Fatonah : adalah kecerdasan yang sempurna dan tajam akalnya dalam mengalahkan saat berdebat, dalam mengemukakan hujjah dan menggagalkan tuntutan mereka yang bathil.
Arti Shiddiq : adalah kabar yang disampaikan (mereka) sesuai dengan kenyataan.
Arti Tabligh : adalah pengajaran mereka (para Rosul) kepada manusia akan Syariat-syariat Alloh agar dapat memberikan petunjuk kepada mereka untuk meraik kebahagiaan didunia dan akhirat.
Arti Amanat : adalah mereka terjaga secara Dhahir dan Bathin dari pengaruh jelek yang dilarang walaupun larangan itu makruh.

Penjelasan
Wajib bagi seorang mukallaf meyakini bahwa Alloh Ta'ala mempunyai para Nabi yang diutus. Alloh Ta'ala berfirman, "Rosul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. Demikian pula orang­-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Alloh, malaikat - ­malaikatNya, kitab-kitabNya dan Rosul-rosulNya. (Mereka mengatakan) Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang dari rosul-rosulNya dan mereka mengatakan, "Kami mendengar dan kami taati, (mereka berdo'a) Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepadaMulah tempat kembali" (QS. Al Baqarah : 285).
Wajib bagi seorang mukallaf mengetahui sifat wajib, sifat mustahil den sifat jaiz bagi Rosul. Adapun sifat wajib bagi Rosul ada 4 yaitu :
1. Sifat Fathonah : dan dalil tentang hal itu adalah jika sifat fathonah itu tidak ada pada diri Rosul maka mereka (para Rosul tidak mampu berhujjah dalam berargumentasi, dan hal itu tidak mengkin terjadi, karena Al Qur'an menunjukkan mengenai kemampuan para Rosul berargumentasi itu banyak sekali. Firman Alloh Ta'ala : "Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Nabi Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui" (QS. Al An'am : 83).
"Mereka berkata, Hai Nuh sesungguhnya kamu telah berargumentassi dengan kami, dan kamu lelah memperpanjang berargumentasi terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar" (QS. Hud : 32).
" Dan berargumentasilah pada mereka dengan cara yang baik"
(QS. An Nahl : 125).
Dan juga kita diperintahkan mengikuti jejaknya dan orang yang mengikuti jejaknya tidak akan menjadi orang bodoh.
2. Sifat Shiddiq : dan dalil tentang sifat tersebut adalah firman Alloh Ta'ala : “ “. (QS.Al Ahzab : 22).
"Dan benarlah Rosul-rosulNya". (QS. Yaasin : 52).
"Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Nabi Ismail di dalam Al Qur'an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rosul dan Nabt" (QS.Maryam : 54).
Karena mereka (para Rosul) jika sifat bohong itu boleh pada diri mereka maka kebohongan itu ada pada kabar (risalah) Alloh Ta'ala dan hal itu tidak mungkin terjadi.
3. Sifat Tabligh : dalil sifat tersebut adalah firman Alloh Ta'ala “Hai Rosul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan jika tidak kamu kerjakan maka kamu tidak menyampaikan amanatNya (risalahNya)" (QS. Al Maidah : 67).
"Selaku para Rosul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Alloh sesudah diutusnya para Rosul itu" (QS.An Nisa : 165).
Kabar gembira dan peringatan itu tidak sempurna kecuali bile disampaikan.
Karena jika mereka tidak menyampaikan syariat kepada manusia maka mereka berarti menyembunyikan syariat. Dan hal itu tidak mungkin terjadi karena menyembunyikan syariat merupakan aib/cacat yang besar. Yaitu ketika orang yang teledor dalam bersyariat memiliki alasan untuk membantah Alloh SWT atas dasar tidak adanya tabligh.

4. Sifat Amanah dalil tentang hal itu adalah firman Alloh Ta'ala : "Sesungguhnya Aku bagimu adalah utusan Alloh yang dapat dipercaya” (QS.Ad Dukhan : 18).
"Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang pengkhianat” (QS. Al Anfal : 58).
Karena jika mereka berkhianat dengan melakukan perbuatan yang haram atau makruh maka kita tidak dapat merubah/mengganti perbuatan haram dan makruh karma takut pada mereka (para Rosul). Alloh Ta'ala memerintahkan kita untuk mengikuti mereka baik ucapan, perbuatan den keadaan (sikapnya).

Mat Jaiz Para Nabi dan Rosul ‘Alaihi Sholatu Wassalam.

Pengarang nadhom berkata : ”Dan boleh didalam hak Rosul dari sifat beta tanpa mengurangi derajatnya,misalnya sakit yang ringan”.

Kosakata
- Arti Aradl : difathahkan huruf ro' nya adalah sesuatu yang bisa terjadi pada manusia seperti sakit dan yang lainnya.

Penjelasan
Dan sifat Jaiz pada haknya para Nabi dan Rosul Alaihi Sholatu Wassalam adalah adanya sifat-sifat (yang bisa terjadi) pada manusia yanag tidak menyebabkan terjadinya pengurangan pada martabat (kedudukan) mereka yang tinggi.
Maka wajib bagi seorang mukallaf meyakini bahwa mereka Alaihi
Sholatu Wassalam bersifat seperti yang dimiliki oleh manusia yang lainnya
seperti makan, minum, jual beli, masuk pasar, kawin, mati, hidup, merasakan
' kelezatan, merasakan sakit, sehat dan sakit. Namun, sifat-sifat yang ada dalam diri mereka (para Nabi dan Rosul) tidak menyebabkan orang-orang menjauhinya. Tidurnya beliau hanya matanya saja tetapi hatinya tidak, dan beliau mengeluarkan mani hanya memenuhi tempatnya ( ) bukan ihtilam (mengeluarkan mani karena mimpi). Karena ihtilam adalah permainan syetan, maka syetan tidak dapat menguasai mereka (para Nabi dan Rosul) dan penguasaan syetan lainnya.
Adapun sifat Aradl yang mengandung sifat kekurangan seperti kusta, lepra, tuli, buts, bisu, lumpuh, pincang dan buta sebelah, maka itu sernua mustahil terjadi pads mereka (para Nabi dan Rosul). Dan cerita yang mengatakan bahwa Nabi Syuaib alaihissalam buts, maka cents tersebut tidak ads dasarnya dan ceritan Nabi Ya'qub alaihissalam tertimpa kebutaan dan kebutaan tersebut akhirnya hilang (dapat melihat), begitu pula cerita ulat yang- keluar dari tubuh Nabi Ayub alaihissalam ketika beliau sakit adalah cerita bohong yang tidak berdasar. Dalil yang menunjukkan sifat-sifat Aradl basyariah (sifat-sifat yang terjadi pada setiap manusia) pada diri Nabi dan Rosul adalah firman AIloh Ta'ala
"Dan mereka berkata, mengapa Rosul ini memakan makanan dan herjalan di pasar?" (QS.Al Furqan : 7)
"Dan Kami tidak mengutus Rosul-rosul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan drpasar pasar" (QS.Al Furqan 20).
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beherapa Rosul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka keturunan" (QS.Ar Ra'ad : 38).
"Dan ingatlah kisah Nabi Ayub ketika ia menyeru Tuhannya "Wahai Tuhanku sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara para penyayang", maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya padanya dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Alloh" (QS.Al Anbiya 83-84).
”Muhammad itu tak lain hanyalah seorang Rosul, sungguh telah berlaku sebelumnya beberapa orang Rosul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang maka ia tidak dapat mendatangkan madharat kepada Alloh sedikitpun" (QS. Ali Imran : 144).

Penjagaan Para Nabi dan Rosul Alaihi Sholatu Wassalam
Pengarang nadhom r.a. berkata: ”Mereka mendapat penjagaan Alloh (dari perbuatan dosa) seperti para malaikat seluruhnya. (Penjagaan itu) wajib bahkan para Nabi lebih utama dari para malaikat”.

Kosakata
Ishmatuhum Kata Al Ishmah menurut bahasa adalah penjagaan secara mutlak sedangkan menurut istilah adalah penjagaan Alloh pada mereka dari dosa dan mustahil perbuatan dosa itu dilakukannya.

Penjelasan
Wajib bagi seorang mukallaf meyakini bahwa para Nabi dan Rosul 'Alaihi Sholatu Wassalam terjaga dari dosa-dosa (ma'shum) sebagaimana para malaikat terjaga dari dosa, mereka terhindar dari perbuatan maksiat, dann mereka meninggalkan maksiat itu wajib hukumnya den mereka tidak melakukan perbuatan yang diharamkan dan mereka tidak mernpunyai sprat kecuali dengan akhlak yang mulia. Karena mereka (para Nabi dan Rosul) adalah suri tauladan yang baik dan contoh yang tinggi sebagai kiblat manusia (tempat mengadu/menghadap) dan Alloh mendidik, membina dan mengajarkan mereka sehingga mereka (para Nabi dan Rosul) menjadi orang yang terdidik dan terpelajar. Dalil yang menunjukkan ishmah mereka adalah firman Alloh Ta'ala
"Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami” (QS.Ath thur :48)
"T'idak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang" (QS.Ali Imran : 161)
"Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dariKu supaya kamu diasuh dibawah pengawasanKu” (QS.Thaha : 39).
Dan mereka (para Nabi dan Rosul) lebih utama dari para malaikat sebagaimana pendapat jumhur Al Asyairah. Dan dalil hal itu adalah finnan Alloh Ta'ala : "Dan ketika Kami katakan pada para malaikat sujudlah kalian kepada Adam, makes sujudlah mereka” (QS.AI Baqarah : 34). Perintah pada para malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam adalah sebagai penghormatan. Jika saja Nabi Adam tidak lebih utama maka mereka tidak perintahkan sujud kepadanya. Termasuk hal yang wajib diyakini bahwa sebagian para Nabi dan Rosul itu lebih utama dari sebagian yang lain, berdasarkan firman Alloh Ta'a1a, "Rosul-rosul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain" (QS. Al Bagarah : 253), dan firman Alloh Ta'ala, "Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian Nabi-nabi itu" (QS. AL Isra' 55). Dan nash ini tidak bertentangan dengan firrnan Alloh Ta'ala, "Kami tidak membedakan diantara seorangpun dari para Rosul-rosulNya" (QS. Al Baqarah : 285). Karena makna ayat ini tidak membeda-­bedakan dalam risalah mereka dan mengimani mereka. Maka orang-orang yang beriman bukan seperti orang-orang yahudi dan nasrani yang hanya beriman pada sebagian para Nabi dan Rosul dan mengkafiri sebagian yang lainnya.­
Maka Ulul Azmi (Nabi yang mempunyai kesabaran, ketetapan dan mampu menahan kesulitan), Alloh Ta'ala berfirman, "Bersabarlah sebagaimana para ulul azmi bersabar" (QS.Al Qof : 35). Termasuk ulul azmi adalah: junjungan kita Nabi Muhammad, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Nuh Alaihi Sholatu Wassalam merupakan paling utama diantara para Rosul yang lainnya. Dan paling utama diantara ulul azmi secara mutlak adalah junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan termasuk yang wajib diyakini bahwa sebagian dari para malaikat lebih utama dari sebagian yang lainnya seperti para Rosul berdasarkan firman Alloh Ta'ala, "Alloh memilih diantara para malaikat seorang utusan ( ) dan paling utama diantara mereka adalah malaikat Jibril alaihissalam.

"Sifat mustahil Alloh Ta'ala & RosulNya `Alaihi Sholatu Wassalam"

Pengarang nadhom berkata,”Dan sifat mustahil adalah lawan dari sifat yang wajib maka hafalkanlah 50 sifat itu sebagai ketentuan yang wajib”.

Penjelasan
Sifat mustahil bagi Alloh Ta'ala, den rosulNya adalah lawan dari sifat wajib bagi Alloh Ta'ala den rosulNya, maka jumlah sifat mustahil itu sama seperti sifat wajib dan setiap mukallaf wajib mengetahuinya. Sifat mustahil bagi Alloh Ta'ala itu berjumlah 20 sifat yang terperinci sebagai berikut ini:
1. Sifat Adam (tidak ada) lawan dari sifat wujud
2. Sifat Hudust (baru) lawan dari sifat Qwidam
3. Sifat Fana' (rusak) lawan dari sifat Baqa’
4. Sifat Mumatsilah lilhawaditsi (sama dengan makhluknya) lawan dari sifat mukholafatuhu lilhawaditsi (berbeda dengan makhiuknya)
5. Sifat A'damu Qiyamuhu binafsihi (tidak berdiri sendiri) lawan dari sifat Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri)
6. Sifat Ta'dud (berbilang) lawan dari sifat Wahdaniyah (Esa)
7. Sifat A'juzn (lemah) lawan dari sifat Qudrat (berkuasa)
8. Sifat Al Karahah (terpaksa) lawan dari sifat Iradah (berkehendak)
9. Sifat Jahlun (bodoh) lawan dari sifat Ilmun (berilmu)
10. Sifat Mautun (coati) lawan dari sifat Hayat (hidup)
11. Sifat Shomamun (tuli) lawan dari sifat Same' (mendengar)
12. Sifat Umyun (buta) lawan dari sifat Basher (melihat)
13. Sifat Bukmun (bisu) lawan dari sifat kalam (berbicara)
14. Sifat Kaunuhu A'jizan (Dzat yang lernah) lawan dari sifat Kaunuhu Qoadiron (Dzat yang berkuasa)
15. Sifat Kaunuhu Kaarihan (Dzat yang terpaksa) lawan dari Kaunuhu Muriidan (Dzat yang berkehendak)
16. Sifat Kaunuhu Jaahilan (Dzat yang bodoh) larvan dari sifat Kaunuhu `Aliman (Dzat yang berilmu)
17. Sifat Kaunuhu Mayyitan (Dzat yang coati) lawan dari Kaunuhu Hayyan (Dzat yang hidup)
18. Sifat Kaunuhu Ashomma (Dzat yang tuli) lawan dari Kaunuhu Sami'an (Dzat yang mendengar)
19. Sifat Kaunuhu A'maa (Dzat yang buts), lawan dari sifat Kaunuhu Bashiran (Dzat yang melihat)
20. Sifat Kaunuhu Abkamu (Dzat yang bisu) lawan dari sifat Kaunuhu Mutakalliman (Dzat yang berbicara)
Dan sifat mustahil bagi para Nabi dan Rosul alaihimus Sholatu Wassalam ada 4 sifat yaitu
- Sifat Baladah (bodoh) lawan dari sifat Fathonah (cerdas)
- Sifat Kidzib (bohong) lawan dari sifat sidiq (jujur)
- Sifat Kitman (menyimpan) lawan dari sifat 'I'abligh (menyampaikan risalah)
- Sifat Khianat (berkhianat) lawan dari sifat Amanat (dapat dipercaya)
Aqidah-aqidah itu Wajib bagi kita menghafalkannya yaitu 50 sifat, perinciannya sebagai berikut ini:
- Sifat Wajib bagi Alloh ada 20
- Sifat Mustahil bagi Alloh ada 20
- Sifat Wajib bagi Rosul ada 4
- Sifat Mustahil bagi Rosul ada 4
- Sifat Jaiz bagi Alloh ada 1
- Sifat Jaiz bagi Rosul ada 1

Jumlah Para Rosul `Alaihimus Sholatu Wassalam dalam Al Qur'an

Pengarang nadhom r.a. berkata: "Adapun rincian nama para Rosul ada 25 itu wajib diketahui bagi setup mukallaf, maka yakinilah dan ambilah keuntungannya. Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud serfs Sholeh, Ibrahim ( yang masing-masing diikuti berikutnya)". "Luth, Ismail dan Ishaq demikian pula Ya'qub, Yusuf dan Ayyub dan selanjutnya". "Syuaib, Harun, Musa dan Alyasa', Dzulkifli, Dawud, Sulaiman yang diikuti". Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa den Thaha (Muhammad) sebagai penutup, maka tinggalkanlah jalan yang menyimpang dari kebenaran". "Semoga sholawat dan salam terkumpulkan pada mereka den keluarga mereka sepanjang masa".

Kosakata
- Kata Haqqaqa berarti yakinilah.
- Kata Ightanama berarti usahalah dan carilah jumlah mereka (para nabi dan rosul)
- Kata kulla muttaba berarti Nabi/Rosul yang disebutkan itu, Alloh mewajibkan kepada umatnya untuk mengikuti jejak mereka (para nabi).
- Kata ihtadzaa berarti Nabi Ayyub mengikuti jejak pare nabi yang terdalahulu yang sudah disebutkan.
- Kata Da'ghayya berarti tinggalkan jalan yang menyimpang dari kebenaran.

Penjelasan
Wajib bagi tiap mukallaf mengetahui nama-nama rosul yang telah disebutkan di dalam Al Qur'an secara terperinci, dan jumlah mereka ada 25 yaitu:
1. Nabi Adam adalah bapak leluhur manusia.
2. Nabi Idris adalah kakek dari ayah Nabi Nuh sebagaimana diriwayatkan dalam hadist Bukhari.
3. Nabi Nuh adalah Nabi yang diselamatkan oleh Alloh Ta'ala den j uga kaumnya dari tenggelam dengan disertai badai topan. Hanya saja anaknya tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam (akibat adzab Alloh) dan beliau terus berdakwah selama 950 tahun lamanya. Sebagaimana firman Alloh Ta'ala," Maka ia tinggal diantara mereka selama 1000 tahun kurang 50 tahun" (QS.Al Ankabut : 14). Beliau dinamakan bapak manusia kedua setelah nabi Adam karena keturunan beliau tersebar di seluruh penjuru dunia sejak masanya hingga masa kini.
4. Nabi Hud adalah Nabi dari keturunan Sam bin Nabi Nuh yang telah diutus Alloh ke kaum `Ad. Mereka (kaum `Ad) adalah kaum yang punya keahlian dalam bidang arsitek pembangunan (rumah) den mereka, tinggal di gunung-gunung di daerah Al Qof yang terletak di sebelah timur kota Hadramaut di negara Yaman. Tatkala mereka berbuat dusta kepada Nabi Hud, maka Alloh membinasakan mereka dengan angin shorshor. Alloh Ta'ala berfirman, "Adapun kaum Ad maker rnereka telah dibinasakan dengan angin sharshar (angin kencang lagi dingin dan keras suaranya) lagi amat kencang secara beruntun. Allah menimpakan angin itu kepada rnereka selama 7 malam den 8 hari secara beruntun, maka kamu lihat kaum `Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan rnereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah lapuk (tidak berisi)" ( QS. Al Haqqoh ; 2-6 ).
5. Nabi Sholih adalah Nabi dari keturunan Sam bin Nabi Nuh, Shohibun Naqoh (gelar Nabi Sholih karena beliau mempunyai mujizat berupa unta). Alloh mengutus Nabi Sholih ke kaum Tsamud den mereka (kaum Tsamud) adalah kaum yang punya keahlian memahat gunung-gunung menjadi rumah. Tempat tinggal mereka buat dari batu-batu yang dikenal di kota-kota Nabi Sholih yaitu antara Hijaz dan Syam di sebelah tenggara bumi (daerah) madyan yaitu daerah bersebelahan dengan teluk Agobah. Tatkala mereka mendustakan Nabi Sholih maka Alloh membinasakan mereka dengan suara teriakan malaikat Jibril. Alloh Ta'ala berfirman, "Adapun kaum tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan suara keras sekali yang melewatu batas (suara mengguntur)" (QS. Al Haqqah : 5).
6. Nabi Ibrahim adalah Kholilulloh (kekasih Alloh) dan Bapak para Nabi. Nasab beliau sambung dengan Sam bin Nabi Nuh, dan beliau adalah nabi yang diselamatkan oleh Alloh dari siksaan api raja Namrudz. Alloh Ta'ala berfirman,"Hai api jadilah dingin dan selamatkanlah alas Ibrahim, dan mereka hendak berbuat makar kepada Ibrahim, maka kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi "(QS. Al Anbiya' : 69-70).
7. Nabi Luth adalah anak dari saudara Nabi Ibrahim (keponakan Nabi Ibrahim) Kholilulloh yang diperintahkan oleh Alloh ke bumi "Yaduum" dimana telah hilang dari raut wajah kaumnya rasa malu (tidak punya malu), karena mereka mendatangi kaum lelaki yang sejenis (homoseks) bukan wanita yang lain jenis. Dan Alloh membinasakan mereka dengan cara negeri mereka yang diatas dijadikan di bawah (dibalik) dan dihujani dengan batu dari tanah dan Alloh menyelamatkan nabi Luth beserta pengikutnya kecuali istrinya yang dibinasakan beserta orang - orang yang telah dibinasakan (diadzab). Alloh Ta'ala berfirman, "Maka tatkala datang adzab kami, kami jadikan negeri kaum Luth itu yang diatas jadi dibawaha (dibalik) dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi yang diberi tanda oleh Tuhanmu dan siksaan itu tiada jauh dari orang-orang yang dzalim"(QS. Hud : 82-83).
8. Nabi Ismail bin Ibrahim adalah Nabi yang ibunya bernama Hajar, Alloh mengutusnya ke Qobilah Yaman dan Qobilah Amaliq (kata jamak dari kata Amlaqun yaitu qobilah yang orang-orangnya tinggi .tegak/gagah). Orang-orang Amaliq bertempat tinggal di jazirah Arab dari arah Syam. Kemudian mereka tersebar di berbagai arah setelah Nabi Ismail `alaihi sholatu wassalam mengeluarkan mereka (mengusir mereka).
9. Nabi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Alloh mengutusnya sebagai Nabi ke kaum an'am.
lO. Nabi Yusuf bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Rosululloh SAW bersabda, "Nabi mulia anak keturunan Nabi mulia anak keturunan Nabi mulia anak keturunan Nabi mulia yaitu Nabi Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim alaihimussalam" (HR Bukhori dari Ibnu Umar-pada bab awal penciptaan).
11. Nabi Ayyub adalah Nabi yang disebut oleh para pakar sejarah sebagai anak Aish bin Ishaq bin Ibrahim yaitu Nabi yang dijadikan contoh suri tauladan dalam kesabarannya.
13. Nabi Syuaib dikatakan sebagai anak keturunan Madyan bin Ibrahim, dan dikatakan pula bahwa beliau bukan dari keturunan Nabi Ibrahim. Sesungguhnya beliau adalah anak keturunan dari orang-orang yang beriman pada Nabi Ibrahim `alaihissalam dan ikut hijrah dengan Nabi Ibrahim ke negeri Syam. Tetap beliau (Nabi Syuaib) anak dari anak perempuan Nabi Luth (cucu perempuan Nabi Luth dari puteranya). Alloh Ta'a1a mengutusnya ke penduduk madyan dan mereka adalah penduduk yang mengkufuri Alloh dan jelek dalam bermuamalah dengan orang lain yaitu mereka mengurangi timbangan dan ukuran sesuatu dan mereka merusak (dalam mentasarufkan) harta mereka. Tatkala mereka mendustakan Nabi Syuaib, maka Alloh membinasakan mereka. Sehingga daerah mereka ditimpa kelaparan karena ulah mereka, seakan-akan mereka tidak dapat mendiaminya dan mereka tidak dapat hidup didalamnya. Alloh Ta'ala berfrman, "Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-­rumah mereka, yaitu orang-orang yang mendustakan Nabi Syuaib, mereka itulah orang-orang yang merugi"(QS.A1 A'raf 91-92). Kemudian Alloh mengutusnya ke penduduk Aikah dekat dari daerah Madyan. Tatkala mereka mendustakan Nabi Syuaib, maka Alloh menimpakan adzab pada mereka pada hari dinaungi awan yaitu Alloh menimpakan pada mereka rasa panas selama 7 hari, sehingga air-air mereka kekeringan, kemudian awan itu minggiring mereka. Kemudian mereka berlindung dibawah awan karena rasa panas sekali. Setelah itu awan itu menurunkan hujan api sehingga api itu membakar mereka dan membinasakannya. Dan hari itu disebut dengan Yaumud dzullah. Alloh Ta'ala berfirman, "Kemudian mereka mendustakan Syuaib, lalu mereka ditimpa adzab pada hari mereka dinaungi awan, sesungguhnya adzab itu adalah adzab hari yang besar"(QS. Asy syu'araa : 189).
14. Nabi Harun bin Imran bin Qoohit bin Laway bin Ya'qub.
15. Nabi Musa Kalimullah adalah saudara kandung Nabi Harun, Alloh mengutusnya supaya memberi petunjuk pada Fir'aun dan kaumnya.
15. Nabi Ilyasa' bin Akhtub bin 'Ajuuz terrnasuk para Nabi dari kalangan Bani Israil.
16. Nabi Dzulkifli bin Ayyub, namanya yang asli adalah Basyar. Alloh mengutusnya menjadi seorang Nabi setelah bapaknya dan memberi nama Dzulkifli.
17. Nabi Daud, nasabnya bersambung dengan Yahudza dan Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim, Alloh menjadikannya raja di kalangan Bani Israil.
18. Nabi Sulaiman bin Daud, Alloh menjadikannya raja dikalangan Bani Israil setelah bapaknya Nabi Daud.
19. Nabi Ilyas, nasabnya bersambung dengan Nabi harun bin. Imron saudara Nabi Musa. Alloh mengutusnya ke kaumnya yaitu Bani Israil.
20. Nabi Yunus bin Matta, Alloh mengutusnya ke kaumnya di Nainawa nama daerah di daerah maushil dan Beliau diselamatkan Alloh dari kesedihan yang menimpanya. Beliau disebut Dzun nun maksudnya prang yang ditelan ikan nun (ikan paus).
21. Nabi Zakaria adalah Nabi dari keturunan Nabi Sulaiman, dan beliau besar dikalangan Bani Israil, dan Beliau orang yang mendekatkan diri (pada Alloh) dengan cara berqurban di Baitul Maqdis dan membacakan kitab Taurat pada Bani Israil dan Beliau meninggal dunia secara syahid.
22. Nabi Yahya bin Zakaria dan disebutkan bahwa Beliau lahir sebelum Al Masih (Nabi Isa As) dan Beliau meninggal dunia secara syahid.
23. Nabi Isa bin Maryam dan Beliau adalah hamba Alloh dan RosulNya dan kalimatulloh (ucapan Alloh) yang dilontarkan pada ibunda Maryam dan sebagai ruhNya (Alloh), Beliau adalah Nabi dan Rosul Alloh yang terakhir dari Bani Israil. Dan Beliau mendapat gelar Al Masih. Nama Al Masih berasal dari bahasa Ibrani yang murni dan berjulukan Ibnu Maryam. Dan termasuk hikmah Ilahiyah yang jelas bahwasannya Alloh menciptakan Nabi Adam tanpa ayah dan ibu, dan Nabi Isa diciptakan tanpa ayah dan manusia lainnya secara normal dari ayah dan ibu.
25. Nabi kita Muhammad SAW adalah penutup para Nabi dan para Rosul dan termasuk pemimpin para umat terdahulu dan akan datang. Alloh mengutusnya kepada manusia secara keseluruhan dan memberi rahmat pada alam semesta. Alloh Ta'ala berfirman, "Dan tidak akan Kami utus kamu kecuali sebagai rahmat untuk sekalian alam ". Dan Rosululloh SAW bersabda, "Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya yaitu seperti seseorang yang membangun suatu bangunan kemudian saya menjadikannya bagus dan indah kecuali ada satu batu bata yang berada di pojok (belum terpasang), kemudian orang-oarng mengelilinginya (sambil memperhatikannya) dan mengaguminya dan mereka berkata, "T'idakkah anda meletakkan batu bata ini? Kemudian saya (Rosululloh) yang meletakkan satu batu bata itu dan sayalah penutup para Nabi. ( IIR.Muttafaq alaih dan lafadz dari Imam Muslim )
Dan mereka para Rosul Sholawatullohi Alaihim wa a'la alihim, mereka telah disebutkan di dalam Al Qur'an karim sebanyak 18 Rosul yang disebutkan dalam surat Al An'am da 7 Rosul lainnya dalam berbagai ayat.
Alloh Ta'ala berfirman
"Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk mengahdapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajata. Seseungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui"(QS. Al an'am : 83).
"Dan Kami telah anugerahkan Ishaq dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk dan dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik"(QS.Al An'am : 84).
"Dan Nabi Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang sholih, dan Nabi Ismail, Alyasa’, Yunus dan Luth dan masing­-masingnya Kami lebihkan derajatnya"(QS. Al An'am 83-84).
"Sesungguhnya Alloh telah memilih Adam, Nuh, keluarga Nabi Ibrahim dan keluargalmran melebihi segala umat"(QS. Ali Irnran : 33).
" Dan kepada kaum Aad (Kami utus) saudara mereka Huud”(QS. Huud 50).
"Dan ingatlah kisah Nabi Ismail, Idris dan Dzulkifli, mereka semua lermasuk orang-orang yang sabar. Dan Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang sholih" QS.AI Anbiya' : 85-86 ).
"Mohammad itu sekali-sekali bukanlah bapak dari seseorang laki-laki diantara kamu tetapi dia adalah Rosululloh dan penutup Nabi-naxbi"(QS. Al Ahzab . 40).
Dan ada diantara para Nabi dan Rosul yang tidak disebutkan dalam Al Qur'an. Alloh Ta'ala berfirman,"Dan (Kami telah mengutus) Rosul-rosul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu dan para Rosul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu"(QS. An Nisa' : 164). Telah terjadi perselisihan mengenai jumlah para nabi dan rosul. Dan yang dikenal mengenai hal itu adalah bahwa jumlah para Nabi yaitu 124.000 dan para Rosul termasuk para Nabi yaitu 313 ( Sebagaiman yang di riwayatkan oleh Ibnu Mardawiyah dari Abu Dzar r. a. Lihat Ibnu Katsir i/585 ). Syaikh Al Bajuri berpendapat : Pendapat yang shahih mengenai para Nabi dan Rosul adalah tidak membatasi jumlah dengan hitungan tertentu karena hal itu bisa menetapkan kenabian pada seorang yang realitasnya bukan Nabi atau sebaliknya menabikan kenabian pada seorang padahal realitasnya die benar-benar Nabi.
PASAL KETIGA
Mengenai para malaikat’alaihimussalam. Siapakah mereka itu dan
tabiat mereka-(para malaikat yang berjumlah 10).

Syaikh Nadhim r.a berkata : "Adapun para malaikat itu tetap tanpa bapak dan ibu, tidak makan den tidak minuet serta tidak tidur."

Pejelasannya :
Wajib bagi setiapmukallaf meyakini bahwa Alloh mempunyai para malaikat alaihimussalam. Alloh Ta'ala berfirman,"Rosul telah bersabda kepada Al Qur'an yang telah diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman semuanya beriman kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya den Rosul-rosulNya "(QS, Al Baqarah 285). Dan mereka para malaikat tidak memiliki sifat sebagaimana yang dimiliki oleh manusia, dan oleh sebab itu mereka (para malaikat) diciptakan tanpa ada perantaranya (melalui) seorang bapak dan ibu. Dan mereka tidak makan, minum dan tidur. Dan mereka tidak bersifat (berjenis) laki-laki, perempuan dan banci, maka barang siapa yang meyakini jenis mereka laki-­laki maka ia telah berbuat bid'ah yang fasik. Dan ada dua pendapat (mengenai para malaikat) yang dianggap kafir yaitu : (1) Barang siapa yang meyakini bahwa malaikat adalah banci maka dianggap kafir, karena keterangan tersebut sudah termasuk dalam firman Alloh Ta'ala,"Dan mereka menjadikan para malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Alloh Yang Maha Pemurah yang berjenis perempuan"(QS. Az Zukhruf : 19). (2) an dianggap lebih kafir yaitu barang siapa yang meyakini para malaikat adalah perempuan, karena hal itu menambah kekurangan sifatnya, sedangkan mereka (para malaikat adalah jisim yang bercahaya lembut dengan ruh-ruh yang mampu wajib membentuk dari bentuk yang satu kebentuk yang bermacam-macam. Nabi Mohammad SAW bersabda,"Para malaikat diciptakan dari cahaya, dan para jin diciptakan dari nyala api dan diciptakan Nabi adam dari sesuatu yang disifatkan kepadamu."(HRMuslirn). Alloh Ta'ala berfirman,"Lalu Kami mengutus kepadanya, maka ia menjelma dihadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna." (QS.maryam : 17). Dan sabda Nabi Muhammd SAW,"Dan terkadang malaikat itu menjelma menjadi seorang laki-laki padaku kemudian ia berbicara padaku maka aku paham apa yang diucapkannya."(HR. Bukhari).Dan para malaikat itu mempunyai sayap sebagian mereka mempunyai 2 sayap, ada yang 3 sayap, 4 sayap dan ada yang lebih dari itu. Alloh Ta'ala berfirman,"Segala puji bagi Alloh pencipta langit dan bumi yang menjadikan malaikat sebagai utusan yang punya sayap, ada yang dua, tiga dan empat. Alloh menambahkan paas ciptaanNya apa yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Alloh Maha Kuasa atas Segala sesuatu."(QS. F'aathir Imam Muslim meriwayatkan hadits dari sahabat ibnu Mas'ud r.a. bahwasannya Rosululloh melihat malaikat Jibril a.s mempunyai 600 sayap. Dan mereka (para malaikat) bertabiat taat secara sempurna, pada Alloh dan melaksanakan perintah-perintahNya, dan mereka bersih dari syahwat hewaniah dan terlepas dan kecenderungan seksual, dan terhindar dari dosa-­dosa dan kesalahan. Alloh Ta'ala berfirman,"Mereka (para nurlaikat) takut pada Tuhan mereka dan atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan pada mereka. "(Q.S An Nahl). Alloh Ta'ala berfirman, "Mereka tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(QS. At Tahrim : 6). Dan diantara mereka terdapat malaikat yang bertugas sebagai juru tulis (Al Kalabah), penjaga (Al Hafadlotu), penjaga Arsy (Hanurlatul Arsy), pembaca tasbih (AI Musabbihun), memintakan ampunan orang-orang mukmin (Al Mustaghfiruurur lilmukminiina), senantiasa sujud (As saajidun), mengatur shof (Ash shoofun), yang mengatur peredaran siang dan malam hari (Al Mutaa'gibirrra bil laili wan nahar), pemberi rahmat (malaikatur rahmah), malaikat yang berjalan mencari majelis dzikir (malaikat sayyaratu) dan lain sebagainya. Alloh Ta'ala berfirman,"Tiada seorangpun diantara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu."(QS. Ash Shaffaat 164). Dan mengenai penjelasan 10 malaikat serta tugas-tugasnya akan dijelaskan dalam dua bait berikutnya.

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Call Upon the Men of God for Blessings and Support (Naqshbandi Haqqani)


Call Upon The Men of God
Brings About Heavenly Emanations and Immense Blessings

Tawassul [ The Rope of Mercy by which to connect to the Heavens ]

BismAllah Al Rahman Al Raheem
Ya Sayid As-sadati wa Nural mawjudat Ya man huwal malja’u li man
massahu dayman wa ghammun wa alam Ya Aqrabal wa sa ili ilallahi ta’ala
Wa Ya Aqwal mustanadi Atawassul ila janabikal adham bi haula is-
sadati wa ahlillah wa ahli baytikal kiram Li dafi durrin la yudfa’u
illa bi wasitatikaWa rafi dayman la yurfa’u illa bi dalalatika Bi
Sayidi wa Mawlayi Ya Sayidi Ya Rasullullah Ya Rahmatan lil alamin Al
Fatihah


Prophet Muhammad ibn Abd Allah, Salla Allahu `alayhi wa alihi wa
sallam
Recite “ Ya Mawlana “ before each name :
Abu Bakr as-Siddiq,
Salman al-Farsi,
Qassim ibn Muhammad ibn Abu Bakr
Jafar as-Sadiq,
Tayfur Abu Yazid al-Bistami,
Abdul Hassan Ali al-Kharqani,
Abu Ali al-Farmadi,
Abu Yaqub Yusuf al-Hamadani,
Abul Abbas, al-Khidr, alayhi-s-salam
Abdul Khaliq al-Ghujdawani,
Arif ar-Riwakri,
Khwaja Mahmoud al-Anjir al-Faghnawi,
Ali ar-Ramitani,
Muhammad Baba as-Samasi,
as-Sayyid Amir Kulal,
Muhammad Bahauddin Shah Naqshband,
Ala'uddin al-Bukhari al-Attar,
Yaqub al-Charkhi,
Ubaydullah al-Ahrar,
Muhammad az-Zahid,
Darwish Muhammad,
Muhammad Khwaja al-Amkanaki,
Muhammad al-Baqi bi-l-Lah,
Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi,
Muhammad al-Masum,
Muhammad al Faruqi alMujaddidi,
as-Sayyid Nur Muhammad al-Badawani,
Shamsuddin Habib Allah,
Abdullah ad-Dahlawi,
Khalid al-Baghdadi,
Ismail Muhammad ash-Shirwani,
Khas Muhammad Shirwani,
Muhammad Effendi al-Yaraghi,
Jamaluddin al-Ghumuqi al-Husayni,
Abu Ahmad as-Sughuri,
Abu Muhammad al-Madani,
Sharafuddin ad-Daghestani,

Sayyidina wa Maulana Sayyidina Sultanul Awliya Sayyidina Sheikh
Abdullah al-Faiz ad-Daghistani, Nagib ul Ummah, Waiz Ul Ummah Sirr
Kawthar, Sirr Qalam.

Sayyidina wa Maulana Burhanul Karama Ghauthul annam Sayyidina Sheikh
Muhammad Nazim al-Haqqani

More of Allahs Pious Servants :
Sayyidina wa Maulana Madad ul Haqq Qutub al Mutasarif Shaykh Hisham Al-
Kabbani Hujat Allah Al Muqles ,

Maulana Qutub Ahktab Shaykh Adnan al Qabbani

Ya Sahibul Zaman Ya Sayyidian Muhammad Mahdi alaihis-salam Ya Sahibul
Waqt,
Ya Sayyidina ‘Isa Ruh HuAllah

Wazirs of Sayedena Mahdi [as]
Ya Mawlana Shahmatul Fardani
Ya Moulana Yusuf as-Siddiq
Ya Mawlana Abdul Rauf al-Yamani
Ya Mawlana Imamul Arifin amanul Haq
Ya Mawlana Lisanul Muttakalimin Awnallah Sakhawi
Ya Mawlana Arrifal Tayar al Ma’ruf bil Mulhan
Ya Mawlana Burhanul Karama Ghauthul annam
Ya Sahibul Zaman Ya Sayyidian Muhammad Mahdi alaihis-salam

Wa Sahibul Ansar Ya Khidr
Ya Jibrail ,Ya Mikhail, Ya Israfil
Ya Israel, Ya Munkar aini ,
Ya Zakirin
Ya Sayyidina Malik
Ya Sayyidina Ridwan
Ya Miyu’ar ma ishri inal fa-anbiya wal mursalin
Ya Aba Ayub al-ansari
Ya Uwassil Qarani
Ya Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq summa Umar summa Othman summa Ali
Ya Sayyidina Hamzah
Ya Fatimahtuz-Zahrah
Ya Hasan Ya Hussain
Ya Budala
Ya Nujaba
Ya Nuqaba
Ya Awtad : Ya Sayidina Abdul Alim,
Ya Sayidina Abdul Hayy, Ya Sayidina Abdul Qadir,
Ya Sayidina Abdul Wahid

Ya Akhiyar
Ya Mala’ikatal kiram
Ya Ayyuhal Jinn Ya Sayidina Hazaaz,
Ya Hayyatan Awliya
Ya Zarrat al-Awliya
Ya Saddatun-Naqshbandiyyun
Ya Sa iri Tariqat al-aima

Qaddasallahu ta’ala arwahahumu zakiyya Wa nawwarallahu ta’ala
adrihatahumul mubaraqah
Wa a’adallahu ta’ala ‘alayna min barakatihim wa fuyudatihim da’ima
Wal hamdulillahi rabbil alamin
Al-Fatiha

Source :http://www.opensubscriber.com/

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Kamis, 07 Mei 2009

Talqin

Source :http://www.pesantrenvirtual.com
http://www.islam786.org
http://salafytobat.wordpress.com

Talqin
Ditulis oleh Dewan Asatidz


Tanya:

Pak Ustad,
Bagaimana hukumnya membaca Talqin? Sebab pendapat Wahabi talqin itu tidak perlu.

Mohon dijelaskan.
Ahmad Naufal - Mataram Lombok NTB


Jawab:

Hukum talqin, yaitu embaca beberapa bacaan yang artinya "Wahai fulan, bacalah la'ilaha illallaah, Asyhadu an laailaaha illallahu 3x . Katakan bahwa tuhanku Allah, Nabiku Muhammad dan agamaku Islam" atau ungkapan-ungkapan sejenis.

Diriwayatkan, talqin dilakukan oleh orang beberapa generasi Tabi'ien, seperti Rasyid bin Sa'd, Dhamrah bin Hubaib dan Hakim bin Umairah. Mereka melandasakan talqin kepada hadist Abi Umamah: Rasuullah bresabda: "Apabila salah seorang dari kalian meninggal dunia dan kalian telah mengubur dia, maka berdirilah salah satu dari kalian di atas kepala kuburan dan bacalah...... (dan seterusnya)". (H.R. Ibnu Shaheen dalam kitabnya "Kitabul Maut" dengan sanadnya).

Imam Nawawi (dari mazhab Syafi'iyah) mengatakan, meskipun sanad hadis tersebut lemah, tapi bisa dipakai. Ulama ahli hadis melihat bahwa menggunakan hadis lemah untuk mengajak kepada pekerjaan yang dianjurkan agama hukumnya boleh, apalagi hadis tersebut diperkuat dengan hadis Amr bin Ash yang menyatakan "Maka berdoa'lah (untuk mayit) agar diberi ketabahan" (H.R. Bukhari & Muslim). Masyarakat Syam (Siria) diriwayatkan menjalankan talqin sejak dulu kala sampai sekarang.

Perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ini, sbb:

1. Ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa talqin hukumnya sunnah dengan landasan hadis di atas (Majmu' J : 5 h : 303).
2. Ulama Hanbaliyah menyatakan sunnah juga (Mughni, J:2 h : 377).
3. Ulama Malikiyah menyatakan makruh, karena sesuai dengan disiplin mazhab Malikiyah yag memperketat penggunaan hadis lemah.
4. Tidak ditemukan masalah ini dalam kitab-kitab Hanafiyah.


Wallahu A'lam.


Muhamad Niam

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini

Wacana : Konsep Manusia Sempurna

Source :http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id
http://alangalangkumitir.wordpress.com
http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id

KONSEP MANUSIA SEMPURNA
Oleh : Siti Saudah dan Nusyirwan

Abstract: Human being is the highest creature among all creatures.
Even, he is higher than the world and it is very important for it.The
perfection of the world depends on him, Human being in relation to
the universe is like spirit for body.
The world without human being is like a unclear mirror which
can not refract a picture. The picture of God can not be seen in the
mirror clearly so God command that the clear mirror of the world can
refract His picture clearly. The human being is the clearness of mirror
and the shape of the picture.
The most perfect mirror for God is the perfect human being,
because he refracts all the names and the behaviour of God. However,
other refract only a few parts of the names and the behaviour of God.
The perfect human being, faces all existances of individualism.
Spiritually he faces higher individualism; the body he faces lower
individualism. His heart faces to (al-Arsh), His soul faces to apen (al-
Qalam) and his spirit faces to (lauh -Mahfudz).

Kata kunci: Cermin, budi, manusia sempurna

Dengan berkat rahmat dan inayah-Nya semata, manusia telah diciptakan
dengan segala kesempurnaan bahkan dinyatakan secara isyarat di dalam firman-
Nya: bahwa "manusia adalah makhluk sempurna dan termulia dari seluruh
makhluk ciptaan" (QS. 95:4). Demikian itulah keagungan sifat Allah Kepada
manusia, Manusia yang sebenarnya dicipta dari bahan yang sangat hina ternyata
dengan segala kemurahan kasih-Nya dibimbing dan didekatkan kepada-Nya
selaku makhluk termulia atau tertinggi di antara makhluk ciptaan (QS. 17:70).
Sehingga manusia yang berkeadaan mulia dan tinggi diantara makhluk ciptaan
dapat dijadikan wadah kecintaan Allah, karena haqiqi manusia diciptakan tidak
lain untuk dijadikan wadah kecintaan Allah (Mounadi; 1987:2).
Menurut al-Jilli, nama esensial dan sifat-sifat ilahi pada dasarnya menjadi
milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yakni sebagai
keniscayaan yang inheren dalam esense dirinya. Demikianlah, dengan ungkapan
yang sering kita dengar bahwa Tuhan berfungsi sebagai kaca bagi manusia, juga
demikian halnya manusia menjadi kaca tempat Tuhan melihat dirinya. Sebagai
kaca yang dipakai seseorang melihat bentuk dirinya dan tidak bisa melihat
dirinya itu tanpa adanya kaca tersebut, maka sedemikianlah hubungan yang
berlangsung antara Tuhan dan manusia sempurna.
Tuhan itu "menyatakan diri" dalam dua cara yakni, dengan berbagai tamsil
objektif, ayat-ayat kauniyah, epifani dan secara pribadi bagi pribadi-pribadi
pilihan yang paska muthmainnah yakni, Teofani. Nabi-nabi, Rasul-rasul Allah
adalah contoh pribadi pilihan yang layar kesadarannya mendekati layar kesadaran sejernih-jernihnya di sisi-Nya, yakni papan yang sangat mulia Lauh al Mahfudz.
Manusia tidak hanya terdiri dari unsur jasadiyah, tetapi hal yang lebih
penting lagi dari jasadiyah adalah keberadaan unsur daya potensi ketenagaan di
dalam diri yang menggerakkan dan mengaktifkan jasadiyah, Ketenangan inilah
yang harusnya menjadi pusat perhatian manusia, karena tidak ada artinya bila
hanya sepihak jasadiyah yang diperhatikan, sementara beberapa unsur di dalam
diri yang sifatnya katenangan diabaikan saling berbenturan (Moenadi, 1987:4)
Unsur-unsur itu merupakan penentu setimbang tidaknya pertumbuhan unsur
daya-potensi ketenagaan di dalam diri manusia. Sedangkan yang dimaksud
unsur-unsur ketenagaan di dalam diri itu adalah: unsur ruh, unsur rasa unsur hati ,
unsur akal dan yang terakhir unsur nafsu (Moenadi, 1987: 16). Konsep manusia
sempurna seperti yang ditulis Soejono Redjo dalam 'Dongeng Kaca Benggala
Ageng' menunjukkan pada penjelasan tentang manusia sempurna yaitu manusia
yang lupa akan diri (ora korup marang wujude kang mukmin) (Soejono, 1922:15)
tidak lain hanya mengakui pribadi yang satu tanpa warna dan rupa, namun semua
warna dan rupa itu merupakan sifat/watak, yaitu bukan arah atau tempat, namun
berdiri ditengah-tengah arah di sepanjang tempat.
Adanya kaca benggala itu ibarat sifat / watak manusia yang sudah
sempurna, yaitu manusia yang sudah tidak sombong (korup) pada diri sendiri
artinya, tidak sekalipun mempunyai niat memamerkan diri, membandingkan diri,
Ujub, riya, takabur, bidngah dsb. Yang seperti itu karena bening budinya, serta
tidak bernafsu, dengan demikian hidupnya hanya mencari keselamatan sesama,
serta membuat kesenangan hati semua.
Seperti dijelaskan dalam martabat tujuh dengan kata mudah yang berasal
dari istilah muhdats. Mudah terdiri dari: nur, rahsa, ruh, nafsu dan budi. Mudah
yang empat kemudian diterangkan sebagai berikut: (1) budi : keadaan pranama,
menarik kejelasan kehendak menjadi pangkal pembicara, (2) nafsu : keadaan
hawa, menarik kejelasan suara, menjadi pangkal pendengaran, (3) suksma (roh) :
keadaan nyawa, menarik kejelasan cipta, menjadi pangkal perasaan, (4) Rahsa :
keadaan atma, menarik kejelasan kuasa, menjadi pangkal perasaan (Simuh,
1988:313)
Dalam buku Kaca Wirangi yang diberi judul tulisan 'Kaca Benggala
Ageng' ini mengumpamakan sesuatu yang mengandung cahaya dan warna itu
adalah manusia karena, manusia mempunyai cahaya dan warna (budi dan
rahsa).Untuk lebih detailnya yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah
bagaimanakah konsep manusia sempurna itu?

ASPEK RAHSA DAN BUDI
Manusia yang sempurna tidak memperlihatkan keadaan dirinya,
membandingkan dengan yang lainnya. Keadaan semua orang dirasakan sifatnya
pribadi, karena baik dan buruk dirinya tersembunyi, jadi cermin memperlihatkan
keadaan orang lain, seperti sama pada dirinya. Cara memandang keadaan satu
sama lain itu benar serta tidak melibatkan rahsa. Benar artinya, sesuai dengan
kenyataannya. Tidak melibatkan rahsa artinya, tidak senang atau benci dengan
yang baik dan buruk atau benar dan salah.
Rahsa
Rahsa itu mungkin sulit untuk dilihat dengan mata, namun manusia
biasanya merasakan antara lain: panas, dingin, sakit, enak, perih, capek, bosan,
risih, pekewuh, melas, lega, kaku, kaget dsb, itu semua adalah kekuatan dari
rahsa.
Hati lebih halus dari pada badan, dan keduanya ini sebenarnya beda alam
dan jamannya. Seperti, dingin, sakit, enak, perih, capek, bosan dsb, ada yang
dirasakan hati tetapi ada juga yang dirasakan oleh badan. Contohnya kalau
panasnya badan bisa disiram dengan air, tetapi kalau panasnya hati tidak.
Ada juga apa yang dirasakan hati tidak sama dengan apa yang dirasakan
badan seperti: suka, susah, gembira, benci, kagum, menyesal, malu, gugup,
takut, khawatir, sedih, iri hati, marah, kasihan, terenyuh dsb, yang demikian itu
hanya ada di dalam hati.
Rahsa adalah wujud getar (obah-obahan) terkadang juga bisa diam/berhenti
(ngumpul-mligi). Rasa adalah tempatnya rahsa yang mencakup semua rahsa. Jadi
rasa diumpamakan badannya, rahsa diumpamakan tangannya, atau bisa juga rasa
diumpamakan pohon dan rahsa diumpamakan cabangnya (Soejono, 1922: 24).

Budi
Budi itu adalah cahaya yang menyinari hati/rohnya manusia, yang berwujud
terangnya pikiran (angan-angan). Terangnya pikir diumpamakan rembulan, dan
terangnya budi diumpamakan matahari (cahaya rembulan itu sebenarnya adalah
cahaya matahari) (Soejono, 1922:25).
Manusia tidak dapat mengetahui bentuk dari budi, namun manusia
merasakan kekuatannya, yaitu: sinarnya. Orang yang waspada bisa mengetahui
sinarnya budi yang ada pada orang lain. Orang yang bersih/bening budinya,
tenang (lerem rahsane) diumpamakan seperti berlian. Orang yang terang budinya
namun masih tebal rahsanya, diumpamakan mirah (mirah delima). Orang yang
gelap budinya dan tebal nafsunya, cahayanya suram, hanya terlihat warnanya
saja, itu diumpamakan sayapnya kupu-kupu.
Jadi bedanya rahsa dan budi adalah: rahsa untuk merasakan enak dan tidak
enak, merasakan nikmat (nandhang lan ngasakake nikmat), namun budi itu
hanya mengingat, pintar (waskitha), ahli (pranawa), mengerti. Budi tidak dapat
merasakan suka, duka ,senang, benci, dsb, hanya menunjukkan pada sesuatu yang
benar.
Untuk membedakan budi dengan rahsa itu sama dengan orang membedakan
cahaya dengan warna. Cahya itu adalah sesuatu yang bisa membuat terang, kalau
warna adalah sesuatu yang diterangi oleh cahaya. Warna merah, hijau, kuning itu
ada jika diterangi oleh cahaya, begitu juga cahaya tidak bisa jadi merah, kuning,
hijau dsb jika tidak mengandung warna. Jadi warna dan cahaya itu sudah menjadi
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, namun masih jelas bedanya kalau
warna itu bukan cahaya dan sebaliknya cahaya itu bukan warna.
Budi itu adalah sesuatu yang menunjukkan pada benar dan salah, tanpa
warna hanya terang benderang, kalau rahsa adalah sesuatu yang merasakan enak dan tidak . Manusia bisa merasakan suka, duka dsb karena adanya budi. Dan
yang dirasaka suka, duka benci, senang dsb, itu adalah kekuatan rahsa. Jadi budi
dan rahsa itu sudah menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, meskipun
jelas perbedaannya.
Untuk lebih jelasnya misalnya, Ada seseorang sedang duduk, kemudian
ingat sesuatu karena ingat sesuatu tadi, hatinya menjadi senang atau sedih,
dengan begitu sesuatu yang digunakan untuk mengingat dan sesuatu yang dipakai
untuk susah atau senang itu tidak sama. Jadi yang dipakai mengingat itu namanya
budi, yang dipakai susah dan senang itu yang dinamakan rahsa. Budi dan rahsa
mempunyai alam dan jaman yang berbeda.
Manusia merupakan kesatuan tujuh unsur; jasad, budi, nafsu, ruh, sir
(rahsa), nur dan hayyu (hidup). Ketujuhnya saling berhubungan merupakan
kesatuan. Gerakan badan dipengaruhi oleh budi, budi dipengaruhi oleh nafsu.
Nafsu dipengaruhi oleh ruh atau suksma. Suksma mendapat pengaruh dari rahsa,
dan rahsa menerima pengaruh dari nur. Nur menerima pengaruh dari hayyu, dan
hayyu pelaksana dari af'al Dzat dan merupakan tajlli Dzat. (Simuh, 1988:314)
Manusia yang dapat mengembangkan kehidupan rohaninya, akandapat
memperlihatkan ketujuh martabat di bawah ini, dan akan menjadi insan kamil
(manusia yang sempurna), di mana kehidupan dan tindak-tanduknya merupakan
pencerminan kehidupan dan af'al (perbuatan) Tuhan di bumi. Dalam keadaan
manunggal dengan Tuhan, maka manusia adalah rahsa Tuhan, dan Tuhan adalah
rahsa manusia. Karena kalbu mukmin adalah baitullah (Rumah Tuhan) (Simuh,
1988:320)
1. Martabat Ahadiyat, yaitu martabat la ta'yun dan ithlag. Artinya masih
dalam wujud mutlak, tidak bisa dikenal hakikatnya. Karena sunyi dari
segala sifat, sandaran dan hubungan dengan yang lain.
2. Martabat Wahdat, yaitu ibarat ilmu Tuhan terhadap Dzat dan sifatnya,
serta terhadap segala perwujudan secara ijmal (keseluruhan) belum ada
pemisahan antara satu dengan lainnya.
3. Mertabat Wahidiyat, yaitu kesatuan yang mengandung kejamakan, tiap-
tiap bagian telah jelas batas-batasnya. Sebagai hakekat manusia. Ibarat
ilmu Tuhan terhadap segala sesuatu secara terperinci, sebagian terpisah
dengan yang lain.
4. Martabat alam arwah. Merupakan aspek lahir yang dalam bentuk mujarad
dan murni.
5. Martabat alam mitsal. Ibarat sesuatu yang telah tersusun dari bagian-
bagian, tetapi masih bersifat halus, tidak bisa dipisah-pisahkan.
6. Martabat alam ajsam (tubuh) Yakni ibarat sesuatu dalam keadaan
tersusun secara materiil telah menerima pemisahan dan dapat dibagi-bagi.
Yaitu telah terukur tebal-tipisnya.
7. Martabat insan. Mencakup segala martabat di atasnya, sehingga dalam
manusia terkumpul enam martabat yang bersifat batin dan bersifat lahir.

MENJADI MANUSIA TERANG CAHAYA
Harus hati-hati, tidak terlalu berlebihan dengan adanya rahsa. Misalnya, kalau sedang senang jangan terlalu senang, begitu juga kalau desang susah, cinta,
benci, semua itu jangan berlebihan. Cukup sekedarnya (sawetara).
1. Selalu meminta petunjuk dari yang Kuasa. Jangan menyimpang dari
petunjuk budi (berbuat tidak baik). Agar rahsa banyak tenangnya, angan-
angan banyak diamnya, dan budi banyak jernihnya (bening)
3. Mengakui adanya yang Maha Kuasa, Ada persyaratannya (abon-abone)
bertapa untuk setiap hari, tidak bisa dipikir sendiri, harus dicarikan
pendapat orang pintar. Bertapa yang terus menerus (rutin) itu menjadi
pemantapan jiwa.
2. Bertapa (semadi), untuk menahan angan-angan (pikir), rahsa dan nafsu
berada pada budi dan rasa. Keadaan manusia yang dianggap cermin yang
jernih, kepunyaannya kahanan jati. Yang bercermin: kahanan jati. Yang
dipakai bercermin: manusia sejati. Bayangan semua itu tergambar di
alam.
Seperti ungkapan terkenal dari Ibn al-Arabi tentang bagaimana proses yang
dilalui oleh seseorang agar ia menjadi manusia sempurna yaitu, "al-takhalluq bi
akhlaq Allah " (berakhlak dengan akhlak Allah), atau "al-takhalluq bi asma
Allah" (berakhlak dengan nama-nama Allah) (Noer, 1995:139)
Takhalluq berarti menafikan sifat-sifat kita sendiri dan menegaskan sifat-
sifat Allah, yang telah ada pada kita meskipun dalam bentuk potansial Sesuai
dengan doktrin wahdat al-wujud, takhalluq berarti pula menafikan wujud kita dan
menegaskan wujud Allah karena kita dan segala sesuatu selain Allah tidak
mempunyai wujud kecuali dalam arti kias (majaz); satu-satunya wujud, atau
tepatnya wujud hakiki, adalah Allah. Ketika manusia menafikan wujudnya, ia
kembali kepada sifat aslinya, yaitu "ketiadaan" (adam), tetapi pada saat yang
sama ia berada dalam keadaan yang disebut "ketenteraman abadi" (rahad al-
abad).

PERBEDAAN BERLIAN DAN KACA BENGGALA
Watak manusia yang diumpamakan berlian yaitu yang bening (wening)
serta bisa mempengaruhi pancaindra, karena bisa mempengaruhi pancaindranya
maka berlian bisa kelihatan merah (ngabang), hijau (ngijo), kuning (nguning)
dsb. Dan berlian bisa menghilangkan warnanya, tinggal beningnya tanpa warna.
Bedanya kalau berlian itu masih sombong (korup) pada dirinya, dan kaca
benggala itu sudah lupa akan dirinya. (Soejono, 1922:33)
Sombong (korup) pada diri itu artinya, masih mempunyai rasa yang
mengakui pada bayangan (kamumkin). Lebih jelasnya merasa kalau dirinya itu
bentuk yang jirim, yang punya perkiraan (timbangan), yang mempunyai
kebagusaan atau kejelekan.(Soejono, 1922:33)
Kata mumkin, artinya: keberadaannya hanya tiruan/palsu (wenang), dan
adanya karena musim, jadi yang seperti itu bukan keadaan yang murni kahanan
jati. Sebenarnya mungkin itu hanya bayang-bayang, yang kelihatan pada
penglihatan dzat yang mesti adanya.
Kaca benggala itu yang sudah mempunyai rasa : yang sudah tidak
mengakui pada bentuk mumkin. Atau diakui yang tanpa warna, tanpa rupa, yang meliputi bentuk yang jirim (Jirim berasal dari bahasa Arab yang artinya, sesuatu
yang bisa diukur dengan ukuran m ), yang tidak baik dan tidak buruk, yang langgeng keberadaannya, yang tidak mengenal musim, bukan awal dan bukan
akhir, yaitu keadaan asli (kahanan jati), yaitu yang ada sebenar-benarnya.
Wujud yang tampak (gumelar) sebenarnya hanya berupa gambar
(wayangan) yang kelihatan pada cermin gaib, semua itu adanya hanya
tiruan/palsu (wenang), bisa ada-bisa tidak, serta adanya hanya sewaktu ketika
saja, dan kemudian bisa hilang.
Yang dimaksud berlian itu rasa yang bisa menyerap berbagai perwatakan,
tetapi belum memuat wujud mumkin yang tetimbangan, jadi masih mempunyai
rasa belum mantap (tetimbangan), merasa diperhitungkan, merasa mempunyai
peranan, apalagi merasa jadi isinya alam. Yang dimaksud bisa memuat/mencakup
perwatakan itu adalah: berlian bisa berwarna abang (ngabang), biru (mbiru) dsb,
seperti warnanya mirah (merah delima) yang berbeda-beda, karena masih
mempunyai rasa ragu-ragu (timbangan), seperti berlian membedakan wujudnya
dengan wujud mirah, kupu, arang dan batu (Soejono, 1922:34)
Dalam hal ini sangat sesuai dengan Ibn al-Arabi yang mengatakan bahwa,
alam adalah cermin bagi Tuhan. Alam mempunyai banyak bentuk yang
jumlahnya tidak terbatas. Karena itu, dapat dikatakan bagi Tuhan terdapat banyak
cermin yang jumlahnya tidak terbatas. Ibarat seseorang yang berdiri banyak
cermin yang ada disekelilingnya, Tuhan adalah esa tetapi bentuk atau gambar-
Nya banyak sebanyak cermin yang memantulkan bentuk atau gambar itu.
Kejelasan gambar pada suatu cermin tergantung kepada kualitas kebeningan
cermin itu. Semakin bening atau bersih suatu cermin, semakin jelas dan sempurna
gambar yang dipantulkan. Cermin paling sempurna bagi Tuhan adalah Manusia
Sempurna, karena ia memantulkan semua nama dan sifat Tuhan.
Setiap makhluk adalah lokus penampakan diri (majla, mazhar) Tuhan dan
Manusia Sempurna adalah lokus penampakan diri Tuhan yang paling sempurna.
Ini berarti gambar Tuhan terlihat secara sempurna pada Mamusia Sempurna
karena ia menyerap semua nama dan sifat Tuhan secara sempurna dan seimbang
(Noer, 1995:143).

KESIMPULAN
Wujud dari kaca benggala gedhe menjadi ibarat sifat dari dat yang tanpa
timbangan. Kaca benggala tidak mempunyai bandingan, artinya tidak pernah
dikalahkan dengan bentuk lain, sebab kaca benggala tidak mempunyai rupa, tidak
mempunyai warna, tidak bagus melebihi berlian atau mirah, serta tidak hitam
melebihi arang, tidak buram melebihi batu, tidak bersinar seperti mirah, dan
berkerlip seperti berlian, jadi kosong tidak ada apa-apanya, tidak kelihatan, tidak
berwujud, tidak berwarna dan tidak bercahaya, dan tidak baik.
Jadi keadaan manusia yang dianggap cermin yang jernih, kepunyaan dat
yang kahanan jati. Yang bercermin kahanan jati. Yang dipakai untuk bercermin
manusia sejati. Dan bayangannya adalah tampak (gumelar) di alam.
Manusia agar bisa dianggap cermin yang jernih seperti di atas maka setiap
hari rasa harus tenang, angan-angan/pikirnya tenang, dan mengakui serta mencintai yang Maha Kuasa secara lahir dan batin.
Seperti sistem Ibn al-Arabi berpusat pada Tuhan, pada tauhid dalam bentuk
wahdat al-wujud, paham bahwa tiada wujud selain Tuhan.; hanya ada satu Wujud
Hakiki yaitu, Tuhan. Segala sesuatu selain Tuhan tidak ada pada dirinya sendiri;
ia hanya ada sejumlah penampakan Wujud Tuhan. Alam adalah lokus
penampakan diri Tuhan. Manusia Sempurna adalah lokus penampakan diri Tuhan
yang paling sempurna. Manusia Sempurna menyerap semua nama dan sifat
Tuhan secara sempurna dan seimbang.
Kesempurnaan dapat dicapai manusia karena ia diciptakan Tuhan menurut
gambar-Nya yang ada dalam potensialis. Kesempurnaan akan terwujud dalam
diri manusia pada tingkat individual atau historis, apabila ia mampu mengubah
gambar Tuhan dalam potensialitas yang telah ada dalam dirinya menjadi gambar
Tuhan dalam aktualitas. Meskipun mencapai kesempurnaan, Manusia Sempurna
tetap milik Tuhan dan akan Kembali kepada Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Ahnad Rifa'i ,1985, Insan Kamil Konsepsi Manusia Menurut Islam,
Grafiti Pers, Jakarta.
M.S. Moenadi Ki. 1987. Pengembangan Daya Bakat Kemampuan Manusia.
Mizan. Bandung.
Noer, Kautsar Azhari, 1998. Tuhan yang diciptakan dan Tuhan yang sebenarnya,
Jurnal Paramadina Vol 1 No. 1 Hal. 129-147. Paramadina. Jakarta
Noer, Kautsar Azhari, 1995, Ibn.al-Arabi Wahdiat al-Wujud dalam Perdebatan,
Paramadina, Jakarta.
Redjo, Soejono, 1922, Kaca Wirangi. Tan Khon Swie.
Simuh, 1988, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggowarsito, UI Press,
Jakarta.
Supadjar, Damardjati, 2000, Filsafat Ketuhanan, Fajar Pustaka Buku.
Yogyakarta.
Supadjar, Damardjati, 2002, Nawang Sari, Fajar Pustaka Buku, Yogyakarta

REFLEKSI METAFISIK ATAS TEKS SERAT KACA
WIRANGI

Sudaryanto

Abstract: Serat Kacawirangi is a symbolic tale, its content of the
grace and perfection of human life. This doctrine has the Javanese
religio-magic concept and Islamic background. It has a monistic-
spiritualistic metaphysical view. The ultimate reality did not find in
the temporal and variable experiences. The experience is an image of
the ultimate reality, so it is the pseudo reality. The ultimate reality
likes a mirror. it is dominated by the light, without color and
properties; but it capable of being of all property and color. Human
perfection be able to find if life more spiritualistic, likes the mirror that
is dominated by the light (reason), without color (escaped from the
passion); so they are able to recieve the pluralistic of human
experiences that colored by good and bad characteristic.
Kata kunci: Monistik, cermin, cahaya, warna

Serat Kacawirangi terdiri dari sebelas bagian kisah binatang yang
sebenarnya merupakan cerita yang menyimbolkan kehiduan manusia. Dikatakan
demikian karena di dalamnya berisi ajaran tentang kesempurnaan dan keutamaan
hidup manusia. Kesempurnaan manusia tercapai jika hidup semakin merohani
ibarat cermin yang didominasi oleh akal budi.

Bagian pertama
Serat Kacawirangi pada bagian ini menceritakan percakapan kupu-kupu
yang berada di sebuah taman istana yang indah. Kupu-kupu yang berada di
taman itu ada yang berwarna putih, merah, kuning, ungu, hijau, biru dan hitam.
Setiap kupu-kupu mengunggulkan warna yang dimilikinya. Kupu-kupu putih
mengunggulkan warna putih sebagai warna yang melambangkan kesucian dan
kejujuran. Kupu-kupu merah mencela warna putih sambil mengunggulkan warna
merah sebagai warna yang tidak pucat, warna merah adalah warna yang indah
mencolok dan merangsang penglihatan, anak kecil pun suka warna merah, maka
kupu-kupu warna merah adalah kupu-kupu yang terbagus. Mendengar
percakapan kupu-kupu putih dan merah, kupu-kupu kuning berkata bahwa,
memang jika warna putih dibandingkan dengan warna merah lebih gagah warna
merah. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan warna kuning, warna merah dan
putih kalah indah, buktinya emas lebih indah dibandingkan dengan tembaga
maupun perak. Warna putih itu pucat, warna merah memang gagah akan tetapi
membosankan, sedangkan warna kuning itu tidak membosankan dan bergengsi.
Kupu-kupu ungu menyambung pembicaraan, ia menyatakan bahwa warna
kuning itu juga masih membosankan. Warna merah dan kuning itu sifatnya ladak
(mencolok) berbeda dengan warna ungu jinem nganggi guwaya (anggun
merona), sederhana dan anggun.
Kupu-kupu hijau menyela, kalau warna yang baik itu warna putih, merah,
kuning dan ungu, kenapa semua tumbuh-tumbuhan dan dedaunan ditakdirkan
hijau. Warna hijau di kebun, di sawah demikian juga taman-taman yang hijau
tidak pernah membosankan jika dipandang. Oleh karena itu, warna hijau adalah
warna paling unggul.
Kupu-kupu biru membenarkan pernyataan kupu-kupu hijau, akan tetapi
Tuhan menciptakan warna biru lebih unggul. Buktinya udara, langit, air lautan
dan gunung-gunung berwarna bitu. Warna bitu itu terdapat secara dominan di
daratan, di lautan dan di angkasa; maka warna biru lebih unggul dari warna hijau
yang hanya ada di daratan saja.
Kupu-kupu hitam berkata, bahwa warna hitam itu mengungguli semua
warna, tidak ada satu warna pun dapat mengalahkan warna hitam. Pada malam
hari semua yang ada di darat, laut maupun angkasa menjadi hitam. Tulisan dan
gambar yang bersahaja juga berwarna hitam.
Burung perkutut menyimpulkan isi cerita itu, yang disebut buruk dan baik
itu sebenarnya tergantung pada anggapan perasaan. Apa yang sedang disukai itu
yang kelihatan baik. Buruknya tertutupi. Apa yang sedang tidak disukai,
kebaikannya tertutupi. Orang yang berwatak korup, semua yang sedang disukai
dianggap baik.
Ada peribahasa, orang suka tidak kurang-kurang menyanjungnya, orang
benci tidak kurang-kurang mencelanya. Karena sudah menjadi kodrat Tuhan,
manusia menyukai dirinya sendiri, maka tidak ada manusia yang bosan
menyanjung diri sendiri.

Bagian Kedua
Burung perkutut melanjutkan cerita, ia bercerita tentang permata putih yang
bercahaya. Permata itu berbicara kepada semua kupu-kupu, bahwa semua wa rna
yang dimilikinya itu bagus, hanya sayang tidak bercahaya. Tidak hanya permata,
manusia sekali pun kalau tanpa cahaya tidak ada kharismanya, tidak berwibawa
dan disegani. Manusia seperti itu adalah manusia yang mengejar kebaikan rupa,
kesenangan dan prestise; tidak mengejar pramana (cermin yang dapat
menangkap bayang-bayang hakikat), keluhuran budi dan kejujuran. Manusia
dihormati dan disegani, karena menampakkan cahaya kebeningan budi warna
putih, merah, kuning, ungu dan sebagainya itu ibarat karakter manusia,
sedangkan cahaya adalah ibarat dari cemerlangnya budi.
Jika dibandingkan dengan permata yang warna-warni tentu saja warna
kupu-kupu akan kalah cemerlang, karena kupu-kupu hanya mempunyai warna
sadangkan permata mempunyai cahaya.

Bagian Ketiga
Pada bagian ini diceritakan tentang dialog antara berlian dengan para
permata yang berwarna-warni. Berlian menyatakan kita sudah mengetahui bahwa
keunggulan warna karena cahaya, tanpa cahaya warna tidak ada artinya. Berlian memberikan alternatif pilihan kepada para permata. Mereka diminta untuk
memilih antara memiliki warna dengan cahaya yang sedang-sedang saja dengan
tidak memiliki warna tetapi memiliki cahaya yang mengungguli semua yang
memiliki warna. Keunggulan berlian yang tidak memiliki warna, terletak pada
kemungkinan untuk menampung segala warna. Tidak semua yang tidak memiliki
warna dapat menampung segala warna jika tidak memiliki keunggulan cahaya.

Arti dari cerita itu adalah :
Manusia itu dapat memiliki daya tampung (terima), tidak cukup hanya
karena kecerdasan ingatan. Namun harus tidak mempunyai watak, artinya tidak
bersikukuh dengan watak hati, seperti suka dengan itu, benci dengan ini, suka
dengan yang menyenangkan, mengeluh di kala susah, suka yang baik dan benci
yang buruk. Singkatnya punya kesenangan dan kebencian dalam hati yang tidak
dapat diubah.
Cahaya itu ibarat dari budi, warna itu ibarat dari rasa dan berlian itu ibarat
dari orang yang cemerlang budinya tetapi tidak arogan dan dapat menundukkan
keinginan pribadi. Manusia seperti itu dapat dipilih menjadi orang yang dituakan,
dapat menerima atau menampung orang yang memiliki watak berbeda-beda,
karena tidak memiliki watak sendiri.

Bagian Keempat
Burung perkutut melanjutkan ceritanya. Semua permata merasa rendah diri
dibandingkan dengan berlian, apa lagi kupu - kupu. Akhirnya mereka sepakat
mengangkat berlian menjadi raja mereka. Akan tetapi, berlian berkata bahwa
masih ada wujud yang mengungguli kesempurnaannya. cahayanya lipat seribu
dibanding dirinya. Karena dia tidak punya warna sama sekali, maka ia mampu
memuat warna pun lipat seribu, bahkan sekaligus mampu memuat semua bentuk.
Ia adalah cermin besar atau kaca benggala ageng. Cemin itu dapat dikatakan
seperti batu, kupu-kupu , berlian dan sebagainya. Akan tetapi kalau batu itu
buruk, tidak bening, dan tiga dimensi maka cermin tidak demikian. Cermin itu
bening mengandung berbagai wujud, sebab cahayanya menyatu dengan rasa
(rasa itu dalam bahasa Jawa dapat mengandung arti lapisan dasar cermin
sehingga dapat memantulkan cahaya sekaligus dapat menangkap bayangan
bentuk dan warna di depannya). Ia tanpa warna tetapi tidak kosong dan tanpa
rupa (wujud).
Cerita itu mengandung arti, bahwa cermin itu ibarat/nisbatnya orang yang
sempurna. Ia lupa akan dirinya yaitu tidak pernah menonjolkan dirinya dan
keunggulan dirinya. Ia rela dikatakan rendah dan tidak menolak dikatakan unggul
dan keikhalasannya tidak ditonjolkan. Ia tidak menyukai kebaikan dengan
membenci kejahatan dan kesalahan atau sebaliknya menyukai kejahatan dan
benci kebaikan.

Bagian Kelima
Burung perkutut melanjutkan ceitanya tentang lempengan besi yang hendak
menyempurnakan diri. Lempengan besi itu menduga bahwa kesempurnaan itu lengkap ada baik dan buruk, Ia ingin sebagian digosok dengan arang biar buruk,
sebagian digosok dengan batu biar keruh dan sebagian digosok agar mengkilap.
Berlian mengingatkan walaupun kesempurnaan itu mengandung baik dan buruk
akan tetapi jalan menuju kesempurnaan itu hanya dengan kebaikan saja dan tidak boleh dicampuri keburukan. Ia menyarankan agar lempengan besi itu rajin menggosok diri agar semakin mengkilap. Maksud dari cerita itu adalah bahwa yang dapat menampung kebaikan dan
keburukan itu hanya orang yang sempurna, yang terang dan terhindar dari
keburukan. Walaupun baik dan buruk itu milik Tuhan, namun untuk menuju
kesempurnaan harus menghindari atau menghilangkan keburukan. Bagian Keenam
Burung derkuku menanyakan, jika keindahan itu ditentukan oleh cahaya
dan warna, mengapa berlian yang tanpa warna lebih unggul dibandingkan dengan
permata yang berwarna ? Perkutut menjawab, bahwa cahaya yang tanpa warna
lebih unggul daripada cahaya yang berwarna, karena dapat menerima warna
kehadiran yang berbeda-beda. Yang dapat menerima atau menampung berbagai
warna itu hanya cahaya yang tanpa warna. Berlian itu ibarat manusia yang
hatinya kosong dari nafsu, artinya suci, rela dan lapang dada sehingga mengikuti
kehendak budi dan dapat menundukkan panca indera dan nafsunya.

Bagian Ketujuh
1. Bab Rasa
Rasa itu dapat bersifat jasmaniah maupun rohaniah atau di dalam hati.
Rasa itu dari bahasa Arab Rasul, itu tanpa warna yang menjadikan warna-warni
itu adalah rahsa yang berbeda-beda. Jika diumapamakan rasa itu badan
sedangkan rahsa itu tangan (bagian dari badan). Rasa dapat diumpamakan batang
dan rahsa itu ranting. Pernyataan seperti : gelap budinya, buruk hatinya itu salah,
yang benar kegelapan itu pada angan-angan. Budi dan hati tidak pernah gelap dan
buruk. Melalui samadi orang dapat menghilangkan asap (nafsu yang warna-
warni), sehingga dapat melihat rasa diri. Jika nafsunya padam sama sekali dan
angan-angannya telah berhenti, maka dapat melihat warna hatinya (batin) karena
terangnya hanya dari budi.

2. Bab Budi
Budi itu cahaya yang menerangi kesadaran manusia yang akhirnya
menerangi pikiran (angan-angan). Orang yang bening budinya dan diam rahsa-
nya ibarat berlian, sedangkan orang yang terang budi namun masih tebal rahsa-
nya ibaratnya mirah. Budi tidak senang-sedih, suka-benci, hanya menunjukkan
pada kebenaran.

Bagian Kedelapan
Membedakan budi dengan rahsa itu ibarat membedakan cahaya dengan
warna. Cahaya itu penerang, sedangkan warna bukan penerang. Warna
membutuhkan cahaya agar nampak merah, hijau, kuning dan sebagainya. Tanpa cahaya warna tidak tampak. Warna dan cahaya itu menjadi satu (tidak
terpisahkan), namun dapat dibedakan. Demikian pula rahsa dengan budi tidak
dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Budi itu cahaya hidup dan rahsa itu
warna kehidupan. Rahsa itu merasakan enak tidak enak atau suka-duka. Manusia
dapat mengetahui rahsa itu memerlukan budi, tetapi budi tanpa rahsa tidak dapat
merasakan enak-tidak enak, suka-duka dan sebagainya. Jika orang mengingat
sesuatu kemudian sedih, maka yang dipakai untuk mengingat itu budi sedang
yang merasakan itu rahsa.

Bagian Kesembilan
Agar manusia terang budinya, maka pertama mengusahakan agar rahsa
ditekan sekecil mungkin. Kedua mencari ugering dumadi (hakikat kejadian)
setelah mengetahui kemudian diikuti. Segala perbuatan jangan sampai
menyimpang dari kebenaran yang ditunjukkan budi. Ketiga, mendekatkan diri
kepada pencipta hidup, dengan bimbingan guru yang mengetahui cara
pembersihan diri. Keempat, samadi yaitu menghentikan angan-angan (pikir), rasa
dan nafsu.

Bagian Kesepuluh
Keinginan baik dituntun nafsu mutmainah, namun semua nafsu itu tidak
mengerti kebenaran, karena kebenaran itu merupakan bagian dari budi. Angen-
angen (pikiran) harus awas terhadap petunjuk budi. Keinginan yang benar
berdasar norma yang benar belum tentu membawa keselamatan atau perlu
diupayakan, karena harus mencermati petunjuk; karena rasa menuntun pada
keselamatan.

Bagian Kesebelas
Segenap hal yang tergelar pada dasarnya hanya gambaran (bayang-bayang)
yang kelihatan dalam cermin gaib, keberadaannya hanya wenang (hak), dapat
"ada" atau "tidak ada". Keberadaannya hanya sementara waktu, dapat kembali
dalam ketiadaan. Semua jizim (kejasmanian, kebendaan, memakan tempat) atau
satu-persatu (yaitu yang baik atau buruk) bukan kahanan jati (tidak sungguh-
sungguh ada).
Cermin besar itu sebagai simbol dari sifat "dzat sing tanpa timbangan".
Cermin besar tidak dapat dibandingkan dengan barang lain, karena suwung
wangwung (tidak ada apa-apanya), tidak berbentuk, tidak berwarna, tidak
bercahaya dan tidak ada bangunnya. Tetapi bukan berarti segala sesuatu berasal
dari kekosongan (suwung), melainkan berasal dari yang Maha Pencipta.

KEJAWEN SEBAGAI LATAR BUDAYA TEKS
Kejawen sendiri merupakan istilah yang diberi makna beraneka ragam oleh
orang Jawa sendiri, para pengamat maupun para penulis. Terdapat orang yang
mengartikan kejawen dengan "Ilmu kebatinan Jawa" atau "mistik Jawa". Niels
Mulder mengartikannya sebagai suatu etika dan gaya hidup yang diilhami oleh
cara berpikir Jawanisme. Koentjaraningrat mengartikannya sebagai religi Jawa.
Terdapat pula yang mengartikan kejawen identik dengan kebudayaan Jawa itu
sendiri (Sujamto, 1992 : 43).
Pemikiran orang Jawa yang dominan mewarnai kebudayaan Jawa pada
khususnya dan juga pada kebudayaan timur pada umumnya bersifat monistik.
Seperti diungkapkan Soerjanto Poespowardojo (1985 : 199), sebagai berikut :
Melalui rasa kesadaran kosmisnya manusia mengalami kenyataan sebagai
totalitas yang bermakna dan mencakup segala sesuatu, yang pada hakikatnya
lebih daripada sekedar penjumlahan bagian-bagiannya, melainkan suatu totalitas
yang kuasa dan kudus, suatu organisme, suatu makrokosmos yang di dalamnya
terkandung diri manusia sebagai suatu mikrokosmos. Segala sesuatu mempunyai
kedudukannya dan setiap gejala menunjukkan kaitan dan hubungan dengan gejala
yang lainnya. Pandangan ini merupakan suatu monisme yang secara konsekuen
tidak akan dapat menggambarkan kemungkinan adanya sesuatu lainnya yang
berdiri sendiri secara substansial.
Pandangan ini dalam kebudayaan Jawa digambarkan sebagai
"manunggaling kawulo gusti" dalam konteks mistik atau religio - magis.
Manunggaling kawulo gusti itu dalam kebudayaan jawa bukan sekedar konsep
filosofis, namun dapat dihayati dalam pengalaman mistik atau samadi. Niels
Mulder (1996 : 35) menyatakan bahwa orang Jawa tidak membedakan dengan
jelas antara alam dunia kodrati dan alam adikodrati.
Bagi orang Jawa setiap kejadian merupakan gejala yang saling
berhubungan dengan seluruh peristiwa kosmis. Sebaliknya peristiwa kosmis
tertentu dihayati sebagai tanda atau perlambang dari situasi yang akan dialami
manusia. Gempa bumi tidak sekedar peristiwa kosmis biasa melainkan sebagai
tanda atau perlambang akan terjadinya kekacauan, bencana, wabah penyakit dan
peristiwa tragis yang lain. Kepercayaan adanya kausalitas tertutup dari segala
peristiwa sehingga tidak mungkin manusia mengubahnya, sehingga segala
peristiwa merupakan takdir yang harus dijalani. Koentjaraningrat (1985: 136)
menyatakan bahwa dalam kebudayaan Jawa terdapat sikap pasif terhadap hidup,
karena mentalitas itu berdasar pada konsep bahwa hidup di dunia itu pada
hakikatnya telah ditentukan sebagai takdir yang tidak mungkin diubah oleh
manusia. Pandangan fatalistik orang jawa itu melahirkan etika pasrah, yaitu etika
menerima nasib. Hal ini juga berkaitan dengan konsep hidup cakra
manggilingan, kepercayaan akan silih bergantinya nasib baik dan buruk. Dalam
kerangka yang lebih luas tercermin dalam siklus zaman kerta yang diliputi
kesejahteraan dan kemakmuran akan datang setelah zaman kaliyuga sewaktu
dunia ditimpa bencana dan malapetaka (Kartodirdjo, 1990 : 160).
Pandangan monistik dan deterministik ini menguasai berbagai aspek
kehidupan, sehingga dapat diaplikasikan dalam analisis sosial, politik, ekonomi,
moral dan sebagainya. Kebudayaan Jawa oleh para pengamat sering disebut
bersifat sinkretis yaitu tebentuk dari proses pertemuan dan perpaduan dua atau
lebih faham atau aliran. Eka Darmaputera (1991 : 41-42) telah memberikan
gambaran bahwa kebudayaan Jawa terbentuk atas pertemuan dari kebudayaan
asli yang bersifat animisme, kebudayaan India setelah agama Hindu dan Budha
masuk ke Jawa dan kebudayaan Islam.
TUHAN DAN SIFAT-SIFAT KETUHANAN
Wujud kaca benggala gedhe (cermin besar) telah disebutkan sebagai ibarat
dari sifat dzat yang tidak dapat dibandingkan dengan barang lain. Secara implisit
disebutkan dalam teks bahwa yang dimaksud adalah dzat sebagai sandaran atau
bergantungnya segala kejadian. Dalam pandangan Kejawen murni Tuhan itu tidak
dapat digambarkan sebagaimana wujud dan keadaannya atau tan kena
kinayangapa. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa cemin besar itu memiliki
karakteristik mampu menampung segenap keberadaan singular seperti warna,
bentuk, jernih-keruh, matra, baik-buruk dan sebagainya. Ia menampung
keberadaan yang tidak terhingga banyaknya akan tetapi tidak sama dengan
segalanya. Tuhan yang tergambar dalam ungkapan tan kena kinayangapa
mengandung makna bahwa setiap usaha untuk menjelaskan Tuhan, pasti tidak
dapat menggambarkan Tuhan sebenarnya dan seutuhnya (Suyanto, 1992 : 49).
Walaupun Tuhan itu tan kena kinayangapa bukan berarti tidak dapat
digambarkan sama sekali. Thomas Aquinas berpendapat bahwa pengetahuan
yang diperoleh manusia mengenai Tuhan hanya bersifat analog. Misalnya
manusia dapat mengatakan Tuhan itu baik dan benar itu tidak univok seolah-olah
sama maknanya jika kata itu diterapkan pada manusia, tetapi juga tidak ekuivok
atau sama sekali berbeda. Terdapat analogi, kemiripan walaupun berbeda
(Peursen, 1978 : 91).
Analogi cermin besar bagi Tuhan yang digambarkan dalam teks mampu
menampung segala keberadaan singular tetapi berbeda dengan segalanya dapat
pula dinalogikan dalam bahasa matematika ketidakberhinggaan. Ketidak
berhinggaan dalam matematika dapat menunjuk pada himpunan dari segenap
bilangan menunjuk pada jumlah dari segenap bilangan atau merupakan awal dan
akhir bilangan. Sebelum George Cantor, ketidakberhinggaan merupakan "angka"
yang tidak dapat disebut kuantitasnya. Cantor membuktikan bahwa terdapat
tingkatan ketidakberhinggaan. B erdasar prinsip korespondensi maka himpunan
angka genap menempati posisi korespodensi 1 : 1 dengan himpunan angka ganjil,
bahkan dengan himpunan angka ganjil dan genap. Namun demikian himpunan
angka genap dan ganjil masih lebih kecil dibandingkan dengan himpunan
bilangan real yang mencakup bilangan "irrasional" (bilangan yang tidak dapat
dihitung secara tepat karena tidak habis dibagi secara desimal). Salah satu
intepretasi dari teori Cantor ini adalah, walaupun Realitas Ultim yang transenden
telah memunculkan pancaran emanatifnya ke wilayah material dan non material,
tetap saja tidak terjembatani antara yang satu dan yang banyak. Realitas Ultim
secara Ontologis adalah Godhead, Esensi, Tao, Brahman, Energi, Kesadaran atau
sebutan lain yang sejenis (termasuk tan kena kinayangapa). Realitas ultim itu
memiliki sifat sekaligus tidak bersifat. Jika dipandang dari sifat-sifat-Nya, maka
ia adalah wujud personal, material dan benar-benar ada di dalam ruang dan
waktu. Namun, Ia menampakkan karakter yang impersonal, non-material dan di
luar jangkauan ruang dan waktu (Leibelman, 1996 : 86, 94-95).
Berkaitan dengan konsep tan kena kinayangapa, maka seolah-olah Tuhan
tidak tergambarkan, juga analogi ketidakberhinggan yang tidak dapat
terbayangkan. Namun demikian, Tuhan yang tidak terhingga seperti ketidak
terhinggan juga dapat tergambarkan kuantitasnya. Pernyataan tan kena
kinayangapa tidak dapat diartikan sebagai kekosongan (suwung) walaupun tidak
dapat ditentukan, seperti halnya ketidakberhinggaan juga bukan merupakan
kekosongan. Ketidakberhinggaan sebagai "angka" memiliki bentuk simbolik
yang berbeda dengan angka yang lain. Ia bukan kelanjutan deretan angka tetapi
tidak terpisahkan dengan keberadaan angka-angka. Seperti tidak dapat
dipisahkannya warna dengan cahaya, keduanya dapat dipilah-pilahkan atau
dibedakan satu dengan yang lain. Tuhan yang digambarkan sebagai cermin besar,
mampu menampung keanekaragaman yang tidak tebatas. Namun demikian,
gambaran itu belum setara dengan tidak terbatasnya himpunan dari segala
himpunan. Himpunan angka genap dan himpunan angka ganjil lebih kecil
dibandingkan dengan himpunan bilangan real. Namun semua itu masih lebih
kecil dibandingkan dengan himpunan dari segala himpunan. Dengan demikian
gambaran Tuhan sebagai cermin besar masih dapat dikatakan "kinayangapa" ,
sedangkan dalam arti sesungguhnya Tuhan tetap "tan kena kinayangapa".

REALITAS
Di dalam teks disebutkan bahwa semua hal yang bersifat material yang
memiliki timbangan (bobot) baik-buruk bukan merupakan keberadaan sejati
(kahanan jati). Segala sesuatu yang tergelar hanyalah bayangan dari kahanan jati
yang menampak pada cermin gaib. Keberadaan sejati nampak bayangannya
karena cermin yang berujud pramana yang dipijamkan pada manusia. Pramana
adalah alat untuk mendapatkan pengetahuan (Hadiwijono, 1979 : 69). Catatan
kaki yang terdapat dalam teks menyebutkan bahwa pramana itu ibaratnya
cermin, miratul khajai atau kacawirangi.
Teks itu dapat dijelaskan melalui ajaran Sankara dalam filsafat India.
Brahman dikenal sebagai neti, neti (bukan ini, bukan ini). Brahman memiliki dua
rupa, dua bentuk atau dua wujud, yaitu: rupa yang lebih tinggi (para - rupa) dan
rupa yang lebih rendah (apara - rupa). Dalam perwujudan lebih tinggi Brahman
tanpa sifat (nirguna), tanpa bentuk (nirakara), tanpa pembedaan (nirwisesa) dan
tanpa pembatasan (nirupadi). Dalam perwujudannya yang demikian disebut
Para Brahman atau Nirguna Brahman. Brahman dalam perwujudannya yang
lebih rendah disebut Apara Brahman atau Saguna Brahman yaitu dianggap
mempunyai sifat-sifat dan dikenai pembatasan; demi pemujaan manusia sebagai
Tuhan (Iswara), sebagai sebab dunia, dan sebagainya. Hal itu sebenarnya
merupakan khayalan. Brahman yang menampakkan diri sebagai pencipta ini
disebut Maya. Maya artinya semu atau daya gaib (Sakti) atau asas bendawi
(Prakrti). Disebut sebagai maya karena ibarat seutas tali yang nampak seperti
seekor ular, kemudian diyakini dan menimbulkan rasa takut yang sungguh-
sungguh. Ular yang nampak itu hanyalah gejala psikhis yang keberadaannya
hanyalah khayalan. Demikian juga adanya alam semesta hanyalah maya. Barang-
barang duniawi hanyalah "penampakan", yang adanya tergantung pada realitas
yang lebih tinggi. Seperti penampakan ular tergantung adanya tali, demikian juga
beradanya dunia menunjuk kepada kenyataan yang lebih tinggi atau Brahman.
Jiwa bukan penampakan khayali melainkan Brahman seutuhnya, yang berada
secara nyata (sat) atau yang benar-benar ada adalah "keberadaan" yang kekal
(Hadiwijono : 85 - 88).
Plato melawankan Ada dengan menjadi. Konsep tentang menjadi berlaku
bagi semua dunia yang terlibati oleh perubahan yang terus-menerus atau
senantiasa dalam proses menjadi. Pengetahuan yang sejati, tidak berubah harus
berobjek pada sesuatu yang tidak berubah. Plato yakin bahwa pengetahuan sejati
harus mengarah pada yang Ada yaitu ide yang pada hakikatnya abadi dan tidak
berubah (Sontag, 2002 : 57). Di dalam teks diperlihatkan hal yang sama, yaitu
bahwa segala yang ada di dalam penampakan (materi atau duniawi) adalah
keberadaan semu atau bukan keberadaan sejati karena temporal dan berubah.
Kenyataan sejati sekedar tercermin dalam keberadaan yang tergelar dalam alam
semesta. Jika Plato menganggap apa yang senantiasa berubah sebagai menjadi
dan bukan sebagai yang Ada, maka konsep itu mirip dengan apa yang
dikemukakan dalam teks "Serat Kacawirangi ".
Oleh karena yang "ada" dalam kesejatian mendasari semua penampakan
keberadaan relatif, terbatas berubah, temporal atau yang mungkin dan beragam,
maka dari sudut pandang ini dapat dikatakan sebagai pandangan monistik. Seperti
diungkapkan pula oleh Magnis-Suseno (1987:33) bahwa dalam pandangan Jawa
di belakang alam yang kelihatan (lahir) tedapat alam gaib. Realitas sebenarnya
bukan teletak pada alam lahiriah inderawi melainkan alam batiniah yang tidak
kelihatan atau alam gaib. Alam semesta dengan kekuatan dan kedasyatannya
merupakan ungkapan alam gaib.

YANG SATU DAN YANG BANYAK
Arang nampak hitam, kupu-kupu berwana-warni, mirah atau permata
berwarna-warni, berlian dan cermin tanpa warna. Warna hanya bisa nampak jika
ada cahaya tetapi keberadaan sendiri seperti halnya berlian dan cermin tidak
harus berwarna. Warna dan cahaya merupakan kesatuan akan tetapi dapat
dibedakan. Cahaya adalah ibarat dari budi sebagai ibarat dari sifat Ketuhanan
atau sangkan paraning dumadi.
Frithjof Schuon (1996 : 181 - 182) mengemukakan empat kemungkinan
penafsiran atas realitas tunggal dan jamak atau kesatuan dan kepelbagaian.
Pertama, pembedaan yang Absolut dengan yang relatif yang tak berhingga dan
berhingga, antara Atma dan Maya. Kedua, pembedaan "kualitatif" dan "atas-
bawah" adalah antara prinsip dan manifestasi antara Tuhan dan alam, dunia
"alamiah" murni dan dunia samsara. Ketiga antara "langit" dan "bumi", sorga
dan dunia yaitu "Absolut-Murni" dan Absolut yang diwarnai relativitas. Prinsip
yang termanifestasi dalam kosmos adalah Logos. Tatanan duniawi dunia kita dan
dunia lain sebagai "alamiah" murni tetap tidak diketahui. Keempat, yaitu
menempatkan Logos pada posisi tengah terletak di bawah yang "Absolut Murni"
dan di atas dunia "alamiah". Logos adalah "firman yang tidak terciptakan" yang
termuat dalam kenyataan relatif, sehingga merupakan Prinsip sekaligus
manifestasi.
ETIKA
Etika yang ditawarkan dalam teks hampir sama dengan etika Yunani yaitu
bukan etika kewajiban atau keharusan dalam arti yang keras. Keduanya
memberikan nasihat dan petunjuk mencapai kebijaksanaan, mengarahkan
manusia kepada hidup yang lebih bermutu (Magnis-Suseno, 1997, 18). Seperti
halnya alam semesta yang dipandang beresensi dalam alam gaib atau alam
kerokhanian, manusia memiliki segi lahir dan segi batin; namun sumber
identitasnya bersifat batin. Identitas keakuan manusia secara hakiki bersifat
rohani walaupun terungkap dan terkonkretkan melalui jasmani. Nilai manusia
tidak terletak pada ungkapan jasmaniah, melainkan batiniah (Magnis -Suseno,
1987: 32). Etika yang ditawarkan adalah etika peningkatan rohani. Karena yang
rohani bukan saja bersumber dari Illahi melainkan manifestasi dari yang illahi,
maka manusia harus berusaha mencapai taraf keillahian pula. Manusia harus
semakin merohani. Sifat-sifat yang cenderung mengarah keduniaan harus
ditinggalkan. Menuju manusia sempurna adalah menuju pada sifat cemin yang
lebih didominasi cahaya dan tanpa warna. Manusia harus berusaha untuk selalu
berusaha membuat budinya lebih cemerlang. Melalui samadi mengendapkan
semua perasaan (suka-benci, gembira-sedih, dan perasaan lain) yang didorong
oleh nafsu dan kecenderungan indrawi. Semua itu mengotori batin manusia dan
menghalangi sinar budi. Dengan samadi manusia melatih kehalusan rasa dan
kecemerlangan budi, sehingga secara bertahap dapat mencapai kesempurnaan;
seperti telah secara cukup dijelaskan pada bagian deskripsi.

KESIMPULAN
1. Sifat Tuhan yang digambarkan sebagai cermin besar dalam teks adalah sifat
Tuhan sebagai Absolut-relatif yang dapat disimbulkan melalui pengalaman
manusia atas dunia, namun Tuhan sebagai Absolut-murni atau Godhead tetap
tidak terfahami.
2. Teks secara keseluruhan menceminkan ajaran etika sinkretis mistik Jawa
yang dipengaruhi pemikiran India dan Islam.
3. Metafisika yang terkandung di dalamnya bersifat monistik, memandang
segala sesuatu berasal dari satu prinsip/asas yaitu kerokhanian atau alam gaib.
4. Pluralitas dunia indrawi merupakan menifestasi dari asas yang sama dan satu
yaitu Dzat yang tidak terbatas atau Illahi yang tan kenakinayangapa.
5. Etika yang ditawarkan bukan etika kewajiban atau keharusan, melainkan
petunjuk menuju kebijaksanaan dan kesempurnaan hidup.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1922, Serat Kaca Wirangi, ditranskrip dari tulisan Jawa, keluaran Toko
Buku Tan Khoen Swie.
Darmaputera, Eka, 1991, Pancasila Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis dan
Budaya, Gunung Mulia, Jakarta.
Hadiwijono, Harun, 1979, Sari Filsafat India, Gunung Mulia, Jakarta.
Kartodirdjo, Sartono, 1990, Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif
Sejarah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Koentjaraningrat, 1985, Persepsi tentang Kebudayaan Nasional, dalam Alfian,
ed., Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan, Gramadia, Jakarta.
Leibelman, Alan M., 1996, Realitas dan Makna Ultim Menurut Fialsafat
Perennial : Pembuktian dari Ilmu Matematik dan Ilmu-ilmu Fisik, dalam
Ahmad Norma Permata, ed., Perennialisme : Melacak Jejak Filsafat Abadi,
Tiara Wacana, Yogyakarta.
Magnis-Suseno, Franz, 1987, Etika Politik : Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern, Gramedia, Jakarta.
Magnis-Suseno, Franz, 1997, 13 Tokoh Etika : Sejak Zaman Yunani Sampai
Abad ke-19, Kanisius. Yogyakarta.
Mulder, Niels, 1996, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional , Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Peursen, C.A. Van, 1980, Orientasi Di Alam Filsafat, di Indonesiakan oleh Dick
Hartoko, Gramedia, Jakarta.
Poespowardojo, Soerjanto, 1985, Alam Pikiran dan Kebudayaan, dalam Alfian,
ed., Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan,Gramedia, Jakarta.
Schuon, Frithjof, 1996, Ringkasan Metafisika Yang Integral, dalam Ahmad
Norma Permata, Perennialisme : Melacak jejak Filsafat Abadi, Tiara
Wacana, Yogyakarta.
Sontag, Frederick, 2002, Pengantar Metafisika, penerjemah Cuk Ananta Wijaya,
Pustaka pelajar, Yogyakarta.
Sujamto, 1992, Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa, Dahara
Prize, Semarang.

Read more >>>>

Al Fatiha

 Print Halaman Ini